Mohon tunggu...
Fiqhifauzan Firdaus
Fiqhifauzan Firdaus Mohon Tunggu... Wiraswasta - Cirebon, Jawa Barat

Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Ada Apa dengan Venezuela?

6 Juni 2019   13:11 Diperbarui: 6 Juni 2019   22:07 3021
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi dokumentasi pribadi

Pilot

Telah sejak lama negara Venezuela di Amerika Selatan terkenal dengan kekayaan minyak bumi. Kekayaan minyak bumi pernah mengantarkan negara Venezuela sebagai negara makmur. Supply minyak bumi Venezuela untuk pasokan ke seluruh dunia bahkan melebihi negara Arab Saudi.

Di tahun 1960, Venezuela bersama Iran, Iraq, Kuwait, dan Arab Saudi mendirikan Organization of the Petroleum Exporting Countries (OPEC). Sebagai penyedia minyak bumi ke seluruh penjuru dunia, OPEC dapat mempengaruhi pergerakan harga minyak bumi dunia. Seiring berjalannya waktu, harga minyak dunia mengalami kejatuhan akibat beralihnya penggunaan teknologi yang lebih ramah lingkungan.

Kekayaan minyak bumi yang berlimpah, menjadikan pemerintah Venezuela terlena. Pemerintahan Venezuela hanya memfokuskan ekspor minyak bumi sebagai motor penggerak perekonomian. Di saat banyak negara berfokus pada pembangunan infrastruktur, SDM, perdagangan, manufaktur, telekomunikasi, e-commerce hingga pengembangan artificial intelligence, negara Venezuela justru masih terus gagal move on dan berharap pada romantisme ekspor komoditas minyak bumi.


Terlebih lagi, kondisi pemerintahan Venezuela yang sangat korup menjadikan para investor enggan untuk berinvestasi di Venezuela. Korupsi, pemerasan, penyalahgunaan kekuasaan, hingga kasus pelanggaran HAM menjadi masalah kronis di Venezuela.

Berbagai macam kasus skandal korupsi dan pelanggaran HAM semakin memburuk di era pemerintahan Presiden Hugo Chavez dari tahun 1999 sampai 2013. Bahkan, di tahun 2013 The Global Corruption Barometer yang melakukan survey menggunakan opini publik, menyebutkan bahwa Venezuela sebagai negara paling korup di dunia.

Dualisme Pemerintahan


Tahun 2013, Presiden Hugo Chavez meninggal dunia akibat penyakit kanker. Secara konstitusi, posisinya digantikan oleh Wakil Presiden Nicolas Maduro. Setelah meninggalnya Presiden Hugo Chavez, kondisi perpolitikan di Venezuela semakin tidak stabil.

Kondisi tersebut semakin diperparah dengan terjadinya perebutan kekuasaan dan sengketa pemilu antara kubu petahana Socialist Party dan kubu oposisi Democratic Unity Party. Kubu sosialis yang telah berkuasa sejak masa Pemerintahan Presiden Hugo Chavez dinilai gagal dan memiliki banyak kasus korupsi oleh kubu oposisi.

Presiden Nicolas Maduro yang menganut paham sosialis, ingin menjadikan kekayaan minyak bumi Venezuela digunakan sepenuhnya oleh rakyat dan membantu dalam proses  pemberantasan kemiskinan di Venezuela. Maduro ingin melakukan nasionalisme terhadap hak atas kekayaan negara, yaitu minyak bumi. Sementara kubu oposisi berpandangan sebaliknya.

Perebutan kekuasaan semakin memanas, setelah terjadi sengketa pemilu. Kemenangan Nicolas Maduro di pemilu, dinilai tidak mewakili suara keseluruhan karena banyak kubu Democratic Unity Party yang tidak ikut berpartisipasi. Hal tersebut menjadikan kubu oposisi, Democratic Unity Party mendeklarasikan Juan Guaido sebagai Presiden Interim Venezuela.

Status Venezuela sebagai negara pengekspor minyak mentah terbesar di dunia, menyebabkan banyak pihak yang ingin terlibat dan ikut campur dalam urusan pribadi perpolitikan di Venezuela. Kubu Socialist Party didukung oleh Rusia, China, dan Spanyol (sebagai negara bekas jajahan). Sementara itu, kubu Democratic Unity Party didukung oleh Amerika Serikat dan 50 lebih negara dari seluruh dunia.

Krisis Venezuela


Permasalahan politik dan ekonomi tersebut, pada akhirnya mengantarkan Venezuela ke dalam jurang krisis. Kondisi tersebut semakin diperparah dengan banyaknya kasus kemiskinan, kelaparan, dan berbagai virus penyakit yang mengganggu kesehatan rakyat Venezuela.

Selama terjadi perebutan kekuasaan, akses terhadap suplai makanan dan obat-obatan dari perbatasan Kolombia dibatasi. Amerika Serikat juga melakukan embargo (pelarangan perdagangan) dengan Venezuela, terutama embargo terhadap minyak bumi. Venezuela juga mengalami kelangkaan mata uang Bolivar untuk bertransaksi. Ada beberapa pihak atau oknum yang dinilai sengaja membawa mata uang Bolivar dalam jumlah banyak ke wilayah perbatasan.

Hal tersebut menyebabkan wilayah tengah di Venezuela kekurangan pasokan uang tunai. Kondisi semakin diperparah, akibat sejak dahulu negara Venezuela tidak ramah terhadap dunia bisnis dan hanya berfokus pada ekspor minyak bumi. Rakyat mereka banyak yang tidak memiliki kartu debit atau kartu kredit untuk bertransaksi.

Sementara itu, jumlah uang di perbatasan semakin banyak dan menyebabkan harga-harga melambung tinggi (hyperinflation). Untuk menangani kekurangan uang tunai di wilayah tengah, maka Bank Sentral Venezuela terus menerbitkan mata uang Bolivar. 

Hal tersebut justru semakin menambah banyak jumlah uang yang beredar di Venezuela. Banyaknya jumlah uang tunai dan terbatasnya pasokan kebutuhan sehari-hari dari wilayah perbatasan menyebabkan inflasi yang sangat tinggi (hyperinflation).

Bahkan hyperinflation di Venezuela menyebabkan harga-harga barang kebutuhan menjadi tidak terjangkau. Presiden Maduro menerbitkan mata uang cryptocurrency untuk menanggulangi hyperinflation dan kekurangan uang, serta menggantikan uang Bolivar yang lama. Namun, kembali tidak diakui dunia internasional, khususnya Amerika Serikat. Banyak masyarakat yang menggunakan US Dollar dan Euro untuk melakukan transaksi.

Sungguh memilukan, hingga pada akhirnya rakyat Venezuela menggunakan sistem barter dalam bertransaksi untuk menggantikan mata uang Bolivar. Kembalinya rakyat Venezuela menggunakan sistem barter menandakan ketidakpercayaan terhadap mata uang mereka. Hal tersebut menunjukan keruntuhan ekonomi di sebuah negara.

Pembelajaran


Krisis Venezuela menunjukan bahwa pentingnya kestabilan politik dan ekonomi di sebuah negara. Sudah sepatutnya para pemimpin negeri untuk saling berlapang dada dalam menyikapi hasil pemilu. Jangan sampai terjadi dualisme pemerintahan seperti di Venezuela. 

Kepentingan seseorang atau beberapa kelompok tidak boleh sampai mengorbankan kepentingan rakyat banyak. Negara dan rakyat Indonesia harus tetap bersatu dan tidak boleh terpecah belah.

Referensi:

Venezuela
Barter and dollars the new reality as Venezuela battles hyperinflation
Transparency
Venezuela crisis: Facts, FAQs, and how to help


HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun