Kaidah Fiqhiyyah Al Yaqinu La Yuzalu Bi Sakk di dalamnya terdapat Furu (cabang). Hal ini disebutkan oleh sebagian ulama dalam kitabnya seperti Imam al-Suyuthi yang berkata:
اَلْأَصْلُ فِى الْأَشْيَاءِ اَلْإِبَاحَةُ حَتَّى يَدُلَّ الدَّلِيْلُ عَلَى التَّحْرِيْمِ
(Al-Ashlu Fiil Asyaal Al Ibaahah Hatta Yadulla Dalilu A'la Tahrim)
Artinya "Asal sesuatu adalah boleh, sampai ada dalil yang menunjukkan keharamannya"
A. PENDAHULUAN
Dalam ranah keilmuan fiqh, Kaidah Al Yaqinu La Yuzali Bi Sakk muncul sebagai suatu landasan bagi para Fukaha' dalam merumuskan prinsip-prinsip hukum Islam. Kaidah ini, yang dapat diartikan dari segi bahasa sebagai asas atau pokok, dan dari segi istilah sebagai praktik dari masalah-masalah pokok yang kemudian diterapkan pada perkara-perkara cabang (furu'), mempunyai peranan penting dalam menafsirkan dan menerapkan aturan-aturan agama. Penguasaan terhadap kaidah-kaidah fiqh menjadi kunci utama dalam memahami dan menguasai ilmu fiqh itu sendiri.
B. PEMBAHSAN
Kaidah fiqhiyyah "Asal sesuatu adalah boleh, sampai ada dalil yang menunjukkan keharamannya" merupakan prinsip dasar dalam hukum Islam yang mengindikasikan bahwa segala sesuatu dianggap halal atau diperbolehkan hingga ada bukti atau dalil yang menunjukkan sebaliknya. Kaidah ini bersumber dari prinsip umum dalam hukum Islam yang menekankan kebebasan individu dalam mengekspresikan kehidupan mereka, kecuali jika ada dalil yang secara tegas melarang atau mengharamkan suatu perbuatan.
Meskipun prinsip ini memberikan kebebasan, namun penting bagi umat Islam untuk tetap memahami bahwa dalam menjalani kehidupan sehari-hari, mereka tetap perlu Merujuk pada nilai-nilai Islam dan petunjuk Al-Quran serta Hadis untuk memastikan bahwa tindakan mereka sesuai dengan ajaran agama. Dengan demikian, prinsip ini memberikan dasar bagi pemahaman dan pengambilan keputusan umat Islam dalam konteks kehidupan sehari-hari mereka.
Perlu kita pahami bahwa hukum suatu persyaratan tergantung pada hukum pokok perkaranya. Apabila hukum asal suatu perkara dilarang maka hukum asal menetapkan syarat juga dilarang. Dan jika hukum asal suatu hal halal maka hukum asal menetapkan syarat juga halal. Dijelaskan oleh para fuqaha', mu'amalah seperti jual beli, sewa menyewa, dan transaksi lainnya memiliki hukum asal yang dianggap halal dan diperbolehkan, kecuali jika terdapat dalil yang secara khusus melarangnya. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa menetapkan syarat-syarat dalam mu'amalah juga merupakan halal dan diperbolehkan, sejalan dengan prinsip bahwa sesuatu yang dianggap boleh kecuali ada dalil yang mengharamkannya.
Penerapan Furu Al-Ashlu Fiil Asyaal Al Ibaahah Hatta Yadulla Dalilu A'la Tahrim dalam Fatwa MUI