Mohon tunggu...
Fira Wulandari
Fira Wulandari Mohon Tunggu... Lainnya - Freelancer

Ad astra per aspera

Selanjutnya

Tutup

Nature

Budaya Guna Ulang sebagai Solusi Permasalahan Sampah Nasional

7 Desember 2022   09:45 Diperbarui: 7 Desember 2022   12:11 131
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Indonesia Lestari. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Sampah plastik menjadi permasalahan yang serius bagi kebanyakan negara tidak terkecuali Indonesia. Tercatat oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) pada tahun 2021 dari 68, 5 juta ton limbah atau sampah, sebanyak 11,6 juta tonnya adalah sampah plastik.  Mirisnya, menurut data yang dimiliki oleh The National Action Partnership (NPAP) ada sekitar 4,8 juta ton per tahun sampah plastik di Indonesia yang tidak terkelola dengan baik. Sebanyak 48% sampah plastic dibakar di ruang terbuka, 13% dikelola secara tidak layak dan tidak dikelola di tempat pembuangan sampah dan sisanya sebanyak 9% mencemari saluran air dan laut.

Kondisi sampah di Indonesia ini juga diperparah dengan tren kenaikan sebesar 5% tiap tahunnya menurut NPAP. Data prediksi ini juga di dukung oleh data resmi yang dimiliki oleh KLHK. Melalui Kasubdit Tata Laksana Produsen, Direktorat Pengurangan Sampah, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Ujang Solihin Sidik yang menyampaikan bahwa sampah plastik saat ini menjadi tantangan yang sangat besar karena dapat ditemukan bertebaran diberbagai tempat seperti saluran air, sungai, danau hingga laut. Adapun sampah plastik yang kerap ditemui adalah wadah makanan dan minuman. Wadah bumbu masak dan kresek.

Berdasarkan data yang dimiliki oleh KLHK, perbandingan jumlah sampah saat ini dengan dahulu kala sangat jauh GAPnya. Dahulu, sampah plastik hanyak sekitar 10-11% dari total sampah yang dihasilkan tiap orang. Namun demikian, saat ini pada tahun 2022 presentase sampah plastik yang dihasilkan tiap orang sudah mencapai 16-17% bahkan pada kota-kota besar di Indonesia seperti Surabaya angka penggunaan plastik yang menghasilkan sampah plastik tiap orangnya sudah mencapai 22%. Hal ini bukan menjadi sebuah kemustahilan jika prediksi yang dilakukan KLHK dan organisasi internasional lainnya bahwa pada tahun 2050 jika pengelolaan sampah tidak kian membaik maka sampah plastik di laut pada tahun 2050 akan lebih banyak dibandingkan ikan.

Kondisi yang demikian parahnya dikarenakan pola hidup masyarakat yang serba instan, dituntut untuk bergerak lebih cepat dan tentunya efisien. Sehingga masyarakat mau tidak mau, suka tidak suka akan lebih banyak mengkonsumsi kemasan-kemasan plastik terutama untuk kebutuhan kemasan pangan maupun kebutuhan belanja keperluan rumah tangga. Oleh karena itu dalam pemecahan masalah mengenai sampah terutama sampah plastik di Indonesia seluruh pihak harus bertanggung jawab dan membangun budaya penggunaan kemasan khususnya plastik dengan lebih bijak. Baik dari segi produsen maupun konsumen.

Wacana pengurangan dan penanganan sampah sendiri sebenarnya sudah banyak dibahas di forum-forum lingkungan hidup baik yang diselenggarakan oleh NGO maupun pihak pemerintah sendiri. Bahkan KLHK sendiri sebagai otoritas yang bertanggung jawab menjamin kualitas lingkungan hidup di Indonesia, sudah secara spesifik membuat regulasi dan peta jalan pengurangan sampah yang ada di Indonesia yaitu melalui peraturan Menteri LHK No 75 Tahun 2019 tentang Peta Jalan Pengurangan Sampah yang mana dalam salah satu poinnya adalah dengan menekan produsen untuk membatasi timbulan sampah, melakukan daur ulang dan menerapkan produk kemasan yang dapat digunakan ulang. Maka demikian seharusnya para produsen juga dapat mendukung solusi besar ini terutama dengan memperhatikan inovasi produk yang dikeluarkan, jangan sampai malah membuat tumpukan sampah baru dengan kemasan-kemasan sekali pakai salah satu contohnya.

Mengkaji secara logis penggunaan kemasan plastik saat ini, sejatinya tidak akan bisa dibatasi secara maksimal, hal ini karena berkaitan dengan pola hidup yang kian cepat dan menuntut efisiensi maka penggunaan kemasan plastik rasanya akan selalu memiliki tren yang meningkat tiap tahunnya. Oleh karena itu, jika kemasan plastik dan plastik itu sendiri sudah bertransformasi menjadi kebutuhan pokok maka alternatif yang dapat dilakukan agar kemasan-kemasan tersebut tidak menimbulkan malam petaka dikemudian hari adalah dengan menanamkan pola pikir, budaya dan kebiasaan guna ulang. Mengurangi kemasan plastik sekali pakai baik untuk kemasan minuman maupun makanan dan minuman, kemasan obat-obatan, kemasan kebutuhan rumah tangga maupun kantong kresek.

Sebagai contoh tentang budaya guna ulang adalah dengan meninggalkan kantong kresek dengan beralih kepada kantong kain, membiasakan membawa tumblr dan menggunakan kemasan galon guna ulang, terlebih akses air minum di Indonesia tidak semudah negara maju lainnya.  Demikian budaya guna ulang dapat menjadi sebuah solusi yang konkrit dan realistis. Hal ini dikarenakan kebutuhan manusia terhadap plastik dan kemasan yang kian bertambah namun di sisi lain keselamatan akan lingkungan dan pengurangan sampah plastik adalah satu hal yang wajib dilakukan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun