Mohon tunggu...
Aksara Diraya
Aksara Diraya Mohon Tunggu... Mahasiswa - UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI

Mahasiswa Hukum Yang Suka Nulis

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Illegal Fishing di Kepulauan Riau, Perspektif Hukum Laut Internasional dan Suara dari Masyarakat

21 November 2024   10:45 Diperbarui: 21 November 2024   11:09 140
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Alam dan Teknologi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Anthony

Oleh : Muhamad Syafiq Gusmalianto

Illegal Fishing di Kepulauan Riau: Perspektif Hukum Laut Internasional dan Suara dari Masyarakat

Kepulauan Riau (Kepri) merupakan salah satu daerah dengan kekayaan sumber daya alam laut yang melimpah. Wilayah ini terletak di pintu gerbang perairan Indonesia, berbatasan langsung dengan beberapa negara tetangga, menjadikannya rawan menjadi sasaran praktik illegal, unreported, and unregulated (IUU) fishing. IUU fishing di Kepri bukan hanya mencuri kekayaan alam, tetapi juga mengancam ekosistem laut yang rapuh dan berdampak langsung pada kehidupan nelayan lokal.

Fenomena IUU Fishing di Kepulauan Riau

Data dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menunjukkan bahwa pada 2014, Indonesia mencatatkan kerugian sebesar US$3,5 miliar per tahun akibat IUU fishing. Angka ini melonjak tajam, terutama di perairan Kepulauan Riau dan Laut Natuna Utara, yang dikenal sebagai hotspot bagi aktivitas ilegal tersebut. Dalam laporan yang dirilis pada 2021, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) memperkirakan bahwa lebih dari 400 kapal ilegal terdeteksi beroperasi di perairan Kepri setiap tahun.

Hal ini mengindikasikan bahwa meskipun kebijakan yang ada sudah menunjukkan hasil, tantangan besar tetap ada. Bahkan, menurut Riset Ocean Conservancy pada 2020, lebih dari 50% ikan yang ditangkap di Laut Natuna berasal dari kapal-kapal asing yang beroperasi tanpa izin.

Hukum Laut Internasional dan Implementasinya di Kepri

Dalam rangka menangani IUU fishing, Indonesia mengacu pada Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut (UNCLOS) 1982, yang memberikan hak kepada negara pantai untuk mengelola Sumber Daya Alam Laut yang terdapat dalam Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) mereka. Artikel 56 dan 73 UNCLOS memungkinkan Indonesia untuk mengusir atau menenggelamkan kapal asing yang melanggar hukum di ZEE Indonesia.

Meskipun demikian, pelaksanaan hukum ini di Kepri masih terkendala oleh beberapa faktor, terutama terkait diplomasi maritim dan kerja sama bilateral dengan negara tetangga. Beberapa negara seperti Vietnam dan Malaysia terkadang mengklaim sebagian wilayah ZEE Indonesia sebagai milik mereka, yang menyebabkan keraguan dalam penegakan hukum.

Wawancara Masyarakat: Perspektif Lokal

Selain data dari lembaga resmi, penting juga mendengar suara dari mereka yang langsung terpengaruh oleh masalah ini. Berikut adalah wawancara dengan beberapa tokoh yang berperan dalam menjaga kedaulatan laut di Kepri:

1. Herman Tanjung, Kasatpolair Kepri, menjelaskan, "Kami sering menghadapi kesulitan dalam memonitor wilayah laut yang luas. Kapal asing menggunakan teknologi yang lebih canggih dibandingkan kapal patroli kami. Itu yang sering jadi kendala." (Batam, Desember 2023)

2. Rudi Syahputra, nelayan asal Karimun, mengungkapkan, "Kami nelayan lokal sudah kesulitan menangkap ikan. Kalau mereka (kapal asing) terus beroperasi di perairan kami, kami akan semakin sulit mencari nafkah." (Karimun, Januari 2024)

3. Nur Aisyah, seorang Warga Tanjung pinang, menyarankan, "Kerja sama ASEAN perlu ditingkatkan untuk memperkuat pengawasan laut. Pemerintah harus mendorong kerja sama lebih intensif di tingkat regional." (Tanjungpinang, April 2024)

4. Arifin Anwar, Kepala Desa Anambas, mengingatkan, "Kami perlu teknologi untuk memantau dan mengelola sumber daya laut secara lebih efektif. Pemerintah harus menyediakan alat tangkap modern agar kami bisa bersaing dengan kapal asing." (Anambas, Mei 2024)

5. Rina Marianti, pengusaha ikan di Natuna, mengungkapkan, "Selain ilegal fishing, ekspor kami terkendala dengan regulasi yang ketat. Pemerintah perlu memberikan kemudahan untuk ekspor produk perikanan." (Natuna, Juli 2023)

Evaluasi Kebijakan Penenggelaman Kapal

Sebagai bagian dari penegakan hukum, Indonesia menerapkan kebijakan penenggelaman kapal asing yang tertangkap di perairan ZEE Indonesia. Sejak diterapkan pada tahun 2014, lebih dari 500 kapal asing telah ditenggelamkan. Kebijakan ini berhasil memberikan efek jera, namun juga menerima kritik. Beberapa pihak menilai bahwa kebijakan tersebut hanya mengatasi dampak dari IUU fishing, bukan akar permasalahan yang lebih dalam.

Penenggelaman kapal memang memiliki dampak langsung yang signifikan, namun beberapa penelitian seperti yang dilakukan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) pada 2022 menunjukkan bahwa IUU fishing masih terus terjadi, bahkan meski kebijakan ini sudah diterapkan. Oleh karena itu, banyak pihak berpendapat bahwa perlu ada pendekatan yang lebih komprehensif untuk menanggulangi masalah ini.

Solusi Strategis

Untuk mengatasi masalah IUU fishing secara menyeluruh, berikut adalah beberapa solusi strategis yang dapat diterapkan:

1. Peningkatan Teknologi Pemantauan Laut: Penggunaan satelit dan drone untuk memantau wilayah laut yang luas secara lebih efisien dan efektif. Teknologi ini memungkinkan Indonesia untuk memantau pergerakan kapal asing dalam waktu nyata dan melakukan tindakan pencegahan lebih awal.

2. Penguatan Kerja Sama Internasional: Indonesia perlu memperkuat kerja sama dengan negara-negara tetangga, terutama melalui forum ASEAN. Kerja sama ini penting untuk memastikan bahwa negara-negara yang berbatasan dengan Indonesia juga menjaga kelestarian laut secara bersama-sama.

3. Pemberdayaan Nelayan Lokal: Nelayan lokal perlu dibekali dengan alat tangkap modern yang ramah lingkungan. Dengan demikian, mereka dapat bersaing dengan kapal asing yang menggunakan teknologi canggih dan menangkap ikan secara berkelanjutan.

4. Sosialisasi dan Pendidikan: Pemerintah perlu meningkatkan edukasi kepada nelayan dan masyarakat pesisir mengenai bahaya IUU fishing dan pentingnya menjaga keberlanjutan ekosistem laut. Melalui pelatihan dan penyuluhan, nelayan lokal dapat memahami teknik penangkapan yang lebih ramah lingkungan! 

5. Revitalisasi Kebijakan Ekspor Perikanan: Memperbaiki kebijakan ekspor produk perikanan agar nelayan lokal bisa lebih mudah menjual hasil tangkapannya di pasar internasional, sehingga mengurangi ketergantungan pada kapal asing.

Kesimpulan

Illegal fishing di Kepulauan Riau merupakan masalah besar yang membutuhkan solusi holistik. Penguatan kebijakan yang ada, disertai dengan pendekatan teknologi, diplomasi internasional, dan pemberdayaan masyarakat lokal, akan dapat membantu Indonesia melindungi kekayaan lautnya. Selain itu, keberhasilan dalam memberantas IUU fishing juga akan berkontribusi pada kesejahteraan masyarakat pesisir yang bergantung pada laut untuk kehidupan mereka.

Bagaimana menurut Anda, apakah kebijakan yang ada sudah cukup efektif atau perlu ada perubahan? Mari berdiskusi bersama dan menemukan solusi terbaik untuk mengatasi masalah ini!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun