Mohon tunggu...
Fiqih Akhdiyatu Salam
Fiqih Akhdiyatu Salam Mohon Tunggu... Dosen - Writer

Nama: Fiqih Akhdiyatu Salam. Latar Pendidikan. Sarjana Ilmu Komunikasi, Jurusan Public Relations, dan Magister Ilmu Komunikasi, Jurusan Corporate Communication. Sebagai seorang akademisi dan penulis, saya memiliki minat yang kuat dalam berbagi ilmu pengetahuan melalui tulisan. Saya telah menulis berbagai tulisan diberbagai media tentang Ilmu Parenting, Media Massa, Politik, Propaganda, dan Komunikasi yang efektif di kehidupan sehari-hari. Saya bertujuan untuk berbagi ilmu pengetahuan yang saya miliki dengan masyarakat luas, serta meningkatkan kesadaran dan pemahaman tentang pentingnya komunikasi yang efektif dalam berbagai aspek kehidupan. Untuk informasi lebih lanjut, silakan menghubungi saya melalui fiqihucil24@gmail.com] atau IG FiqihAkhdiyatuSalam

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Menggapai Impian: Perjalanan Hidup Fiqih Akhdiyatu Salam. Bagian 1

1 Februari 2025   10:33 Diperbarui: 1 Februari 2025   15:55 123
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto Wisuda Magister, Sumber Paramadina.

Saya terlahir dari keluarga kecil, ayah bekerja sebagai tukang ojek pangkalan (opang), penghasilan beliau hanya 10-20 ribu sehari, wajar pada saat itu ramai dengan ojek online, tentu penghasilan opang berkurang drastis, sedangkan di dalam rumah kami terdiri dari 6 orang, dari ayah, ibu dan 4 saudara kandung. Untuk mendapatkan lauk, dan nasi, seringkali saya sebagai anak kedua harus mengalah kepada adik-adik saya.

Perkenalkan terlebih dahulu. Nama saya Fiqih Akhdiyatu Salam, 28 tahun, berasal dari Duren Jaya Bekasi Timur. Memiliki tubuh mungil sudah menjadi ciri khas saya. Maka tidak heran, saya kerap disapa dengan panggilan 'ucil'. Saya terkenal dengan kepribadian humoris, yang selalu ceria dimanapun saya berada.

Tentu, teman dan lingkungan terdekat saya tidak pernah mengira saya memiliki pengalaman pahit seperti direndahkan, dihina, bahkan menahan lapar, tentu kejadian ini sudah saya rasakan sejak saya di bangku sekolah SMP. 

Sejak kelas 1 SMP saya sudah menjadi korban bullying, di ejek dan dipukul sudah makanan saya sehari-hari. Saya berada dilingkungan yang cukup keras sejak di bangku SD, maka kekerasan fisik sudah dianggap biasa pada saat itu.

Saya sekolah di salah satu SMP Negeri di Kota Bekasi. Di sekolah ini terbilang cukup banyak siswa yang berasal dari keluarga privilige. Semua bisa dilihat dari kendaraan yang digunakan saat mereka berangkat sekolah, HP yang digunakan, uang jajan yang dimiliki. Tentu motor pada saat itu menjadi nilai lebih terutama bagi kalangan wanita. "Motor keren sudah pasti punya pacar, itulah kalimat yang selalu diucapkan pada anak jaman 90-an" hehe.

Setiap pulang sekolah pasti saya ke pos satpam terlebih dahulu, kenapa demikian? Iya, saya sudah mengetahui pasti sepeda saya diatas pohon, tentu saya tidak bisa mengambilnya sendiri, perlu bantuan. Saya tidak tau, kenapa kebiasaan jahil seperti itu selalu dilakukan terhadap saya?Hehehe, lucu dan kesal pokoknya setelah mengingat kejadian itu.

Melanjutkan kisah di masa SMK. Saya SMK di sekolah swasta, masih di Kota Bekasi. Tentu sekolah ini terkenal sebagai pendidikan yang keras, pukulan, cubitan, tendangan, sudah menjadi budaya pada sekolah ini. Karena sejak kecil mengalami kekerasan, tentu bagi saya ini hal yang biasa.

Di saat kelas 1 SMK, saya sudah bekerja ikut dengan om saya, saya pun tinggal di tempat kerja saya. Ini awal langkah kemandirian saya, yang ternyata berdampak sampai saat ini. Saya bekerja di corporat yang banyak mobilnya, iya benar, namanya STEAM atau tempat pencucian kendaraan roda dua maupun roda empat. Upah yang diterima saat itu 70 ribu dalam seminggu tergantung ramai dari mobil yang datang. Uang segitu cukup sekali bagi saya sekedar untuk makan dan jajan.

Teman-teman SMK saya, tentu lebih saya sukai daripada temen SMP. Karena temen SMK pada saat itu sangat perhatian, dan solid. Terkadang mereka datang ketempat kerja saya pada malam hari, hanya sekedar mengantarkan kopi maupun makanan ringan. Mungkin dia kasian kali dengan saya. Hehe. Mereka sungguh luar biasa dimata saya. 3 tahun berjalan, begitu banyak mata pelajaran yang tertinggal karena kelelahan mencari uang sambil sekolah. Tidak mudah memang, bekerja sambil sekolah itu. 

2 tahun setelah lulus sekolah SMK. Berbagai pekerjaan saya sudah lakukan dari menjadi tukang goreng pisang , tukang jus buah, tukang ojek, OB, dan tukang cuci piring di rumah makan.

Lingkungan baru setelah lulus SMK mampu merubah segalanya.

Saya masih teringat disaat teman-teman kerja saya bersiap-siap untuk berangkat ke kampus, tentu mereka setelah menyelesaikan pekerjaan langsung pamit untuk mengikuti perkuliahan. Perlakuan pimpinan kepada mereka pun sangat hangat dan excited, mungkin karena mereka seorang mahasiswa dan menjadi kebanggaan pimpinan dan kedua orangtuanya. Tentu perlakuan itu tidak saya dapati ditempat saya bekerja, bisa jadi, karena saya dianggap sebelah mata oleh mereka.

Saya sendiri hanya bisa terdiam, melihat mereka dengan rasa iri yang mendalam. Dua tahun lamanya, saya merasa seperti terjebak dalam kebuntuan, tidak tahu apa yang harus saya lakukan untuk mencapai impian saya. Perasaan itu tidak mungkin saya ceritakan kepada teman atau orang disekitar saya. Simpan dalam hati, berharap keajaiban datang, itulah yang ada di benak saya saat itu.

Setiap pendaftaran baru dibuka diberbagai kampus, saya hanya bisa melihat brosur tanpa mendaftarkan diri saya. Ya, tentu saya mendatangi kampus secara diam-diam, karena saya juga insecure kalau ada yang tau saya ingin mendaftar. Padahal saya hanya ingin tau berapa SPP-nya meskipun sadar diri belum bisa mendaftar pada saat itu juga.

Setelah saya berkeliling dan mencari, tidak ada kampus yang pada saat itu cocok dengan keuangan saya. Gaji yang kudapatkan hanya 1,6 juta, kebetulan saya masih memiliki angsuran motor 845 ribu sebulan. Sisanya kuberikan kepada orangtua. Mungkin setiap gajian saya hanya ambil 50 ribu untuk kebutuhan sehari-hari. Alhamdulillah makan dapat dari tempat bekerja.

Namun, peluang mulai bermunculan ketika saya memiliki banyak teman diluar teman pekerjaan saya, tentu mereka motivasi dan menyarankan saya untuk kuliah, betapa bahagianya saya ketika ada seseorang yang mengatakan itu kepada saya. Berbeda hal yang kurasakan ditempat kerja saya sendiri, tidak ada yang memotivasi saya untuk bisa berkuliah, seakan-akan saya tidak pantas menjadi seorang mahasiswa. Mungkin karena saya bukan keluarga yang berkecukupan dimata mereka dan hanya mereka yang harus pintar. Itulah suudzon saya pada saat itu.

"Ucil kuliah sana, biar jadi orang" ayo Ucil bisa" ungkapan itu disampaikan oleh beberapa wartawan senior yang ada di Kota Bekasi, tentu menjadi spirit bagi saya dan tidak menyerah dengan keadaan.

Berjalannya waktu, saya mengalami fase dimana saya frustasi, sehingga saya memutuskan tinggal dikontrakkan untuk melupakan keinginan saya menjadi seorang mahasiswa, ditambah orang tua tidak membantu saya samasekali, iya, saya sadar diri, beliau untuk makan sehari-hari saja masih kurang, bagaimana bisa membantu saya untuk biaya masuk kuliah. Keadaan itu yang membuat saya putus asa, ini menyadari saya bahwa saya tidak bisa mengejar mimpi saya. Saya menyalahkan diri saya karena terlahir keadaan miskin.

Bagaimana tidak, ternyata syarat mendaftar menjadi mahasiswa itu harus memiliki ijazah SMK, sedangkan ijazah saya masih ditahan karena masih ada tunggakan yang harus dilunasi. Tentu saya harus terlebih fokus dulu untuk melunasi. Yah.. semakin lama lagi deh menunggu. Ucapan dalam hati yang meneteskan air mata saat mengendarai motor. "Ya sudahlah, gak usah kuliah"ujar dalam benak saya.

Saya akhirnya bercerita kepada teman saya yang kebetulan jauh lebih dewasa secara umur, ucapan itu tidak saya pernah lupakan, ia bilang begini, "cil kita tidak tau skenario tuhan seperti apa" kalau memang Ucil ditakdirkan bisa berkuliah pasti kuliah" hatipun menjadi tenang saat ia menasehati saya seperti itu.

Ternyata curhatan saya beredar di berbagai media online. 5 menit berita itu tersebar, saya mendapati telepon dari orang nomor satu di Kota Bekasi, ia benar, itu bapak Wali Kota Bekasi. Saya bergegas disuruh ke ruangannya untuk menceritakan apa yang sudah saya alami. 

Setelah beberapa hari kemudian, ijazah SMK saya sudah ditangan Wali Kota, ternyata beliau memerintahkan Kepala Sekolah SMK saya untuk memberikan ijazahnya. Pada saat itu, saya gembira sekali, masih ada harapan untuk bisa kuliah, karena salah satu syarat kuliah sudah saya miliki.

Tanpa diduga, beberapa bulan kemudian saya menjadi seorang pegawai pemerintah, tentu ini tidak pernah saya bayangkan sebelumnya, selain itu juga saya mendapatkan kuliah dari Bapak Wali Kota. Namun, beasiswa yang diberikan kepada saya tidak saya ambil, karena saya ingin mandiri, lagian sudah mendapatkan pekerjaan yang baru. Tidak mau membebani beliau. 

2 Febuari 2018 saya sudah menjadi pegawai Pemerintah Kota Bekasi, 1 Maret 2018 sudah menjadi seorang mahasiswa.

Tidak sampai disini, masih panjang.. Lanjut bagian 2.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun