Mohon tunggu...
Fiqih DarlieM
Fiqih DarlieM Mohon Tunggu... Duta Besar - Freelance

Tulisan apa saja

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Di Balik Sinaran Cahaya Kunang-Kunang Mulai Hilang Diambang Kepunahan

26 Agustus 2019   13:36 Diperbarui: 26 Agustus 2019   18:33 158
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lampyridae"Sinaran Si Pembawa cahaya" Interaksi antara serangga dengan manusia sudah berlansung sejak manusia ada dan hidup di dunia. Termasuk dengan Si serangga kecil yang memikat ini, bernama latin lampyridae, yaitu jenis serangga yang mengeluarkan sinaran seperti lampion kecil menghiasi gelap dengan bias cahaya dari tubuhnya. Hewan yang biasa disebut kunang-kunang ini termasuk makhluk hidup yang aktif menampakkan diri di malam hari. 

Beberapa tahun belakangan kunang-kunang yang masih banyak kita temui di sekitaran rumah di desa dan perkampungan, hinggap dan berkedip di taman pagar kayu rumah, di sela rerumputan, dan di antara dedaunan rimbun pohon pedesaan. Namun akhir-akhir ini kita sudah mulai jarang melihat keberadaannya apalagi menyentuh sinaran kecil pada tubuhnya. 

Lalu sekarang apakah cahaya tersebut masih sering kita jumpai di desa? Apakah kunang-kunang dengan sinaranya sekarang masih ada? Di manakah kunang-kunang sekarang berada tempat singgah berkedipnya? Apakah kunang-kunang sekarang masih menulis cerita bersama gelapnya desa? Atau mungkin mereka lupa menghidupi lampunya, lampu di ekor belakang yang sering bercengkarama, kedipan-kedipan kuning nan indah di antara ranting kecil kering rerumputan. Mungkin kamu tahu alasan kenapa ia lupa menghidupkan lampunya? Atau jangan-jangan ia memang sudah mulai tiada?

Jika kita ingat dan kembali ke suasana desa, kala matahari mulai tenggelam berganti gelap sudah menampakan diri, kita mendengar suara anak-anak desa mulai ribut dan melangkah berjalan ke suraunya, di saat dan di jam yang sama kunang-kunang pun mulai ribut dan berkeliaran dengan kedipan lampu-lampu nan indah. Menggoda para tangan-tangan kecil untuk mengejar kilauan tubuh kerdil dan rapuh sayapnya. 

Sarung di pinggang dan peci di kepala sang anak di jadikan sarang kedua bagi sang kunang-kunang, setelah di tangkap di bawa lalu dibiarkan terbang dengan sendirinya. Terkadang mengejar kunang-kunang menjadi penyebab hukuman dari guru mengaji dari sekumpulan anak nakal yang terlambat untuk solat magrib di surau. Kunang-kunang mungkin sebuah kenangan yang ada di antara masa lalu desa. Entah sekarang sudah menjadi masa lalu atau masih ada, entahlah..

Apakah kita pernah bertanya dan coba munculkan pertanyaan untuk selanjutnya kita jawab: apakah penyebab mulai hilangnya kunang-kunang? Kenapa kunang-kunang hilang dengan kenangannya? Mengapa kunang-kunang sudah jarang dijumpai di tangan kecilnya anak desa?

Coba mulai kita mencari jawaban dengan rumusan pertanyaan yang ada. Racun apa yang menghilangkanya nyawanya, senyawa apa yang mematikan tubuh kecilnya, hewan buas apa yang memakanya, atau mungkin gelap malam mematikan lampu di ekornya?

Tapi secara nalar dan pemikiran selintas mungkinkah udara telah menyesakan dadanya? Ya mungkin saja, kita tahu udara kejam kota sudah tak sungkan merasuk ke segar udaranya desa. Polusi menjadi penyebab utama. Beribu-ribu zat kimia perusahaan, asap bahan bakar mesin-mesin diesel, knalpot motor dan mobil menghantui kerongkongan kunang-kunang kecil yang dulu bahagia. Belum lagi desa dan hutnanya sudah di jala sang jagoan, dikerumuni asap bekas bakaran kayu dan bekas tebangan hutan dari sang pemilik.

Ya, siapa yang akan kita persalahkan? Ya harusnya kita menjawab sendiri segala pertanyaan yang kita buat sendiri. Dua tangan manusia yang ambisilah di antara penyebab hilangnya kunang-kunang kecil ini. 

Ya, memang ambisi kita menciptakan mesin-mesin dengan asapnya. Mengalirkan udara kimia melalui corong pipa ke langit luas. Lalu hasil akhirnya segala hewan kecil termasuk manusia di serang dadanya. 

Kenapa kita belum sadar juga bahwa bumi membutuhkan kesadaran, agar semuanya belum terlambat menjadi kenangan dimakan waktu seperti kunang-kunang yang sudah mulai hilang, jangan biarkan kunang-kunang dan hewan lainnya dijadikan kenangan yang menjadi tiada dan hanya ada dalam cerita cerita senja.

dokpri
dokpri

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun