Mohon tunggu...
Fionna Lutfiah Alyatasya
Fionna Lutfiah Alyatasya Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Agribisnis Universitas Muhammadiyah Sukabumi

agriculture

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Pentingkah Kebijakan Standardisasi pada Pemasaran Produk Hortikultura?

18 Juni 2023   08:08 Diperbarui: 26 Juni 2023   10:17 206
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Saat mengonsumsi sayur dan buah, membeli tanaman hias, dan memanfaatkan tanaman obat sebagai pertolongan pertama saat terjadi kecelakaan adalah contoh pemanfaatan produk hortikultura. Kata “hortikultura” yang biasa disebut juga tanaman kebun bisa berupa buah – buahan, sayur – sayuran, bahan obat nabati atau tanaman biofarmaka, tanaman hias termasuk bunga, serta jamur dan lumut (Mustika, 2019). Budidaya hortikultura biasanya dilakukan untuk produksi dalam skala besar karena tanaman hortikultura ini bersifat komersil. Terdapat beberapa manfaat dari tanaman hortikultura, diantaranya sebagai penyedia pangan dalam bentuk produk sayur, buah, dan jamur. 

Manfaat selanjutnya yaitu untuk menunjang perekonomian karena peluang pasar produk hasil hortikultura masih terbuka luas, sehingga petani dapat memperoleh penghasilan dengan menjual hasil tani hortikultura. Selanjutnya, tanaman hortikultura bermanfaat  sebagai tanaman kesehatan karena termasuk didalamnya tanaman obat, sehingga dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat. Disamping itu, tanaman hortikultura bermanfaat sebagai penghias lingkungan karena didalamnya termasuk tanaman bunga dan tanaman hias.

Proses pemasaran menjadi bagian dari subsistem agribisnis, dimana pemasaran ini termasuk dari subsistem hilir. Proses pemasaran dilakukan produsen untuk menyampaikan produk kepada konsumen, dimana pemasaran ini dapat memenuhi kebutuhan dan kepuasan konsumen. Dalam pemasaran produk pertanian, produsen yang dimaksud adalah petani. 

Menurut Lutfi tahun 2019, terdapat hambatan dalam pemasaran produk pertanian, diantaranya sulitnya informasi pasar, adanya perbedaan penilaian antara produsen dengan konsumen terhadap suatu produk pertanian tersebut, biaya transportasi yang mahal, dan jarak pengiriman yang jauh. Biaya transportasi menjadi mahal karena produk pertanian memakan ruang yang luas sehingga membutuhkan pengangkutan yang memakan tempat, selanjutnya ada kendala waktu dimana produk pertanian bersifat mudah rusak karena kesegaran dan tidak tahan lama. Kendala jarak pengiriman produk juga menjadi hambatan karena semakin jauh jarak pengiriman, maka waktu yang dibutuhkan juga akan semakin lama. Hambatan tersebut dapat diatasi dengan adanya pelaksanaan fungsi – fungsi pemasaran. Secara umum, fungsi pemasaran dibagi menjadi empat, yaitu fungsi penyimpanan, fungsi transportasi, fungsi grading dan standarisasi, serta fungsi periklanan (Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pertanian, 2021).

Pemerintah mengatur kebijakan mengenai penyelenggaraan bidang pertanian pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 26 tahun 2021. Penyelenggaraan bidang pertanian didalamnya termasuk sistem kelas produk hortikultura. Perdagangan produk hortikultura dalam pelaksanaannya harus menetapkan sistem kelas produk berdasarkan standar mutu. Mengambil salah satu fungsi pemasaran yaitu fungsi standardisasi, dalam kebijakan ini digunakan sistem kelas produk tersebut seperti kelas super, kelas A atau kelas 1, dan kelas B atau kelas 2. Standardisasi pada perdagangan produk hortikultura ini dapat mengacu pada syarat khusus produk dimana produk tersebut diminta. Sebagai contoh pada produk hortikultura adalah standardisasi mutu buah – buahan. Biasanya dapat dijumpai pada kualitas buah mulai dari ukuran, warna, tingkat kematangan, rasa, dan lain – lain. Standardisasi ini bermanfaat guna menyeragamkan kualitas bagi penjual dan pembeli produk sehingga dapat mempermudah proses jual beli, memudahkan penjual untuk memasarkan produk sesuai dengan kualitas yang diinginkan atau kemampuan pembeli, serta dapat menjadi syarat untuk dapat mengekspor produk.

Menurut Menteri Pertanian tahun 2002 dalam keputusan Menteri pertanian Nomor. 170/Kpts/OT.210/3/2002 tentang pelaksanaan standardisasi nasional di bidang pertanian, kebijakan standardisasi bidang pertanian bertujuan mendukung peningkatan produktivitas, daya guna, mutu barang dan jasa, proses, sistem dan atau personel, yang dimaksudkan untuk meningkatkan daya saing dan kelancaran perdagangan, perlindungan konsumen, pelaku usaha, tenaga kerja dan masyarakat khususnya di bidang keselamatan, keamanan, kesehatan dan lingkungan hidup. Selain itu, dalam Undang-undang No 20 Tahun 2014 juga disebutkan tujuan standardisasi adalah meningkatkan perlindungan kepada konsumen, pelaku usaha, tenaga kerja, dan masyarakat lainnya, serta negara, baik dari aspek keselamatan, keamanan, kesehatan, maupun pelestarian fungsi lingkungan hidup.

Berdasarkan tujuan – tujuan yang disebutkan, maka kebijakan standardisasi dalam pemasaran produk hortikultura menjadi sangat penting. Menyoroti salah satu tujuan berupa perlindungan konsumen, standardisasi penting dilakukan agar meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap produk hortikultura. Saat pemasaran produk, konsumen tidak akan tertipu dengan produk yang dijual karena sudah dipisahkan berdasarkan kelasnya. Dengan standarisasi ini mampu meyakinkan konsumen bahwa produk tersebut aman, efisien dan baik untuk lingkungan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun