Selain itu, karakteristik pemilih di Pilkada 2024 didominasi oleh kalangan muda dan pemula yang lebih kritis.
Mereka lebih cermat melihat rekam jejak para calon dan sengkarut pelaksanaan Pilkada, sehingga nggak termotivasi untuk menggunakan hak suaranya.
Ada juga yang merasa nggak yakin kandidatnya bisa menang karena ada campur tangan penguasa. Terus, ada lagi faktor-faktor lain yang mempengaruhi rendahnya partisipasi ini.
Beberapa orang ngerasa kalau jadwal Pilkada yang deketan dengan Pilpres bikin mereka capek duluan.
Bayangin, habis milih presiden, nggak lama lagi harus milih gubernur. Kan capek ya? Ibarat kata, habis nyetir jauh-jauh, tau-tau ada polisi tidur yang bikin kesel.
Efek Domino di Dunia Politik
Rendahnya partisipasi pemilih ini jelas bukan sekadar angka di atas kertas. Kalau terus dibiarkan, ini bisa memicu efek domino di dunia politik Indonesia.
Pertama, legitimasi pemimpin yang terpilih bisa dipertanyakan. Kalau partisipasi rendah, apakah pemimpin tersebut benar-benar mewakili suara rakyat? Ini jadi tanda tanya besar.
Di sisi lain, rendahnya partisipasi juga bisa bikin parpol introspeksi. Mereka harus lebih serius dalam mengusung kandidat yang benar-benar bisa diterima masyarakat.
Jangan cuma mikirin kepentingan elite politik aja, tapi juga dengarkan suara rakyat yang kadang lebih bijak daripada para politikus itu sendiri.
Bayangin aja, kalau terus-terusan kayak gini, bisa-bisa orang makin apatis sama politik.