Mohon tunggu...
Fiola
Fiola Mohon Tunggu... Mahasiswa - count on of the nice on

Mari Bersenang-senang dalam menulis.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kekristenan, Iman, dan Politik

8 Juni 2021   00:18 Diperbarui: 9 Juni 2021   21:08 167
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sedari awal apa yang dikehendaki oleh Tuhan untuk masing-masing dari kita ialah kita harus memiliki iman yang sejati. Hubungan antara iman, kekristenan dan politik merupakan subyek kompleks dan kemudian menjadikan sumber ketidaksetujuan dari sepanjang sejarah kekristenan.  Jika berbicara mengenai politik itu selalu bersangkutan dengan kebijakan untuk mencapai kebaikan.  Terdapat pula berbagai macam dimana para Politik itu ada pada semua lapisan lingkungan hidup baik dari unsur-unsur liturgi dan keluarga. Namun hal ini tidak membuat kita harus memegang penih atas kendali politik atau kebijakan yang ada yang berujung akan menjadikan kita sebagai diktator.

Namun kita harus mengingat jika pemimpin tertinggi dari alam semesta itu ialah Allah seperti terdapat pada kutipan (Mazmur 47: 2-3):

Hai segala bangsa, bertepuktanganlah, elu-elukanlah Allah dengan sorak-sorai! Sebab TUHAN, Yang Mahatinggi, adalah dahsyat, Raja yang besar atas seluruh bumi. Ia menaklukkan bangsa-bangsa ke bawah kuasa kita, suku-suku bangsa ke bawah kaki kita.

Pada ayat ini ditujukkan jika Tuhan Allah itu adalah penguasa atas surga dan dunia.

Mengenai iman, kita tidak hanya sekedar melakukan pemahaman tetapi juga perlu untuk menghayati sebagaimana kita beriman kepada Allah sebagaimana diungkapkan didalam Yesus Kristus dan secara menerus melalui perbuatan Roh Kudus. Ini berarti politik diperbuat menjadi aktualisasi dari iman tersebut. Contohnya adalah Karl Barth menunjukkan dalam bukunya "Rechtfertigung und Recht" bahwa Kekristenan hanya memiliki pengaruh tidak langsung terhadap politik. Dia kurang lebih berkata: "Bukan dengan melakukan politik, tetapi dengan menjadi gereja pun, maka gereja telah melakukan politik." Bagaimana memahami ungkapan ini? Ini berarti bahwa gereja harus menjadi gereja yang benar, berkomitmen pada panggilannya untuk mendapatkan kepercayaan dan kredibilitas di dunia di mana ia ada melalui pelayanan dan kesaksiannya. Jika dipercaya dan tidak diragukan oleh lingkungannya, maka keterlibatan gereja dalam politik berarti ikut serta dalam membangun polis dalam negara kota tempat gereja didirikan.

Masalahnya adalah situasi yang kita hadapi tidak selalu demikian. Prasangka ini dilihat dari dua perspektif. Sudut pandang pertama, dari perspektif gereja, gereja di sini tidak selalu menempati posisi yang ideal. Oleh karena itu, apa yang dianggap sebagai ukuran politik ideal hari ini belum tentu demikian besok, seperti kondisi lingkungan yang dihadapi gereja pertama. Pandangan kedua, dari perspektif masyarakat, tidak selalu menganggap bahwa gereja adalah peserta penuh dalam pembangunan masyarakat dan kehidupan berbangsa. Kadang-kadang gereja, bukan mitra, dipandang sebagai "masalah" dalam kehidupan biasa.

Selanjutnya adalah mengenai berpolitik yang membutuhkan ciri seni yang tidak jarang muncul dari lorong moral dan etika (Kristen dan Politik) seperti yang terdapat dalam ungkapan:

"Tidak ada kawan dan atau seteru abadi dalam (ber)politik. Kawan hari ini, besok bisa menjadi lawan." dan seterusnya.

Memberikan bantuan pertolongan kepada orang yang membutuhkan seperti yang sedang terdampak dari bencana alam merupakan kasih yang dibagikan kepada yang bermalapetaka. Namun ini jug bisa menjadi salah satu peluang bagi yang membawa politik tentu saja akan menjadi salah satu tujuan untuk memperoleh dukungan politik tanpa tujuannya bukanlah untuk pengungkapan iman namun semata-mata bertujuan politik.

Prinsip-prinsip ini sering berkompromi dengan "pihak lain", dan "pihak lain" ini tidak selalu konsisten dengan ide aslinya. Mungkin juga karena berbagai alasan, penawaran yang dijanjikan dalam pemilu belum sepenuhnya dilaksanakan. Oleh karena itu, dalam situasi ini, gereja (dan orang Kristen) harus sangat berhati-hati apakah yang terjadi sesuai dengan keyakinan mereka. Oleh karena itu, misi seorang politikus Kristen tidaklah mudah dalam hal ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun