Mohon tunggu...
Fiqih P
Fiqih P Mohon Tunggu... Penegak Hukum - Semarakkan literasi negeri

Belajar menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Angin Malam 13 Tahun Lalu

25 Desember 2017   23:23 Diperbarui: 25 Desember 2017   23:38 958
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
paska tsunami: www.kompas.com

"Allahu Akbar.... Lailahaillallah Muhammadarrasulullah," ucapku berulang-ulang saat terjatuh dan masih merasakan getaran dahsyat waktu itu. Aku terluka parah

Meski bumi tak lagi berguncang, tetap saja aku sulit melanjutkan perjalanan.

"Air naik, air naik," orang-orang berlarian. Aku berfikir ini adalah air bah. Tapi jarak tempatku saat itu sangat jauh dari laut. Namun dalam fikiranku adalah Ine. Rumahnya sangat dekat dengan laut.

Aku bergegas kembali melanjutkan perjalanan menahan rasa sakit. Tapi nyatanya, air berkubik-kubik menghentikanku. Tampak dari kejauhan, tak mungkin bisa kutembus. Hanya deru angin dan langit yang mulai menghitam kurasa dan kutatap. Aku tak pernah lagi berjumpa dengan Ine sejak 13 tahun lalu.

Sei Rampah 25122017

Cerpen dibuat dalam memperingati Tsunami 26 Desember 2004

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun