Bandung, kota yang sejuk dan dikenal sebagai kota Paris Van Java ini ternyata memiliki peristiwa sejarah pers yang jarang kita ketahui.
Pikiran Rakyat merupakan salah satu surat kabar atau koran di Bandung yang mengalami perjalanan cukup panjang untuk dapat bebas dari masa-masa sulit pemerintahan orde baru.
Perjalanan terbentuknya surat kabar Pikiran Rakyat akan saya rangkum dalam 3Â fase, diantaranya fase pengenalan, fase masa sulit pers, dan fase perkembangan.
Dari Fikiran Ra'jat Menuju Pikiran RakyatÂ
Fikiran Ra'jat, Pikiran Rakjat atau yang lebih kita kenal di zaman millenial adalah pikiran rakyat sebenarnya bukan surat kabar yang pertamakali muncul di Bandung. Karena tujuh belas tahun sebelumnya, tepatnya 30 Mei 1930 telah berdiri koran bernama  Warta Harian Pikiran Rakjat, yang diterbitkan oleh Bandung Naamloze Vennootschap, penerbit yang berada di Jl. Asia Afrika 133, Bandung.
Surat kabar harian Pikiran Rakjat ini didirikan oleh Djamal Alidan A.Z. Palindih yang merupakan presiden direktur saat itu. Surat kabar ini tentunya dibantu oleh Sakti Alamsyah Siregar selaku Pemimpin Redaksi dan Ahmad Sarbini merupakan Ketua Bagian Penelitian, Perencanaan dan Promosi (BP3).
Sebenarnya jika kita melihat kembali kedalam masa lalu, pada tahun 1926, Fikiran Ra'jat sudah dikenal oleh masyarakat, namun eksistensinya lebih dikenal sebagai surat kabar dan koran bawahan Partai Nasional Indonesia (PNI) oleh Ir. Sukarno.
Hadirnya Fikiran Ra'jat membuat Bung Karno  menuliskan pemikiran politiknya mengenai pertentangan kebijakan dan politik pemerintah Hindia-Belanda. Namun, sekitar tahun 1930 saat PNI dilarang oleh pemerintah kolonial, Fikiran Ra'jat meredup bahkan tidak terlihat kembali eksistensinya.
Di awal 1950, terbit sebuah "berita harian" dengan sedikit perubahan ejaan bernama Pikiran Rakjat oleh Djamal Ali.
Pahitnya Kebijakan Pers (1965-1967)
Pada tanggal 25 Maret 1965, melalui Departemen Penerangan, pemerintah memberikan kebijakan bahwa seluruh surat kabar wajib berafiliasi kepada partai politik atau organisasi massa tertentu. Peraturan tersebut memberikan dampak pada pers nasional menjadi berpikiran ideologis.
Akibat dari kebijakan tersebut, sebagian jurnalis di Bandung mulai kehilangan pekerjaan diakibatkan Pikiran Rakyat pada saat itu harus berhenti terbit akibat dari terlambat memenuhi persyaratan afiliasi surat kabar.
Jurnalis senior Pikiran rakyat kemudian meminta bantuan pada pewira Kodam VI/Siliwangi, lalu jurnalis muda bertugas  menyalurkan karyanya pada dua media masa Harapan Rakjat dan Berita Yudha  terbitan Kodam VI/Siliwangi.
Hasil dari pendekatan jurnalis senior kepada Kodam VI/Siliwangi Ibrahim Adjie berjalan baik, ia mengajak jurnalis Pikiran Rakyat untuk membentuk sebuah yayasan. Pada saat itu yayasan merupakan badan hukum yang dipandang dapat menampung aspirasi pers.
Pada April 1967 didirikan JaJasan(Yayasan) Pikiran Rakjat Bandung.
Akhirnya jurnalis-jurnalis yang menerbitkan suratkabar Harian Angkatan Bersenjata edisi Jawa Barat yang berafiliasi dengan Harian Angkatan Bersenjata  (Pusat) yang terbit di Jakarta.
Izin rekomendasi berafiliasi dengan Harian Angkatan Bersenjata Pusat ini tertulis dalam Surat Keputusan Papelrada Jawa Barat Nomor: 04/Papelrada/BD/1966, pada 31 Januari 1966. Sedangkan, Surat Izin Terbit (SIT) Deppen RI Nomor: 021/SK/DPHM/SIT/1966.
Namun belum genap satu tahun Harian Angkatan Bersenjata Edisi Jawa Barat terbit, Menteri Penerangan RI akhirnya mencabut kebijakan tentang keharusan pers berafiliasi.
Menyusul pencabutan itu, Panglima Kodam Siliwangi HR. Dharsono (pengganti Ibrahim Adjie) mengeluarkan surat keputusan Papelrada Jawa Barat Nomor: 055/Papelrada/DB/1967, pada 5 Februari 1967, berisikan: Pelepasan afiliasi Harian Angkatan Bersenjata Edisi Jawa Barat dari Harian Angkatan Bersenjata Pusat sekaligus melepas sepenuhnya dari ketergantungan Kodam Siliwangi.
Berawal dari keputusan tersebut, terhitung 24 Maret 1967, nama surat kabar Harian Angkatan Bersenjata Edisi Jawa Barat pun berganti nama menjadi HU. Pikiran Rakyat (juga dikenal dengan singkatan "PR") hingga saat ini.
Bagaimana Nasib Jurnalis?
Masa sulit mulai terjadi pada tahun 1973, kantor, mesin cetak, mesin tik yang paling murah sekalipun tidak dimiliki oleh Pikiran Rakyat. Sehingga agar terus dapat membuat surat kabar, seringkali Pikiran Rakyat meminjam atau menumpang peralatan kantor orang lain.
Pada masa itu, oplah Pikiran Rakyat tidak pernah mencapai lebih dari 20.000 eksemplar/hari. Tenaga kerja jurnalis dan non jurnalis (tata usaha) tidak lebih dari 30 orang.
Berbicara mengenai honor saat masih dalam tahap merintis, Pikiran Rakyat mengandalkan penjualan hasil koran sisa percetakan yang tidak laku pada hari itu, lalu dikumpulkan sebnyak-banyaknya dan dijual ke tempat loak. Nantinya, hasil penjualan tersebut dibagi rata.
Terbentuknya PT. Pikiran Rakyat Bandung
Berkat kesabaran, kegigihan serta keuletan perintis Pikiran Rakyat saat itu, Surat kabar ini berhasil mendapat tempat dihati pembaca dan Mentri Penerangan yang mengetahui hal ini. Sehingga, badan hukum pikiran rakyat yang semula "yayasan", berubah menjadi Perseroan Terbatas (PT).
Terhitung dari 9 April 1973Â dengan Akte Notaris No. 6 yang dibuat di hadapan Notaris Noezar, SH di Bandung. Lalu disahkan dengan Surat Keputusan Menteri Kehakiman RI No. 7. A 5/212/10, tanggal 13 Juli 1973, yang diumumkan dalam berita negara No. 58 tanggal 20 Juli 1973, dengan Surat Ijin Terbit No. 0553/PER/2/SK/DIRJEN-PG/SIT/1973 tanggal 8 Agustus 1973.
Berkat bantuan Bank Rakyat Indonesia (BRI), PT. Pikiran Rakyat dapat melengkapi peralatan kantornya dengan membeli percetakan offset dari fasilitas PMDN. Sehingga PT. Pikiran Rakyat dapat mencetak 25.000 eksemplar/jam.
Tahun 1974, Pikiran rakyat mulai menyebar ke pelosok Jawa Barat dan menyingkirkan surat kabar terbitan Jakarta.
Setelah beberapa tahun kemudian,PT. Pikiran rakyatpun kini mulia membeli mesin cetak terbaru dari Amerika yang dapat mencetak 50.000 eksemplar/jam/unit. Lalu ditahun 1974 mendirikan percetakan offset yang ditempatkan pada anak perusahaan PT. pikiran rakyat yaitu PT. Granesia yang masuh beroprasi mencetak penerbitan umum diluar Grup Pikiran Rakyat.
Buah dari KegigihanÂ
Jika pada awalnya PT. Pikiran Rakyat hanya memiliki HU sebagai penerbitnya, kini PT. Pikiran Rakyat memiliki beberapa penerbitan, radio, percetakan, pernah memiliki warrtel (warung telekomunikasi). Dengan banyaknya jumlah penerbitan, maka sebutan "PT" Pikiran Rakyat berubah menjadi  Grup Pikiran Rakyat.
Selain itu, eksistensi Pikiran Rakyat dapat kita temukan juga pada website resmi, dan sosial media lainnya.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI