“Wah kalian seperti sahabatan aja, terus langgeng aja nih,” kata Jessica, saat kita menghadiri pesta pernikahan Saraswati.
Tapi semua itu berbeda, jika tak ada lagi teman-teman. Tak ada lagi saudara. Semuanya berbalik 360 derajat. Malah kurasa sangat mencekam, terlebih jika berdua denganmu. Tapi ketika cintamu datang lagi, kau sering mencandaiku. Mencolek kupingku secara diam. Kemudian, tiba-tiba menciumku.
Kenapa bisa seperti itu. Kau sungguh aneh suamiku. Ucapan talak sudah dua kali kau lontarkan. Jarak antara talak pertama dan kedua hanyalah satu Minggu. Sejak talak yang kedua, sudah empat bulan tak lagi terucap. Kuharap kau takut untuk mengucap talak yang ketiga.
***
Suami
Agar kau tahu. Kala cintaku muncul yaitu kala kau benar-benar sangat mempesona. Ketika kau telah berpenampilan menarik saatku pulang dari kantor. Saat rumah memang sudah benar-benar nyaman untukku beristirahat.
Sudah berulang kali kukatakan padamu, kalau aku pulang dari kantor, aku ingin suasana senyaman mungkin. Dua anak kita sudah bersih dan bisa kucium wangi minyak telon di tubuh mereka. Kini, rasa cintaku yang besar hanyalah pada anak-anakku.
Aku jujur, kuakui cintau padamu sudah berkurang. Maafkan aku. Tak mungkin ini kupendam bagaikan duri dalam daging. Soal Dewi, hingga kini kami masih saja berhubungan. Bahkan kami sudah menentukan masa depan kami untuk bersama.
Kau jangan sakit hati. Kuberikan kau kalung itu atas seruan Dewi. Dewi begitu mengerti perasaan perempuan dan tak ingin menyakitimu teramat dalam, meskipun hari ini kau akan benar-benar merasakan sakit.
Aku bersenggama denganmu juga karena nafsuku yang tak lagi terbendung. Dalam tatapanku, aku malah melihat Dewi. Aku mengkhayalkannya, karena ia begitu mempesona. Daya tariknya membuatku ingin segera memilikinya. Aku teramat naif menghadapi cintanya.
Wajar cintaku padamu berlangsung sporadis. Karena memang cinta itu hanya muncul sesekali dan sedikit kecilnya. Sedangkan sebanyak-banyaknya kini sudah milik Dewi. Kau jangan terkejut dan kuharap kau tabah mendengar jawabanku.