Mohon tunggu...
Hai_Ly19
Hai_Ly19 Mohon Tunggu... Lainnya - pelajar

Baru saja lulus dari tingkat Sekolah Dasar, sedang berjuang di pondok, slow respon, silahkan follow

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

This Month

27 Mei 2023   05:09 Diperbarui: 27 Mei 2023   05:29 103
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Malam ini akan dilakukan ru'yatul hilal, untuk mengetahui kapan di mulainya puasa dan tarawih, selain ru'yatul hilal ada juga metode lain yang bernama Hisab.

Menurut metode Hisab (perhitungan) puasa akan di mulai besok, aku berharap rukyatul hilal juga sama.

Aku mendapat tugas dari sekolah untuk mengamati hilal, aku melaksanakannya dengan melihat video ru'yatul hilal.

Saat itu aku mulai menonton streaming setelah maghrib sampai sebelum isya' di tabletku, berulang kali aku mengganti channel, tetapi semua sama.

"Anila sudah aja yang penting kamu sudah melaksanakan tugas" kata umiku.

"iya mi" jawabku sembari mematikan tabletku.

Aku langsung beranjak dan mengambil Al-Qur'an untuk murajaah, belum sempat aku membaca basmalah tetapi sudah menjelang isya'.

"umi... aku pergi ke masjid ya" kata Zari adikku.

Umiku mengiyakan sekaligus memberi apresiasi kepada Zari, tak lama kemudian aku mendengar suara adikku yang sedang mengumandangkan azan di masjid.

Karena sudah azan aku dan umiku langsung bersiap-siap menuju ke masjid untuk shalat isya' dan tarawih berjamaah.

Selesai shalat aku kembali ke rumah sedangkan abi dan umiku tadarus di masjid, aku melanjutkan melihat ru'yatul hilal.

Setelah isya' hasilnya baru muncul, dan alhamdulillahnya hari pertama Ramadhan adalah besok.

Di masjidku sudah ada lampu lampion yang baru beberapa hari kemarin aku dan teman-temanku membuatnya.

 Ada juga lampu kelap-kelip yang di pasang memanjang dari masjid sampai gerbang yang tidak permanen.

Gerbang itu hanya terbuat dari bambu dan di tempeli banner serta lampu, ada juga lampu pijar yang estetik berwarna kuning.

Semua hiasan itu semakin menyemarakkan suasana di masjid ketika di bulan Ramadhan. Selain itu setiap sore juga ada TPA yang hanya ada ketika bulan Ramadhan, entah kenapa.

Ketika membuat lampion kita tidak sendiri karena ada takmir masjid dan beberapa jamaah yang membantu.

Kami membuat lampion sejak jam sembilan pagi sampai menjelang maghrib, cukup lama bukan, soalnya harus menunggu membeli bahan-bahan yang di butuhkan.

Belum juga ketika makan siang, lalu ada jalan-jalan, shalat, jadi banyak waktu yang terpotong karena berbagai hal tersebut.

Setelah sore kami pun pulang, lalu berkumpul lagi setelah shalat maghrib dan menunggu di masjid sampai shalat isya'.

Kami bermain di masjid lalu membaca Al-Qur'an bersama-sama, hingga datang waktu isya' kami shalat lalu kembali pulang kerumah masing-masing.

Saat bulan Ramadhan biasanya setelah shalat subuh aku berkumpul bersama teman-temanku di masjid, kemudian berjalan-jalan melihat orang menyalakan petasan.

Kami di sana mengobrol sekaligus berlari-lari karena banyak petasan yang selalu di ledakkan di mana saja.

"kok petasannya enggak habis-habis ya" kata temanku.

"iya juga... mungkin mereka beli banyak sekali" balasku.

Ternyata tidak hanya aku yang heran, ada juga yang satu server denganku, maksudnya sama berpikirnya.

"Anila awas ada petasan" kata temanku memperingatiku.

Aku yang kaget dan tidak tahu petasan itu berada dimana langsung lari tak tentu arah, dan ternyata petasan itu berada di bawah kakiku dan langsung meledak.

Petasan itu tidak mengenaiku karena aku baru sadar kalau ternyata aku menginjaknya, jadilah sandalku yang di lihat dari bawah pasti berwarna hitam dan berbekas.

Baru saja aku di lempari petasan, kini aku langsung di kagetkan oleh suara petasan yang memiliki cahaya sangat terang begitu pula suaranya juga sangat kencang sekaligus mengagetkan.

Aku yang tidak terbiasa hanya bisa menatap dari jauh karena takut di lempari lagi, hingga waktu telah menunjukkan jam setengah tujuh pagi, kami baru kembali ke masjid.

Di masjid kami bermain apa saja, biasanya bermain UNO, Kotak Pos, Ludo, dan juga permainan offline yang lain.

Setelah bosan bermain barulah kami pulang ke rumah masing-masing dan akan berkumpul lagi saat shalat dhuhur.

Masjid di dekat rumahku itu ada sejarahnya, bermula dulu ketika di Rukun Warga tempatku belum punya masjid, jadi bila mau ke masjid harus berjalan kaki cukup jauh.

Lalu setelah bermusyawarah warga sekitar sepakat membangun sebuah mushola yang dibangun dengan gotong royong bersama-sama.

Lalu sekian lama karena sudah di pakai shalat lima waktu jadilah ia disebut masjid, kita di sana tidak akan di marahi selama tidak merusak.

Hingga kini kami jarang  sekali di marahi, mungkin hanya sesekali, kami sering ke masjid apalagi ketika bulan Ramadhan.

Kami selalu bermain bersama  selama bulan Ramadhan ini,penuh canda ria dan tawa, dan hal ini telah menjadi kenangan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun