Mohon tunggu...
Firanissa
Firanissa Mohon Tunggu... Jurnalis - Mahasiswa UIN SUSKA Riau

Jurusan Ilmu Administrasi Negara

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Prabowo Subianto: Politik Bersaing dan Bersanding

14 November 2019   20:30 Diperbarui: 14 November 2019   20:48 74
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam politik persaingan adalah segala sesuatu yang wajar dan alamiah. Baik institusi maupun aktor politik dituntut untuk menerima normalnya persaingan di dalam dunia politik. Dalam iklim demokrasi, persaingan tidak dapat dielakkan. Menghilangkan persaingan berarti menyeret sistem politiknya menjadi sistem otoriter, absolut dan meniadakan alternatif.

Persaingan politik ditingkat tertentu, merupakan suatu keadaan yang sehat demi kemajuan, sejauh persaingan tersebut diatur oleh aturan main yang terlegitimasi. Artinya aturan main tersebut mendapatkan basis pengakuan yuridis dan kultural dari masyarakat yang bersangkutan. Sesungguhnya, kesadaran tentang kebutuhan persaingan politik ini sudah tinggi. Dengan adanya persaingan masing-masing pihak akan saling berlomba untuk menjadi yang terbaik.

Namun tidak jarang yang semula jadi lawan malah menjadi kawan ataupun sebaliknya. Tak ada yang abadi dalam politik. Dahulu bersebrangan, belakangan erat jadi kawan. Hal itu terjadi dimanapun, tak terkecuali Indonesia. Musuh abadi tidak pernah ada dalam politik. Demi kepentingan, siapapun bisa bersatu. Itulah politik, "Bersaing dan Bersanding".

Terkait hal ini, tentu ada saja yang menerima ataupun menolak. Terutama masyarakat awam yang kurang paham dengan situasi politik yang sebenarnya. Melihat dari satu kaca mata saja, tidaklah relevan. Terlebih jika kita hanya melihat dari media sosial dan sejenisnya. Kita ketahui bersama bahwa hal-hal semacam ini terlalu banyak dimanipulasi, akibatnya masyarakat menjadi bodoh dan tidak mau menerima kenyataan. Bahkan sampai berujung pada pertengkaran.

Masyarakat seakan dikagetkan dengan keputusan presiden Joko Widodo terkait pemilihan Prabowo Subianto sebagai menteri pertahanan di kabinetnya periode 2019-2024. Pasalnya Prabowo adalah rivalnya yang cukup keras pada pemilu 17 april 2019 kemarin dan sempat menyatakan menolak seluruh hasil Pemilu dan Pilpres 2019 karena menurutnya penuh dengan kecurangan.

Letnan Jenderal H. Prabowo Subianto Djojohadikusumo adalah seorang politisi, pengusaha, dan perwira tinggi militer Indonesia. Ia menempuh pendidikan dan jenjang karier militer selama 28 tahun sebelum berkecimpung dalam dunia bisnis dan politk. Diketahui rekam jejak kekalahan Prabowo Subianto terdapat dalam tiga periode Pilpres secara berturut yaitu pilpres 2009, pilpres 2014 dan pilpres 2019.

Dalam pilpres 2019 kemarin, Prabowo mendapat dukungan yang sangat besar dari masyarakat. Juru bicara Badan Pemenangan Nasional (BPN) Dahnil Anzhar Simanjuntak menyebut dukungan masyarakat ke Prabowo Subianto- Sandiaga Uno terus mengalir bagaikan gelombang tsunami. Namun sayang, kemenangan juga belum berpihak kepada Prabowo.

Banyak pendukung yang merasa kecewa akan hal tersebut, namun Prabowo tetap mengajak pendukungnya terus berjuang. Belakangan, nama Prabowo disebut-sebut sebagai calon Menteri kabinet Jokowi. Dan benar,  Prabowo Subianto ditunjuk menjadi Menteri Pertahanan dalam pengumuman susunan menteri dan kabinet pemerintahan periode 2019-2024, Rabu pagi di Istana Negara. (23/10)

Presiden Joko Widodo mengungkap alasan mengapa memilih rivalnya sebagai menteri pertahanan. "kita ini pengin membangun sebuah demokrasi gotong royong," kata Jokowi saat berbincang dengan wartawan di Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (24/10/2019).

Oleh karena itu, Jokowi tidak masalah rivalnya masuk kabinet. " kalau itu baik untuk Negara, baik untuk bangsa, kenapa tidak,"kata dia. Jokowi mengaku mempertimbangkan rekam jejak Prabowo selama berkarir di TNI. " Ya memang pengalaman beliau besar, beliau ada di situ," kata dia.

Hal itu tak lepas dari konsep yang diajukan Prabowo kepada Jokowi mulai soal kedaulatan energi, pangan, air hingga pertahanan dan keamanan. "Nah karena ditawari, ada nation call atau panggilan Negara terhadap beliau, lalu kan beliau ini prajutit, patriot, negarawan, ada panggilan Negara terhadap beliau dan itu merupakan kompetensi beliau, beliau tentu sebagai negarawan menghilangkan egonya untuk menerima panggilan Negara ini untuk melakukan pengabdian kepada bangsa dan Negara," ujar Wakil Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Gerindra Andre Rosiade saat dihubungi kompas.com, Kamis (24/10/2019).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun