Mulyono dan Drama Tanpa Akhir Demokrasi Indonesia
Hei! Siapa yang ngira Mulyono masih aja cawe-cawe di era digital begini? Kayak ngeliat dinosaurus main TikTok aja, aneh tapi nyata.
Di saat yang sama, Kompas dengan tenangnya bilang kalau demokrasi kita makin matang.
Serius, ini kayak bilang roti bakar yang udah gosong tuh masih layak dimakan. Beneran?
Mulyono dan Seni Cawe-cawe dalam Demokrasi
Oke, mari kita bahas si Mulyono.
Kalau denger nama Mulyono, pasti langsung kebayang 'cawe-cawe'. Ini orang kayak punya baterai tak terbatas buat terjun ke politik.
Udah kayak cameo tetap dalam sinetron panjang bernama Indonesia. Tapi, apa ini tanda demokrasi yang matang atau cuma kedok buat nunjukin kalau kita masih jalan di tempat?
Kita tahu, demokrasi itu soal partisipasi semua lapisan masyarakat, termasuk Mulyono dan koleganya yang udah kayak patung di museum politik.
Tapi, apakah artinya demokrasi kita udah matang? Rasanya lebih kayak dapet undangan ke pesta tapi makanannya basi.
Pandangan Media: Matang atau Ketengan?
Media besar kayak Kompas bilang kalau Indonesia makin matang dalam berdemokrasi.
Mereka bilang partisipasi politik naik, rakyat makin kritis, dan proses demokrasi makin mantap. Tapi, di lapangan, kita masih sering liat drama kayak politikus yang hobi 'cawe-cawe'.
Ini kayak dibilang tubuh makin sehat tapi tiap hari makan junk food. Kompas mungkin mencoba ngasih gambaran positif, tapi ada sisi lain yang perlu kita bedah.
Di balik optimisme itu, apa betul demokrasi kita beneran udah matang atau cuma kosmetik buat nutupin kerutan?
Kritik dan Rocky Gerung
Rocky Gerung, dengan segala kerecehannya, pasti nggak bakal tinggal diam liat fenomena ini. Menurut dia, kalau Mulyono terus cawe-cawe, itu tanda regenerasi politik kita belum jalan.
Demokrasi yang sehat harusnya ngasih ruang buat yang muda, bukan cuma jadi panggung buat veteran lawas yang ngotot gak mau pensiun.
Rocky Gerung kerap mengkritisi bahwa kualitas partisipasi itu penting. Kalau yang aktif cuma tokoh-tokoh lama, ya demokrasi kita mandek, bukan berkembang.
Perlu ada perubahan mendasar dalam cara kita jalani demokrasi, supaya beneran bisa disebut matang.
Dan iya, dia juga percaya kalau dominasi tokoh lama itu nggak sehat buat perkembangan politik kita.
Demokrasi Matang atau Mainan?
Jadi, Indonesia beneran makin matang dalam berdemokrasi? Kehadiran Mulyono yang masih cawe-cawe bisa jadi tanda kalau demokrasi kita hidup.
Tapi, kalau beneran mau matang, perlu ada keseimbangan antara menjaga tradisi dan membuka ruang buat inovasi baru.
Kita butuh lebih banyak regenerasi dan partisipasi dari berbagai kalangan. Bukan cuma tokoh lama yang udah kayak hiasan permanen di dinding sejarah.
Dengan begitu, demokrasi kita nggak cuma matang di luar, tapi juga kuat di dalam.
Dan saat itu terjadi, kita bisa dengan bangga bilang, "Indonesia memang beneran matang berdemokrasi."
Penulis: Firasat Nikmatullah
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H