Pelik yang mencekik dan bahagia yang selalu menghadirkan tanda tanya
Di senja yang dikejar malam. Aku merenung membayangkan hidup yang kurasa pelik. Membayangkan dan terus berusaha untuk menemukan jalan untuk mencapai bahagia. layaknya senja yang terlanjur hilang tertelan malam. Bukannya solusi yang kudapat, tapi pelik malah semakin mencekik.
Tunggu dulu, apakah pelik harus dihindari ? bukannya pelik adalah sahabat terbaik yang selalu datang saat kau ada masalah. Sperti sepi yang selalu mendampingi saat kau ingin sendiri. Lalu kenapa dia harus dihindari ?
Tidak seperti si bahagia. Yang hanya datang saat kau senang lalu pergi setelah itu. Susah susah dicari dan diwujudkan, tapi pergi secepat senja di telan malam. Harusnya bahagia yang aku benci.
Ahhhh...
kenapa juga aku menyalahkan bahagia. Toh, salahku sendiri yang terlalu berharap pada dia. Si bahagia yang sebetulnya hanya sebuah imajinasi, imajinasi yang kuciptakan sendiri untuk menghibur diri dan kuciptakan sendiri untuk menghindari sang pelik. Nyatanya bahagia hanya mitos !
untukmu pelik. maafkan kehilafanku karena berusaha melupakanmu. Aku memang seboodoh itu, tak sadar bahwa kau selalu ada bahkan saat aku tidak membutuhkanmu.
Untukmu sepi, maafkan aku karena selalu berusaha menghindarimu. Aku memang setolol itu, tak sadar jika kau adalah yang paling setia. Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H