Hari yang seharusnya tenang berubah drastis saat berita penangkapan Tom Lembong, mantan Menteri Perdagangan, mencuat.
Penetapan Tom Lembong sebagai tersangka kasus impor gula kristal putih langsung memicu banyak spekulasi.
Apakah ini murni penegakan hukum atau ada dendam politik yang berbau Jokowi?
Tom Lembong, yang dulu menjabat sebagai Menteri Perdagangan, kini harus menghadapi hukum karena dugaan penyalahgunaan wewenang dalam pemberian izin impor gula.
Kasus ini semakin menarik karena Tom Lembong dikenal mendukung Anies Baswedan, salah satu rival politik Jokowi.Â
Seorang akademisi sekaligus pengamat politik, Rocky Gerung pun akhirnya angkat suara, menurutnya terdapat nuansa politis di balik penangkapan Tom Lembong.
Kata Rocky Gerung, Tom Lembong dijadikan alat balas dendam oleh Jokowi karena dianggap tidak loyal.
Rocky Gerung juga mengingatkan bahwa Tom Lembong pernah di-reshuffle oleh Jokowi, yang semakin menguatkan dugaan adanya politisasi dalam kasus ini.
Penetapan Tom Lembong sebagai tersangka ini juga menjadi sinyal bagi tokoh-tokoh lain yang berseberangan dengan Jokowi.
Rocky Gerung bahkan menyebut bahwa kasus ini bisa jadi peringatan bagi mereka yang pernah berselisih dengan Jokowi untuk siap-siap ditangkap.
Tentu saja ini menimbulkan kekhawatiran di kalangan publik, terutama bagi mereka yang mendukung oposisi.
Namun, di balik spekulasi ini, ada fakta hukum yang tak bisa diabaikan.
Kejaksaan Agung menyebut Tom Lembong menyalahgunakan wewenangnya dengan memberi izin impor gula kristal putih kepada PT AP, padahal seharusnya hanya BUMN yang bisa melakukan itu.
Meski belum ada bukti aliran dana masuk ke kantong pribadi Tom Lembong, penetapan tersangka tetap dilakukan.
Kasus ini juga menarik perhatian karena Tom Lembong dikenal dekat dengan keluarga Jokowi.
Dalam beberapa kesempatan, Tom Lembong bahkan pernah menjadi mentor bisnis bagi Gibran Rakabuming Raka, putra sulung Jokowi.
Kedekatan ini tentu menambah bumbu dalam spekulasi politik yang berkembang di masyarakat.
Lebih dalam lagi, Tom Lembong sudah lama dikenal sebagai sosok yang inovatif dan punya pemikiran out of the box.
Dia adalah seorang maverick dalam dunia bisnis dan politik Indonesia.
Selama menjabat sebagai Menteri Perdagangan, Tom Lembong berhasil mendorong berbagai kebijakan yang pro-pasar dan mampu meningkatkan daya saing produk Indonesia di pasar global.
Namun, langkah-langkah berani yang diambilnya ternyata tidak selalu mendapat dukungan dari semua pihak, terutama mereka yang merasa dirugikan oleh kebijakan-kebijakan tersebut.
Penetapan Tom Lembong sebagai tersangka tentu saja berdampak pada persepsi publik terhadap upaya pemberantasan korupsi di Indonesia.
Ada yang mendukung langkah Kejaksaan Agung sebagai bentuk komitmen pemerintah dalam memberantas korupsi.
Namun, ada juga yang skeptis dan menganggap kasus ini lebih bernuansa politik daripada penegakan hukum murni.
Di tengah hiruk-pikuk ini, muncul berbagai pandangan tentang karier politik Tom Lembong.
Apakah dia akan terus berjuang di dunia politik atau memilih mundur dan fokus pada urusan pribadi?
Hanya waktu yang bisa menjawab. Yang pasti, kasus ini menjadi sorotan utama dan membuka mata banyak pihak tentang dinamika politik dan hukum di Indonesia.
Kasus Tom Lembong ini menjadi contoh nyata bagaimana politik dan hukum bisa saling berkelindan.
Di satu sisi, ada upaya penegakan hukum yang harus dihormati. Namun, di sisi lain, ada aroma politisasi yang tak bisa diabaikan.
Apakah Tom Lembong benar-benar bersalah atau hanya menjadi korban balas dendam politik, biarlah waktu yang menjawab.
Yang jelas, kasus ini membuka mata publik tentang kompleksitas hubungan antara politik dan hukum di Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H