"Pak Sandi.. Pak Sandi," panggil seorang pria yang matanya tertuju pada sosok pria yang duduk di sofa lobi hotel. Pria tersebut tak menoleh, memaksa pria tersebut mendekatinya.
"Pak Sandi, saya panggil dari tadi. silahkan masuk pak. Ini jam bapak menjadi narasumber," kata pria tersebut.
"Oh maaf, saya kira bukan panggilan untuk saya, nama depan saya Aidit. Mengapa kamu harus memanggil nama tengah saya," ucap Aidit sedikit menunjuk kekesalan.
"Maaf pak, nama depan bapak sulit saya ucap,"
"Kenapa? karena nama tokoh PKI?" timpal Aidit sambil berlalu dari pria tadi dan masuk ke dalam ruangan.
Saat menjadi narasumber dia pun  memperkenalkan dirinya.
"Moderator tadi belum lengkap memberi nama saya. Nama lengkap saya adalah Aidit Sandi Negara, bukan cuma Sandi Negara. Untuk moderator, kedepannya agar menyebut lengkap narasumber," ucapnya di depan peserta seminar.
Dr. Aidit pun mencurahkan kekesalannya lantaran banyak orang yang enggan menyebut nama depannya. Baginya, namanya adalah pemberian orang tua yang harus dijaganya setiap saat.
Seminar tentang epidiemologi setengahnya berubah menjadi pembahasan tentang namanya. Dr. Aidit tampak -Baper- lantaran orang-orang enggan memanggi nama depannya.
***
Wilayah tani dulu kala- seorang pria terduduk pasrah. Suara perempuan meraung kesakitan dari dalam kamar. Merunduk pria itu dengan tangisan di bawah pohon aren. Pohon aren yang ingin saja bergerak meminta pertolongan. Namun, akar menghalang jalannya. Lesu pohon aren itu melihat majikannya.
Bantaran sawah di depan rumah gubuknya. Bangau terlihat angkuh seakan ia yang menguasai seluruh petakan sawah. Pria tadi pun berdoa pada alam, agar ada seseorang yang membantu persalinan istrinya.
Jeritan semakin keras, pria tadi tak berbuat apa-apa. Pergi takut, tinggalpun hanya bisa pasrah. Tak disangka doa sang pria pada alam terkabul. Seseorang berjalan melihat wilayah tani bersama dua orang lainnya. Tampak oleh pria tadi. Ia pun meminta pertolongan.
"Tuan mohon bantuan untuk istri saya yang akan melahirkan,"
Pria itu pun sigap, menyuruh seorang yang bersamanya mengambil kendaraan. Itulah pertama kalinya ada kendaraan masuk ke wilayah itu. Selanjutnya membopong perempuan tadi masuk ke dalam mobil. Di bawanya ke tempat persalinan yang terdekat di wilayah itu.
Pada akhirnya lahirlah anak tadi dari perjuangan keras dengan selamat. Ibunya yang bahagia, sang ayah pun berterimakasih pada pria yang menolongnya. Pria itu bergegas pergi.
"Tuan, lihatlah anak kami terlebih dahulu,"
Dilihatnya bayi laki-laki tersebut, seketika ia mengucap kalimat seperti puisi.
"Kau datang dari jauh adik
dari daerah banjir dan lapar
membawa hati lebih keras dari bencana
selamat datang dalam barisan kita."
Puisi yang selalu diingat oleh sang ayah. Pria tadi pun meninggalkan uang kepada si ibu bayi dan berpamitan.
"Tuan bolehkah saya meminta nama tuan untuk bayi kami,"
"Aidit," jawabnya dan pergi tak lagi pernah terlihat oleh keluarga yang saat itu tengah berbahagia. Ayahnya pun melengkapi namanya dengan Aidit Sandi Negara yang kini pun telah menjadi aset bangsa.
***
"Panggil aku Aidit," ucapnya.
Selesai Aidit mengisahkan masa kelahirannya, barulah ia memulai materi yang akan disampaikannya pada forum seminar tersebut.
Lubuk Pakam 19/10/2017-hari genting-
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI