Pendidikan merupakan aspek penting dalam pembangunan bangsa Indonesia. Pasalnya, adanya pendidikan ini akan menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas, di mana hal tersebutlah yang mempengaruhi perkembangan suatu negara. Sebab, melalui pendidikan seseorang tidak hanya belajar persoalan akademik saja, melainkan juga non akademik seperti soft skills yang tentunya sangat berguna dalam masyarakat.Â
Oleh karena itu, pemerintah Indonesia mengusahakan berbagai cara untuk meningkatkan pendidikan di Indonesia salah satunya dengan menerapkan kurikulum Merdeka.
Berbeda kepemimpinan, berbeda kebijakan. Stigma itulah yang kemudian mengakar dalam pikiran masyarakat, di mana berkembang suatu pemikiran bahwa kebijakan akan terus berganti seiring dengan pergantian pemimpin. Sama halnya pada dunia pendidikan, kurikulum akan terus berganti sesuai dengan pemegang jabatan Menteri Pendidikan Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek).Â
Pada kepemimpinan Bapak Nadiem Makarim, Beliau memberlakukan kurikulum Merdeka sebagai kurikulum pendidikan di Indonesia. Hal ini tentu saja disesuaikan dengan kondisi pendidikan di Indonesia yang berubah-ubah, sehingga kurikulum Merdeka dirasa paling tepat untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia di Indonesia.Â
Apalagi, kurikulum Merdeka sendiri dikaitkan dengan kebebasan belajar yang diberikan pada siswa maupun mahasiswa di Indonesia, bahkan juga kepada guru atau para tenaga pengajar.
Kurikulum Merdeka merupakan kurikulum yang menekankan pada kebebasan dan pemberian keleluasaan pada pendidik untuk memberikan pembelajaran berkualitas, disesuaikan dengan kebutuhan serta lingkungan belajar peserta didik.Â
Selain itu, kurikulum Merdeka tak hanya berfokus mengembangkan hard skills yang dimiliki siswa, melainkan juga dengan soft skills serta pengembangan karakter berbasis pelajar Pancasila. Terakhir, kurikulum Merdeka juga menekankan pada metode pembelajaran yang fleksibel, di mana guru atau tenaga pendidik dapat menyesuaikan materi yang diberikan pada siswa sesuai dengan kemampuan masing-masing.Â
Hal ini didukung dengan proses pembelajaran yang interaktif dan relevan dengan kehidupan dalam masyarakat, sebab digunakan metode Project Based Learning sehingga siswa dilatih untuk memecahkan masalah yang terjadi dalam masyarakat. Harapannya adalah agar siswa bisa memiliki kreativitas dan pemikiran inovatif sehingga nantinya mampu mendukung perkembangan bangsa Indonesia.
Akan tetapi, pada kenyataannya masih banyak sekali kendala atau persoalan dalam kurikulum Merdeka yang dicanangkan oleh Bapak Nadiem Makarim ini. Pertama, keunggulan menarik yang ditawarkan oleh kurikulum Merdeka ini tidak akan tercapai jika kedua belah pihak, yakni siswa dan guru tidak memiliki rasa inisiatif yang tinggi.Â
Padahal, jika dilihat pada kenyataannya, kualitas siswa dan guru saat ini masih belum cukup baik apalagi dalam zaman pascapandemi ini. Kebiasaan belajar daring selama masa pandemi yang kemudian mengakar dalam diri siswa dan guru inilah yang kemudian harus diubah dan disesuaikan dengan masa baru. Sebab, kurikulum ini baru bisa berjalan dengan baik apabila didukung dengan sumber daya manusia yang baik pula.
Selanjutnya, kurikulum Merdeka yang menekankan pada fleksibilitas dan kebebasan ini masih belum dapat diterima dengan baik oleh berbagai pihak. Dengan kata lain, kurikulum Merdeka yang menjunjung kemandirian ini masih kurang sesuai apabila diterapkan pada kondisi pendidikan Indonesia saat ini.Â
Pembelajaran dua arah antar guru dan siswa pada umumnya saja masih banyak kekurangan, di mana siswa masih belum bisa menerima materi dengan baik. Kemandirian siswa yang digagas dalam kurikulum Merdeka ini dirasa masih kurang tepat jika diterapkan dalam pendidikan Indonesia. Masih dibutuhkan peran ekstra guru dalam kegiatan pembelajaran di Indonesia.
Tak hanya itu, kurikulum Merdeka memiliki perbedaan yang cukup signifikan jika dibandingkan dengan kurikulum-kurikulum pendidikan yang sebelumnya pernah diterapkan di Indonesia.Â
Hal ini kemudian membuat tenaga pendidik dan siswa membutuhkan waktu yang cukup untuk melakukan penyesuaian dengan kurikulum Merdeka. Adanya metode Project Based Learning yang digagas nyatanya juga masih memiliki berbagai kekurangan, seperti biayanya yang mahal serta waktu yang cukup lama.Â
Belum lagi, tidak semua daerah di Indonesia memiliki fasilitas pendidikan yang sama, sehingga teknologi masih menjadi salah satu permasalahan utama dalam penerapan Project Based Learning.
Hal tersebut juga berkaitan dengan penerapan kurikulum Merdeka secara keseluruhan. Data yang dirilis Kemendikbudristek menyatakan bahwa 60% tenaga pendidik di Indonesia masih belum menguasai teknologi dengan baik.Â
Padahal, teknologi memiliki peran yang penting dalam penerapan kurikulum Merdeka ini. Tak hanya itu, umumnya daerah pelosok dan pedesaan di Indonesia juga belum memiliki sarana prasarana pendidikan yang memadai untuk diterapkannya teknologi ini.Â
Oleh karena itu, diperlukan campur tangan pemerintah daerah untuk memberikan pelatihan bagi tenaga pendidiknya untuk belajar mengenai teknologi. Akan tetapi, pada kenyataannya, masih banyak daerah-daerah di Indonesia yang tidak peduli akan hal tersebut.
Perlu diingat bahwa adanya kurikulum Merdeka ini bertujuan untuk melengkapi sekaligus menjadi solusi dari kurikulum yang sebelumnya diterapkan, yakni Kurikulum 2013. Akan tetapi, perlu diketahui bahwa baru pada tahun 2018, pendidikan di Indonesia dinyatakan seluruhnya menerapkan Kurikulum 2013. Artinya, masih ada kesenjangan antar satu sekolah dengan sekolah lainnya dalam penerapan kurikulum.Â
Hal ini nyatanya juga terjadi pada kurikulum Merdeka yang seharusnya telah diterapkan semenjak tahun ajaran 2022/2023. Masih banyak sekolah di Indonesia yang ternyata belum menerapkan kurikulum Merdeka, sebab terus adanya pergantian yang membuat guru kewalahan.
Tak hanya itu, pada kurikulum 2013 juga telah dicanangkan bahwa guru harus lebih kreatif dalam memberikan pengajaran bagi siswa. Guru dituntut inovatif dalam proses belajar mengajar, khususnya dalam penyampaian materi pada zaman kurikulum 2013. Lalu apakah semua guru telah menerapkan hal tersebut?Â
Apakah semua guru kemudian merubah cara pembelajarannya? Faktanya tidak. Masih banyak guru yang berpegang pada cara mengajar tradisional, yakni ceramah. Tidak sampai di kurikulum 2013 saja, nyatanya metode ceramah masih diterapkan hingga kini, disaat pendidikan di Indonesia berusaha menerapkan kurikulum Merdeka.
Beberapa penjabaran di atas membuktikan bahwa masih ada berbagai kekurangan yang harus diperhatikan oleh pemerintah dalam penerapan kurikulum Merdeka. Pemerintah tidak boleh serta merta memberikan kebijakan baru, kemudian meninggalkannya begitu saja.Â
Kekurangan yang ada pada kurikulum 2013 harusnya menjadi evaluasi dalam penyusunan kurikulum Merdeka, sehingga kesalahan yang sama tidak akan terulang lagi. Kurikulum Merdeka sendiri baru berusia satu tahun lamanya, terhitung sejak 2022 lalu, sehingga masih belum cukup data untuk menganalisis apakah kurikulum ini mampu dinyatakan lebih berhasil dibandingkan dengan kurikulum sebelumnya atau tidak.Â
Kurikulum 2013 yang diterapkan sembilan tahun lamanya nyatanya tidak berpengaruh signifikan terhadap pendidikan di Indonesia, lalu apakah kurikulum Merdeka ini akan bernasib sama? Hal tersebut masih belum bisa dipastikan. Kita hanya bisa berharap bahwa masa depan yang dijanjikan oleh kurikulum Merdeka dapat terlaksana dan pendidikan di Indonesia mampu mengalami kemajuan. Semua itu tentu saja demi menciptakan generasi muda yang berkualitas dalam proses pembangunan bangsa.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI