Lelaki paruh baya itu terdiam dan matanya berkaca-kaca. Baginya itu adalah hadiah yang sangat mewah. Bukan kali ini saja,bahkan sudah berkali-kali.
“Kenapa kau begitu baik pada ayah yang bukan darah dagingmu Sat?”
“Kenapa ayah yang bertanya seperti itu. Satrialah yang bertanya, kenapa ayah memberikan kasih sayang yang dahsyat pada Satria yang bukan anak biologis Ayah?”
“Waktu kecil, ayah yang selalu membolo Satria. Ayah yang selalu memberikan yang terbaik buat Satria. Bahkan Satria tak pernah cemburu dengan Dian anak kandung ayah.Terkadang malah Satria lebih merasa disayang ketimbang Dian,”
Satria berucap sambil memeluk ayah tirinya. “Ya sudah yah, terima saja ini,”
“Ayah merasa tak pantas menerimanya Sat,”
“Kenapa ayah tak mau menerima hasil jerih payah Satria. Sekarang begini,coba ayah jawab dulu pertanyaan Satria tadi. Kenapa ayah begitu menyayangi Satria yang bukan anak biologis Ayah,” tanya Satria lagi.
Satria juga menuturkan, bahwa kebanyakan ayah tiri itu tidak memperdulikan anak tirinya. Namun berbeda dengan lelaki tersebut. “Coba ayah jawab?”
“’Karena ayah begitu mencintai ibumu. Dalam jiwamu ada sebagian jiwa ibumu. Sebagian jiwa itulah yang selalu ayah sayangi hingga kini. Hingga ibumu sudah tiada. Matamu yang menurunkan mata ibumu selalu mewajibkan ayah memberikan kasih sayang sebagaimana orang tua kandungmu,” tutur pria tersebut.
“Terimakasih yah. Bahkan Satria juga tak tahu akan menjadi seperti apa, jika ayah tak datang di kehidupan Satria dan ibu. Satria sangat berterimakasih, jadi terimalah hadiah Satria ini yah,”
Ayah tiri itu tersenyum pada anak tirinya. “Ya sudah ayo kita keliling naik mobil baru,”