Pendidikan merupakan pondasi dasar dalam aspek kehidupan manusia sebagai makhluk hidup yang memiliki akal adan pikiran. Melalui pendidikan, seseorang dapat mengalami perubahan serta perkembangan dalam kemampuan serta ilmu pengetahuan yang ada pada dirinya. Maka dari itu, penting bagi setiap individu untuk menanamkan urgensi memperoleh pendidikan. Setiap individu di masyarakat dapat ditempuh melalui pendidikan formal dan non formal.
Pendidikan adalah hak setiap warga negara. Peraturan mengenai hak dan kewajiban untuk memperoleh pendidikan bagi masyarakat Indinesia telah tertuang, misalnya, di beberapa pasal dalam Undang-Undang Dasar 1945. Seperti pada Pasal 28C ayat (1), Pasal 28E ayat (1), dan Pasal 31 UUD 1945. Sebagai salah satu langkah utama untuk melakukan pemerataan pembangunan pendidikan, Pemerintah Indonesia memiliki program pendidikan wajib belajar. Sejak diberlakukannya program wajib belajar, Indonesia sudah mulai meningkatkan Angka Partisipasi Sekolah di Indonesia. Pengertian dari Angka Partisipasi  Sekolah menurut BPS (www.bps.go.id) adalah rasio anak yang sekolah pada kelompok  umurtertentu terhadap jumlah penduduk padakelompok umur yang sama. Untuk mencapai tujuan program ini, tentu tidak hanya bergantung pada pemerintah. Namun juga kesadaran masyarakat akan pentingnya pendidikan dan juga kesadaran untuk berpartisipasi dalam pendidikan Indonesia.
Dinamika pendidikan Indonesia memang tidak pernah ada habisnya untuk dibahas. Pemerintah sudah sejak lama melaksanakan program wajib belajar dan juga sosialisasi di kalangan masyarakat sudah digencarkan. Kemudian banyak pula kalangan masyarakat ikut bekerja sama dengan pemerintah untuk berpartisipasi dalam pendidikan. Namun, hal tersebut bukan berarti pendidikan Indonesia bebas dari kendala. Salah satu tantangan pendidikan di Indonesia adalah fakta bahwa saat ini masih ada kalangan masyarakat yang mengalami putus sekolah. Tingkat fenomena putus sekolah ini dapat dilihat dari Angka Putus Sekolah. Abdul Hakim, pada jurnal penelitiannya, mendefinisikan Angka Putus Sekolah sebagai gambaran tangkat putus sekolah pada suatu jenjang pendidikan dan merupakan proporsi anak usia  sekolah yang sudah tidak sekolah  lagi atau tidak menamatkan suatu jenjang pendidikan  tertentu. Fenomena ini dapat disebabkan oleh berbagai faktor, mulai dari tingkat ekonomi masyarakat, kurangnya kesadaran akan urgensi pendidikan anak, faktor keterbatasan geografis, keterbatasan akses pendidikan, hingga minimnya fasilitas sekolah.
Perkembangan zaman yang begitu cepat membuat masayarakat maupun pemerintah harus mampu beradaptasi dengan berbagai perubahan. Dewasa ini teknologi sudah banyak membawa perubahan besar bagi kehidupan masyarakat, salah satunya di bidang pendidikan. Terutama sejak hadirnya Pandemi Covid-19, masyarakat Indonesia mulai berbondong-bondong melakukan migrasi pembelajaran dari tatap muka ke tatap maya. Pandemi juga ternyata ikut berpengaruh pada Angka Partisipasi Sekolah di Indonesia.
Berdasarkan sensus dari UNICEF banyak anak di Indonesia akhirnya harus putus sekolah sebagai salah satu dampak buruk dari pandemi. Dari sensus tersebut tercatat 1.234 jiwa dari 122.235 anak usia 7-18 tahun mengalami putus sekolah selama pandemi Covid-19. Sebanyak 70% alasannya adalah karena faktor ekonomi. Pada akhirnya mereka terpaksa untuk berhenti sekolah dan membantu perekonomian keluarga. Banyak dari mereka yang ikut bekerja bersama dengan orang tuanya. Kemudian, baik guru maupun kalangan peserta didik memiliki berbagai kesulitan baru untuk melaksanakan pendidikan secara online. Terutama bagi mereka yang berada di wilayah 3T.
Hasil publikasi dari Badan Pusat Statistik (BPS) memperlihatkan bahwa Angka Partisipasi Sekolah (APS) 2019-2021 di Indonesia untuk jenjang SMA sederajat hanya berada di sekitaran angka 70%, berbeda dengan APS di jenjang SD dan SMP yang sudah mencapai 99% dan 95%. Berdasarkan daerah tempat tinggalnya, di tahun 2020, mayoritas anak yang tidak melanjutkan pendidikan ke tingkat SMA berasal dari wilayah pedesaan. Pada hasil publikasi berdasarkan tempat tinggalnya, aspek geografis menjadi faktor utama anak tidak melanjutkan pendidikan mereka.
Di bidang pendidikan, Indonesia kini kembali melakukan strategi baru untuk mempersiapkan para penerus bangsa. Melalui Kementerian  Pendidikan  dan Kebudayaan (Kemendikbud) Program Merdeka Belajar hadir sebagai jalan terkini yang ditempuh oleh pemerintah untuk menjawab berbagai keluhan masyarakat mengenai kualitas pendidikan sebelumnya. Dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia melalui pendidikan Indonesia, di Era Merdeka Belajar ini, Kemendikbud juga membuat program khusus untuk meningkatkan capaian belajar bagi mereka yang harus putus sekolah. Dikutip dari laman kemendikbud.go.id, Direktorat Jenderal Pendidikan Vokasi (Ditjen Diksi) melalui Direktorat Kursus dan Pelatihan (DitSuslat) meluncurkan program Ayo Kursus.
Ayo Kursus merupakan program yang berfokus pada tujuan untuk membererikan keterampilan masyarakat agar dapat bekerja dan berwirausaha. Ayo Kursus terdiri dari dua program, yaitu Program Kecakapan Kerja (PKK) dan Program Kecakapan Wirausaha (PKW). Pengenalan berbagai macam keterampilan sejak dini pada anak merupakan hal yang penting. Karena pada dasarnya setiap anak tentu memiliki kelebihannya masing-masing. Melalui Program Ayo Kursus, mereka dapat memilih dan juga meningkatkan kompetensinya untuk bersaing di dunia luar. Sehingga para kaula muda nantinya tidak mengalami pengguran ganda. Yaitu keadaan dimana mereka tidak dapat melanjutkan sekolah dan juga tidak mendapat pekerjaan.
Dewasa ini, kesempatan untuk memperoleh pendidikan sangat penting bagi masyarakat. Terutama kalangan remaja penerus bangsa. Tidak hanya pendidikan formal, namun pendidikan non-formal juga dapat menjadi jalan keluar bagi masyarakat untuk mengembangkan diri mereka. Melalui program pendidikan non formal, para peserta didik dapat langsung fokus dalam mengembangkan kompetensi yang dimiliki dalam dirinya. Maka dari itu, melalui program Ayo Kursus, masyarakat dapat mempertimbangkan jalan ini sebagai cara untuk menempuh masa depan yang lebih baik. Sebagai salah satu bentuk partisipasi dalam dunia pendidikan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H