Mohon tunggu...
Fiqran Nugraha
Fiqran Nugraha Mohon Tunggu... Jurnalis - Sebuah Akun Dengan Coretan pribadi

Line : fiqrannugraha

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Sebuah Pesan dari Korban Banjir

24 Desember 2017   22:23 Diperbarui: 24 Desember 2017   22:49 314
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Malam dimana begitu gelap

Ketika airsudah tak lagi disungai

Kini telah berada di ruang tamu

Seoalah menikmati secangkir kopi

Teringat kemarin air hanyadi izinkan untuk tetap berada di daerah tertentu, kinidiruang tamuku telah banyak gerombolan air terlihat seperti coklat panas yang biasanya di simpan didalam cangkir. Beberapa langkah dari beranda rumah terdapat beberapa anak sedang asik bercengkrama dengan air layaknya sedang di tempat permandian yang masuknya dikenakan biaya.

Seketika aku rindu dengan cuaca panas yang biasanya ku caci, cuacahujan yang tiada henti ini memberikanku kesempatan untuk kembali mengagungkan rasa panas... yang waktu itu ku caci. 

Aku masih ingat seorang temanku, sebut saja dia cakra memiliki hoby bermain mobile legends berseru kepadaku bahwa cuaca ini lebih mirip dengan pasangan kita, aku ingat kalimatnya seperti ini " Cuaca ini layaknya pasangan kita ketika dia tak ada kita begitu merindukannya namun ketika dia ada begitu merepotkan".

Ketika Cakra khan berkata saat kau tiada, ketika judika berkata bukan dia tapi aku, ketika float berkata 3 hari untuk selamanya, ketika kerispatih berkata kesalahan yang sama, ketika Nostress berkata buka hatimu dan juga anji  berkata bidadari tak bersayap serta fiersa besari dengan celengan rindunya yang begitu banyak dikagumi perempuan, sepertinya efek rumah kaca lebih baik saat dia berkata desember karena walaupun begitu berat tapi hujan di bulan desember kali ini mengantarkanku tamu hingga membasahi kamar tidurku.

Aku teringat dengan seorang perempuan yang begitu manis ketika tersenyum dengan hidung mancungnya, begitu manis ketika ku melihatnya sama seperti hujan ini begituku menikmatinya disaat panas begitu keterlaluan. Perempuan itu memiliki paras yang begitu anggun untuk kupandangi seolah bisikan pelangi setelah hujan reda. 

Namun kini membuatku bingung adalah hujan ini tiada hentinya membuatku rindu dengan panas, aku rindu dengan hujan yang turun begitu lembut dan juga hujan yang perlahan memperlihatkanku dengan pelanginya. Hujan kemarin mengancamku dengan harus tidur diposko pengungsian, hujan kemarin memaksaku untuk menunggu pembagian makanan dari dapur umum yang dibuat oleh ketua RW setempat.

Beberapa waktu kedepan akan ada perbaikan drainase dan juga sungai diujung sana kata pemerintah, harapan terbesar dari seorang yang tak pernah diberikan kesempatan untuk berbicara dengan cuaca panas ataupun hujan ini berharap ini bukanlah sebuah janji diera sebelum pemilihan kemarin, karena janji adalah makna yang takperlu lagi dipertanyakan, karena hanya ketika janji itu terwujud aku dapat kembali menikmati hujan didepan teras rumah dengan pelanginya yang memberikanku senyuman disaat pertama kali aku melihat perempuanku itu. Sebuah harapan terakhir diantara sendu yang sedang melagu kata barasuara.

Makassar 24 Desemer 2017 

11.19 P.M

Ditulis dimalam natal tepat setelah kebanjiran

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun