Mohon tunggu...
Fiqih Purnama
Fiqih Purnama Mohon Tunggu... PNS -

Penulis Menulis

Selanjutnya

Tutup

Politik

Beda antara Menghina dan Mengkritik Presiden

28 Agustus 2016   10:33 Diperbarui: 28 Agustus 2016   13:16 40
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Meme Penghinaan Jokowi Sumber: Merdeka.com

BEGINILAH jadinya jika keberadaan dunia maya tidak dimanfaatkan pada hal yang positif. Membuat hinaan-hinaan yang sebenarnya tak lucu. Presiden yang mengenakan kostum adat batak saat menghadiri Karnaval Kemerdekaan Pesona Danau Toba dicemooh.  Akun Facebook Nunik Wulandari II mengundang beragam komentar.

Lalu Meme “Orang Stres” di upload Andi Redani Putri Bangsa. Padahal Presiden RI ke 7 berniat baik mengunjungi Sumatera Utara dengan mengenakan kostum khas. Presiden yang notabene orang Jawa menerima untuk memakai pakaian adat Batak. Lalu kenapa harus dihina?. Maka insyaflah segera.

Akhirnya aksi penghinaan tersebut berujung pada pelaporan ke Polda Sumut oleh Ketua salah satu Paguyuban Batak Lamsiang  Sitompul. Nah hal inilah yang harus dicerna oleh pihak-pihak penghina Joko Widodo yang dimulai sejak Pilpres 2014. Pilpres itu telah memecah dukungan masyarakat Indonesia lantaran hanya ada dua calon.

Kekuatan besar saling berkontradiksi terutama dalam dunia maya. Kita ketahui, dunia maya ini memiliki jumlah yang tak pasti. Lantaran banyaknya akun-akun ganda. Sehingga provokasi di dunia maya melebihi provokasi di dunia nyata. Satu orang bisa memiliki lima hingga puluhan akun. Hanya demi provokasi dalam hal ini untuk menghina Presiden.

Jokowi punya massa

Namanya saja Presiden yang terpilih di arena politik. Tentunya ada dukungan, ada massa dan memiliki loyalis yang tak bisa kita ukur kesetiaannya. Bahkan massa tersebut bakal siap mati jika sosok yang didukungnya dihina. Jangankan itu, pertempuran antar organisasi massa saja sering terjadi, apalagi yang berbau Presiden.

Maka para pencemooh dan penghina Presiden belumlah memahami arti demokrasi. Demokrasi merupakan instrument pada upaya penempatan kedaulatan rakyat di atas segala-galanya. Dalam artian Presiden yang terpilih lebih dari 50 persen masyarakat Indonesia merupakan suprastruktur politik.

Jokowi mampu mempengaruhi puluhan juta pasang mata masyarakat. Sehingga terbentuklah sebuah pemerintahan baru yang telah teruji oleh konstitusi bahwa itu adalah pencapaian yang sah. Tak lagi bisa diganggu gugat terkecuali sang Presiden melanggar konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Namun penghina sendiri berangkat dari pentas demokrasi 2014 lalu. Kenapa 2014?. Karena sebagaimana uraian di atas. Hanya dua kekuatan besar yang bertarung. Siapa yang tidak mengagumi Joko WIdodo kala menjadi Walikota dan Gubernur. Semuanya menggelu-elukan Joko Widodo.

Namun, karena kekalahan salah satu masa pendukung, kebencian menjadi paling terdepan diarahkan kepada Presiden ke 7 Indonesia. Maka jelaslah ketidakpahaman masyarakat terutama penghina Presiden akan sebuah demokrasi. Ketidakpahaman ini harus segera dinetralisir, lantaran akan sangat berbahaya pada proses demokrasi kita kedepan.

Mengapa bahaya?

Kita bayangkan saja. Pemilihan Presiden merupakan kedaulatan rakyat. Kemudian setelah mendapatkan hasilnya, massa yang berbeda dukungan malah menghina hasil politik tersebut. Artinya kedaulatannya sendiri yang dicemooh. Hasil dari sebuah alam demokrasi dicemoohnya. Seharusnya pada Era Reformasi seluruh masyarakat harus bahagia dan menjaga demokrasi dengan sebaik-baiknya.

Hal tersebut merupakan bagian dari pengawalan demokrasi. Jangan sampai perbedaan pilihan itu membuat demokrasi kita kembali pada masa yang kelam. Dimana kedaulatan kita harus diwakilkan dalam memanifestasi suprastruktur politik. Kemajuan dalam demokrasi langsung ini jangan lagi ada hinaan-hinaan pada hasilnya.

Yuk!!! “Hina” Jokowi

Bagaimana dengan tawaran saya pada sub judul terakhir?. Maukah kita untuk menghina suprastruktur politik hasil dari kedaulatan rakyat, yakni kita sendiri. Kita yang melakukan, kenapa kita yang harus menghina. Padahal kita hidup bukanlah individual melainkan bernegara. Kita di Negara dan bersosial.

Sudah sangat jelas, Menghina Presiden adalah menghina kedaulatan kita sendiri. Yuk mari, kita hina kedaulatan kita.  Hukuman bagi penghina Presiden, bukan berarti sebagai upaya untuk membuat Presiden kebal. Sangatlah beda antara menghina dan mengkritik. Di Era Jokowi mengkritik adalah hal yang sangat dibebaskan.

Tidak dengan menghina. Semua manusia akan marah jika dihina. Tapi dengan mengkritik. Marilah kita memperbanyak mengkritik Presiden melalui media-media massa dan dunia maya yang luas kini, namun mari kita stop menghina Presiden. Stop juga menghina orang lain. Mari kita tunjukkan pada dunia bahwa Indonesia merupakan Negara Demokrasi yang baik.

Jaga Kedaulatan Kita

Akhir tulisan, penulis ingin menyampaikan agar mari bersama-sama kita menjaga kedaulatan kita. Jangan sampai kita masuk pada pemerintahan-pemerintahan yang diktator karena belum cerdasnya kita menjadi masyarakat demokrasi yang baik. Dijaga terus pemilihan model langsung seperti sekarang ini.

Oleh karena itu, hasil pemilihan langsung ini sekali lagi penulis mengingatkan agar jangan ada penghinaan. Mari kita membanggakan Presiden kita di mata dunia. Masyarakat Indonesia di mata dunia, yang dilirik adalah Presidennya. Jika ada kekurangan dari sosok pemimpin kita, maka mari kita tambal kekurangan itu dengan masukan dan kritikan.

Penulis. PNS Kejaksaan RI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun