Mohon tunggu...
Firazkiyaa
Firazkiyaa Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Penulis

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

APLIKASI KAIDAH FIQHIYAH "AL-ASHLU FIIL ASYAAL AL IHBAAHAH HATTA YADULLA DALILU A'LA TAHRIM DALAM FATWA DSN MUI

23 November 2023   20:58 Diperbarui: 23 November 2023   21:14 197
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1. Fatwa DSI MUI NO: 77/DSN-MUI/V/2010 tentang Jual Beli Emas Secara Tidak Tunai

Penerapan kaidah fikih yang mendasari hukum Islam, yaitu "Asal sesuatu adalah boleh, sampai ada dalil yang menunjukkan keharamannya." Dalam konteks transaksi jual beli emas secara tidak tunai, fatwa yang dikeluarkan oleh DSN-MUI menjadi dalil yang memberikan pedoman dan batasan bagi pelaku transaksi. Fatwa ini menggarisbawahi bahwa secara prinsip, transaksi tersebut diperbolehkan selama mematuhi ketentuan-ketentuan tertentu. Dengan demikian, kaidah "Asal sesuatu adalah boleh" menegaskan bahwa transaksi jual beli emas tidak tunai dapat dilakukan dengan asumsi kebolehannya, selama tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip Islam yang telah diatur oleh DSN-MUI.

Selain itu, fatwa tersebut juga mencerminkan keseimbangan antara batasan dan batasan dalam konteks transaksi emas. Meskipun emas dapat dijadikan jaminan (rahn) dalam transaksi tidak tunai, namun dengan tegas dinyatakan bahwa emas tidak boleh dijual belikan atau dijadikan objek akad lain yang menyebabkan perpindahan kepemilikan. Hal ini mencerminkan perhatian terhadap aspek keamanan dan keadilan dalam konteks ekonomi Islam. Oleh karena itu, para pelaku transaksi, sebelum terlibat dalam penjualan beli emas secara tidak tunai, diharapkan dapat memahami dengan baik prinsip-prinsip yang telah ditetapkan oleh DSN-MUI, sehingga transaksi tersebut dapat dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam pandangan Islam.

2. Fatwa DSI MUI NO: 62/DSN-MUI/XII/2007 tentang Akad Ju'alah

Fatwa menyatakan bahwa Akad Ju'alah diperbolehkan dalam situasi tertentu, hal ini mencerminkan penerapan kaidah "Asal sesuatu adalah boleh." Artinya, dalam keadaan umum, transaksi semacam itu dianggap boleh dan sah dalam Islam. Namun perlu diingat bahwa kaidah ini tidak bersifat mutlak dan dapat dikoreksi oleh dalil yang menunjukkan keharaman suatu perbuatan. Oleh karena itu, ketika melibatkan transaksi atau perbuatan lainnya, penting untuk mempertimbangkan prinsip-prinsip syariah dan memastikan bahwa tindakan tersebut tidak melanggar ajaran agama.

Pentingnya niat dalam Islam, sebagaimana disebutkan dalam paragraf, juga dapat dikaitkan dengan kaidah tersebut. Niat yang tulus dan sesuai dengan prinsip syariah menjadi penentu utama keberhasilan suatu amalan. Dengan mengikuti kaidah "Asal sesuatu adalah boleh," individu diberikan kebebasan untuk melakukan transaksi atau kegiatan lainnya, selama niatnya tetap sesuai dengan nilai-nilai Islam.

3. Fatwa DSI MUI NO: 67/DSN-MUI/III/2008 tentang Anjak Piutang Syariah

Dalam fatwa Anjak Piutang Syariah yang dikeluarkan oleh Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI), prinsip "Asal sesuatu adalah boleh, sampai ada dalil yang menunjukkan keharamannya" menjadi jelas tercermin. DSN-MUI, sebagai lembaga otoritatif dalam menetapkan pedoman syariah, secara implisit mengakui bahwa pinjaman pada dasarnya diperbolehkan dalam Islam. Namun, dengan memberikan panduan dan ketentuan yang tegas, seperti larangan terhadap unsur riba, gharar, dan maisir, DSN-MUI memberikan batasan agar praktik pembelajaran tetap sesuai dengan prinsip-prinsip syariah.

Ketegasan DSN-MUI dalam menegaskan keadilan, kesejahteraan masyarakat, dan transparansi dalam prinsip transaksi dan prinsip penerimaan juga dapat diwujudkan sebagai implementasi dari kaidah tersebut. Sebagai asas dasar, prinsip "Asal sesuatu adalah boleh" menyiratkan bahwa anjak piutang bisa dianggap halal selama tidak ada dalil yang secara tegas melarangnya. Namun dengan adanya fatwa ini, DSN-MUI memberikan dalil dan panduan konkret untuk menjelaskan kehalalan atau keharaman anjak yang dibebankan dalam konteks prinsip syariah. Dengan demikian, masyarakat diharapkan dapat memahami dan mengimplementasikan transaksi anjak piutang dengan lebih bijak dan sesuai dengan ajaran Islam.

C. PENUTUP

Dalam Fatwa DSN MUI, prinsip "Asal sesuatu adalah boleh, sampai ada dalil yang menunjukkan keharamannya" mencerminkan pendekatan dalam menghadapi isu hukum Islam. Prinsip ini mengakui kebolehan dalam tindakan hingga terbukti sebaliknya secara tegas melalui dalil syar'i yang sah. Meskipun memberikan ruang untuk keberagaman penafsiran, prinsip ini juga menekankan pentingnya merujuk pada landasan agama yang kuat dalam menentukan status hukum suatu perbuatan. Dengan demikian, pendekatan ini memberikan landasan yang kokoh untuk menetapkan kehalalan atau keharaman suatu perbuatan dalam hukum Islam.

Fira Azkiya Fikriyah-Prodi Akuntansi Syariah-Mahasiswa STEI SEBI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun