Mohon tunggu...
Bung Fiqhoy
Bung Fiqhoy Mohon Tunggu... Freelancer - Penikmat sastra dan jelajah rasa

Bangunlah Jiwanya, Bangunlah Badannya untuk Indonesia Raya

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Akhirnya Terungkap! Ada Proklamasi Kemerdekaan Sebelum Soekarno-Hatta, Kapan dan Dimana?

13 Agustus 2024   23:19 Diperbarui: 13 Agustus 2024   23:26 149
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Gorontalo, terkenal dengan sebutan Serambi Madinah, merupakan salah satu daerah di Nusantara yang mencatatkan sejarah penting dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia. Daerah yang letaknya diapit oleh dua perairan strategis ini, yaitu Laut Sulawesi dan Teluk Tomini, berhasil memerdekakan diri lebih dahulu sebelum Proklamasi Soekarno – Hatta pada tahun 1945. 

Berikut beberapa catatan sejarah Gorontalo yang perlu dipelajari oleh generasi muda masa depan.

Hari Patriotik Proklamasi Gorontalo, 23 Januari 1942

Menariknya, Gorontalo telah memproklamasikan kemerdekaan Indonesia, tiga tahun lebih awal dari Proklamasi 17 Agustus 1945. Proklamasi Gorontalo dibacakan oleh Abdullah Wartabone yang kemudian dikenal dengan nama Nani Wartabone, seorang petani pejuang dari Suwawa, sebuah daerah di timur Gorontalo. 

Ia kemudian ditemani oleh Koesno Danupojo, seorang Guru Pejuang dari Surakarta yang telah menikah dan memiliki istri bernama Moen Hippy, seorang pejuang perempuan dan tokoh terpelajar Gorontalo. 

Nani dikenal perjuangannya melalui Jong Gorontalo, sedangkan Koesno melalui GAPI (Gabungan Politik Indonesia), ia adalah ketua GAPI Gorontalo pada saat itu (Dalam catatan sejarah, Koesno kemudian menjadi Gubernur Lampung pertama, sedangkan Nani Wartabone menjadi Residen Sulawesi Utara). 

Kedua tokoh yang dikenal dengan sebutan Sang Proklamator dari Timur ini pun merupakan punggawa utama dari Komite Dua Belas yang turut merancang jalan kemerdekaan Indonesia dari tanah Gorontalo. Adapun para anggota Komite 12 adalah Abdullah (Nani) Wartabone (Ketua), R. M. Kusno Dhanoepojo (Wakil Ketua), Oe H. Buluati, A.R Ointoe, Usman Monoarfa, Usman Hadju, Usman Tumu, A.G. Usu, M. Sugondo, R.M Dhanu Watio, Sagaf Alhasni dan Hasan Badjeber.

Proklamasi Gorontalo adalah Indonesia Merdeka!

Arsip Sejarah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia di Gorontalo, yang kemudian dikenal sebagai Hari Patriotik 23 Januari 1942 (Sumber: Wikimedia/FR)
Arsip Sejarah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia di Gorontalo, yang kemudian dikenal sebagai Hari Patriotik 23 Januari 1942 (Sumber: Wikimedia/FR)
Dengan adanya kesempatan memrpoklamasikan kemerdekaan, Nani Wartabone bersama para tokoh pejuang di Gorontalo justru lebih memilih memperjuangkan kemerdekaan atas nama Negara Indonesia daripada memerdekakaan daerahnya sendiri menjadi negara yang bebas dan berdaulat. Pilihan ini tentu menggambarkan bahwa cita-cita luhur rakyat Gorontalo sejak dahulu adalah lepas dari penjajahan Belanda dan mendirikan negara berdaulat, yaitu Indonesia. 

Konsep negara Indonesia yang pondasinya telah ditegaskan oleh rakyat Gorontalo sejak 1942, menjadi bukti bahwa mimpi negara republic Indonesia yang terpatri sejak Sumpah Pemuda 1928 adalah cita-cita luhur bersama seluruh elemen rakyat di Nusantara. Konsep persatuan nasional yang digagas sejak lama ini pun pada akhirnya dicetuskan secara lantang dari bumi Gorontalo.

Teks Proklamasi Gorontalo, 23 Januari 1942

Pada hari ini tanggal 23 Januari 1942,
Kami Bangsa Indonesia yang berada di sini
Sudah merdeka bebas, lepas dari penjajahan bangsa manapun juga

Bendera kita Merah Putih,
Lagu kebangsaan kita adalah Indonesia Raya,
Pemerintah Belanda sudah diambil alih Pemerintah Nasional

Atas nama segenap rakyat,

Ketua Komite Duabelas,
Nani Wartabone.

Bendera Pusaka Merah Putih asli yang dikibarkan di Gorontalo, 23 Januari 1942 (Sumber: Wikimedia/FR)
Bendera Pusaka Merah Putih asli yang dikibarkan di Gorontalo, 23 Januari 1942 (Sumber: Wikimedia/FR)

Sekali ke Djogja tetap ke Djogja!

Semboyan Sekali ke Djogja tetap ke Djogja dilontarkan oleh salah satu Senator Gorontalo, Ayuba Wartabone dalam forum Parlemen Indonesia Timur. Semboyan ini kembali menjadi bukti tegas rakyat Gorontalo yang tetap ‘setia hingga akhir’ dengan adanya Pemerintahan Nasional di Jogjakarta, yang saat itu menjadi ibukota negara Indonesia. 

Meskipun Sulawesi saat itu tengah bergolak dengan adanya protes dengan kebijakan Pemerintahan Nasional hingga meningkat pada isu separatisme dan upaya memisahkan diri, seperti halnya gerakan PERMESTA, namun lagi-lagi Gorontalo menunjukkan kesetiaannya untuk tetap bergabung dalam pemerintahan resmi dibawah bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). 

Kesetiaan ini kemudian ditunjukkan dengan bergabungnya rakyat Gorontalo dibawah komando Nani Wartabone yang kemudian membentuk Pasukan Rimba untuk menumpas perlawanan PERMESTA di bumi Gorontalo. Pasukan Rimba kemudian dibantu oleh pasukan Batalyon 512/Brawijaya dari Jawa Timur yang dipimpin oleh Kapten Acub Zaenal, dan Batalyon 715/Hasanuddin, Sulawesi Selatan, yang dipimpin Kapten Piola Isa (Kapten Piola Isa adalah putra asli Gorontalo yang dalam perjalanan karirnya kemudian berhasil meraih pangkat Brigadir Jenderal TNI AD). Ketiga pasukan gabungan ini kemudian berada dibawah kendali Operasi Sapta Marga II, dibawah komando Mayor Agus Prasmono.

Nani Wartabone menerima penghargaan dari Letjen A. H. Nasution, didampingi oleh Brigjen Gatot Subroto, dkk (Sumber: Wikimedia/FR)
Nani Wartabone menerima penghargaan dari Letjen A. H. Nasution, didampingi oleh Brigjen Gatot Subroto, dkk (Sumber: Wikimedia/FR)

Gorontalo sekali lagi harus Merdeka!

Gorontalo sejatinya telah 3 kali merasakan kemerdekaan. Dimulai pertama kali Merdeka dari Animisme dan Dinamisme, terhitung sejak Islam secara resmi menjadi agama Kerajaan pada abad ke-16 yang kemudian merubah tata pemerintahan menjadi Kesultanan Gorontalo. Kedua, Gorontalo merasakan kemerdekaan dari penjajah Belanda pada tahun 1942. Ketiga, Gorontalo pada akhirnya memerdekakan dirinya menjadi sebuah Provinsi baru di bagian utara pulau Sulawesi pada tahun 2000.

Jika ditarik dalam konteks saat ini, Gorontalo pun masih harus memerdekakan diri sekali lagi dari kemiskinan dan kesenjangan yang masih cukup tinggi, meskipun disisi lain, daerah ini juga menjadi salah satu daerah yang tingkat kebahagiaan masyarakatnya tertinggi di Indonesia. Dari data BPS di awal tahun 2024, angka kemiskinan untuk Provinsi Gorontalo pada Maret 2024 sebesar 14,57 persen atau sebanyak 177,99 ribu orang. Persentase angka kemiskinan ini pun akhirnya menempatkan Gorontalo sebagai salah satu provinsi termiskin di Indonesia.

Seperti Singapura, investasi masa depan terbaik bagi Gorontalo adalah Sumber Daya Manusia!

Dengan meningkatkan kualitas pendidikan, keterampilan, dan kesehatan bagi masyarakat Gorontalo, tentu dapat memperkuat fondasi ekonomi daerahnya secara berkelanjutan. Dalam hal ini, pendidikan yang baik akan menciptakan tenaga kerja yang terampil dan inovatif, sementara kesehatan yang optimal memastikan produktivitas yang tinggi dan mengurangi biaya sosial. 

Pemerintah Daerah bersama dengan Pemerintah Pusat seyogyanya dapat berinvestasi langsung di Gorontalo dengan menambah institusi ikatan dinas di sektor-sektor unggulan, seperti halnya pembukaan sekolah-sekolah ikatan dinas unggulan, seperti Politeknik Maritim Negeri di Gorontalo Utara untuk mempersiapkan SDM yang akan menunjang Pelabuhan Utama Anggrek sebagai hub logistik di bagian utara Indonesia, Politeknik Pertanian Negeri dan Politeknik Pertahanan Negeri di Kabupaten Gorontalo untuk mempersiapkan SDM pertanian dan pertahanan yang akan menunjang ketersediaan pangan dan keamanan di Semenanjung Utara Indonesia hingga menunjang kebutuhan pangan dan pertahanan di IKN Nusantara, Politeknik Pariwisata Negeri di Kabupaten Bone Bolango yang dapat mendukung sektor ekowisata unggulan Gorontalo (mulai dari wisata hiu paus, bunga karang salvador dali, situs babi rusa dan tarsius, situs migrasi burung di danau limboto, hingga penangkaran burung maleo), hingga Politeknik Penerbangan Negeri yang dapat didirikan di Bandara Panua, Kabupaten Pohuwato yang baru saja diresmikan Presiden Joko Widodo tahun ini sebagai salah satu bandara perintis di Kawasan Teluk Tomini dan diproyeksikan sebagai penunjang transportasi udara menuju IKN Nusantara.

Ilham Habibie didampingi Gubernur Gorontalo dan istri berfoto di depan Monumen B. J. Habibie di Gorontalo (Sumber: Kompas.com/Salman)
Ilham Habibie didampingi Gubernur Gorontalo dan istri berfoto di depan Monumen B. J. Habibie di Gorontalo (Sumber: Kompas.com/Salman)

Dengan kolaborasi dari semua pihak dengan cita-cita membangun Gorontalo Unggul untuk Indonesia Emas 2045, bukan tidak mungkin jika bumi Gorontalo akan mampu mencetak kembali tokoh-tokoh Gorontalo yang berhasil di kancah nasional hingga internasional, seperti B. J. Habibie (Presiden ke-3 dan Bapak Teknologi Dirgantara), John Ario Katilie (Bapak Geologi Indonesia), Hans Bague Jassin (Paus Sastra indonesia), Jusuf Sjarief Badudu (Pakar Linguistika Indonesia), dan Thayeb Mohammad Gobel (Pelopor Industri Elektronika Indonesia).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun