Memiliki daerah terpencil, perbatasan dan kepulauan memang menjadi tantangan tersendiri bagi pemerintah dalam memberikan pelayanan kesehatan yang merata. Dengan kondisi geografis Indonesia membuat sulitnya masyarakat terpencil menuju fasiltas kesehatan terdekat. Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah setempat dalam pemerataan pelayanan kesehatan di daerah terpencil, seperti tertuang dalam Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dimana Pemerintah bertanggung jawab merencanakan, mengatur, menyelenggarakan membina dan mengawasi penyelenggara upaya kesehatan yang merata dan terjangkau oleh masyarakat.
Terdapat indikator daerah tertinggal yang telah ditetapkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 63 Tahun 2020 tentang Penetapan Daerah Tertinggal dilihat dari segi ekonomi, sumber daya manusia, infrastruktur, kapasitas daerah dan aksesibilitas. Dengan adanya dua persyaratan yang memenuhi kriteria daerah terpencil sebuah daerah tersebut dapat dikatakan daerah terpencil yaitu daerah yang sulit dijangkau karena berbagai sebab keadaan geografi (kepulauan, pegunungan, daratan hutan dan rawa), sulitnya transportasi baik darat, laut maupun udara, prasarana dan sarana sosial ekonomi yang terbatas membuat pelayanan kesehatan yang harusnya setara dan seimbang sesuai kebutuhan menjadi terhambat.
Beberapa strategi upaya pembangunan kesehatan di beberapa wilayah telah dilakukan oleh pemerintah pusat seperti pengadaan dan penempatan tenaga Puskesmas yaitu Program Nusantara Sehat, penempatan dokter dan bidan PTT, pembangunan faskes didaerah perbatasan, pengadaan obat dan alat kesehatan sesuai e-catalog dan Fornas, serta pengadaan biaya operasional Puskesmas dengan penyaluran dana model dana desa. Namun program strategi upaya pembangunan kesehatan tersebut kurang dapat dijangkau di semua wilayah di Indonesia, sehingga seringkali strategi tersebut di daerah terpencil dan tidak terjangkau relatif tertinggal dibandingkan wilayah lain dengan akses transportasi yang lebih mudah.
Selain itu, kesehatan hanya mendapat 5% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan itupun terbagi untuk setiap pemerintah daerah. Menurut Badan Pusat Statistik, pada tahun 2019 anggaran untuk Kesehatan sebesar 123.1T dimana hanya 5% yang dialokasikan untuk angggaran kesehatan. Angka tersebut menunjukan semakin sulitnya peningkatan pelayanan kesehatan yang merata untuk masyarakat wilayah Indonesia khususnya di bagian timur Indonesia.
Tingginya biaya transportasi untuk dapat mengakses fasilitas  pelayanan dan waktu yang lama untuk bisa mencapai fasilitas kesehatan mengakibatkan keterlambatan pertolongan yang dapat mengancam nyawa pasien, dan sulitnya bagi tenaga kesehatan untuk mengikuti atau menerima update pengetahuan  yang dapat meningkatkan kompetensi mereka. Pemeratan layanan kesehatan inilah yang memang sudah menjadi tantangan besar bagi negara kepulauan seperti Indonesia. Penggunaan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) menjadi salah satu solusi untuk menyelasaikan masalah pada bidang kesehatan. TIK dapat membantu dan mempermudah komunikasi dengan orang lain tanpa di batasi oleh ruang dan waktu.Â
Pelayanan kesehatan saat ini mulai dipengaruhi oleh TIK. Beberapa studi dilakukan dengan menggunakan TIK yang efektif maka terjadi peningkatan kesehatan dari tahun ke tahun dengan dilakukan deteksi dini terhadap potensi komplikasi. Tidak hanya itu, saat ini TIK membantu pemberi pelayan kesehatan dapat berkomunikasi dengan mudah sehingga proses pengambilan keputusan saat keadaan gawat darurat pun dapat dilakukan dengan efisien. Namun, penerapan TIK ini sangat tergantung dari para penggunanya, bagaimana pengguna dapat memanfaatkan TIK tersebut. Selain itu tidak hanya tergantung penggunana nya, akses internet juga menjadi faktor penentu demi tercapainya pelayanan kesehatan yang efektif dan efisien.
Kemajuan dalam TIK mampu mendorong beragam solusi kesehatan yang efektif dan efisien dalam aspek perawatan klinis, peningkatan kualitas, kesetaraan dan aksesibilitas perawatan. Telehealth atau Telemedicine sudah sejak 2015 membantu Kementerian Kesehatan Republik Indonesia dalam melakukan tahap uji coba diagnostik. Telemedicine sendiri merupakan layanan kesehatan jarak jauh melalui pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi dapat memberikan solusi pelayanan kesehatan terutama daerah terpencil dan tertinggal dimana fasilitas kesehatan belum memadai. Di harapkan dengan adanya telemedicine ini pasien mampu memperoleh manfaat secara finansial, menghilangkan hambatan terhadap akses kesehatan dan mendapatkan perawatan yang berkualitas.
Pada beberapa penelitian yang telah dilakukan penerapan telemedicine masih memiliki hambatan, tidak hanya di wilayah terpencil dan tertinggal, namun hambatan tersebut juga menjadi kendala di kota-kota besar di Indonesia. Hambatan dalam penggunaan telemedicine  masih sering terjadi  di Indonesia. Hambatan  tersebut  disebabkan  karena  ketersediaan  teknologi  informasi  dan komunikasi yang tidak memadai. Ketersediaan akses internet yang tidak lengkap dan tidak cukup baik sehingga menjadi kendala pada pemanfaataan telemedicine di daerah terpencil. Dilihat dari letak geografisnya, terbatasnya akses internet lah yang menjadi kendala dalam pemanfaatannya. Penggunaan  telemedicine  yang  belum optimal  juga  mempengaruhi  pelayanan  kesehatan yang diberikan  kepada masyarakat. Keterbatasan sinyal membuat pasien seringkali tidak nyaman karena dalam pelayanan kesehatan membutuhkan waktu yang lebih lama.
Program penerapan telemedicine di daerah terpencil nampaknya belum dapat dikatakan efektif dan efisien. Faktor-faktor seperti pasokan listrik, kecepatan internet, kurangnya infrastruktur dan teknologi yang tepat dan tenaga kesehatan yang tidak terampil mempengaruhi tingkat keberhasilan penerapan telemedicine. Sejalan dengan hal tersebut, ketersediaan peralatan dan pengetahuan penggunan merupakan kunci terselenggaranya pelayanan telemedicine yang efektif. Sampai saat ini penyediaan peralatan telemedicine di wilayah terpencil dan tertinggal masih belum merata. Meskipun peralatan telah disediakan oleh pemerintah dan otoritas terkait namun jumlahnya dinilai tidak memadai sehingga implementasi yang dilakukan belum maksimal.
Permasalahan ini dibutuhkan kerjasama dari beberapa pihak, tidak hanya peran dari Kementrian kesehatan, namun perlu kerjasama dari Kementerian lain yang mendukung. Perlunya dukungan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendesa, PDTT) demi tercapainya program percepatan pembangunan daerah tertinggal. Kemendesa PDTT membuat strategi PPDT tahun 2020-2024 diantaranya peningkatan sarana dan prasarana, peningkatan sumber daya manusia, peningkatan aksesibilitas, peningkatan ekonomi masyarakat dan peningkatan kapasitas keuangan daerah.Â
Penigkatan sarana dan prasana dengan cara meningkatkan aksesibiltas sarana prasana kesehatan, pendidikan dan ekonomi, penyediaan energi listrik, air bersih, sanitasi dan perumahan serta melalui telekomunikasi. Tidak hanya sarana prasarana yang perlu ditingkatkan, sumber daya manusia nya pun perlu ditingkatkan dengan pemanfaatan teknologi untuk kesehatan, pendidikan dan keterampilan serta peningkatan kapasitas tenaga kesehatan dan pendidik saat online maupun offline.Â
Peningkatan aksesibiltas dilakukan dengan meningkatkan konektivitas, antara lain tol laut, jembatan udara, pelabuhan dan bandara serta pembangunan sarana prasarana jalan dan jembatan. Strategi-strategi inilah yang diharapkan mampu mempercepat pembangunan daerah tertinggal sehingga peningkatan pelayanan kesehatan Telemedicine juga mampu berjalan efisien dan efektif.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H