Mohon tunggu...
Aishita Fioriglesia Maleimau
Aishita Fioriglesia Maleimau Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa PKN STAN

Mahasiswa biasa yang sedang mempelajari Analisis Potensi Penerimaan Negara

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pajak Air Tanah: Pajak Daerah Underrated yang Berurgensi Tinggi

19 Mei 2023   17:00 Diperbarui: 19 Mei 2023   16:55 157
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Masyarakat DKI Jakarta dibuat terkejut dengan diterbitkannya Peraturan Gubernur Nomor 93 Tahun 2021 tentang Zona Bebas Air Tanah yang akan berlaku efektif mulai 1 Agustus 2023. Melalui aturan tersebut, beberapa area tertentu dengan gedung yang tingginya lebih dari delapan lantai dengan luasan lebih dari 5.000 meter persegi dilarang menggunakan air tanah. Di sisi lain, air tanah merupakan salah satu objek pajak yang masuk dalam jenis pajak daerah.

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah mendefinisikan Pajak Air Tanah sebagai pajak atas pengambilan dan/atau pemanfaatan air tanah. Dari definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa yang menjadi objek Pajak Air Tanah adalah pengambilan dan/atau pemanfaatan air tanah. Sementara itu, pihak yang menjadi subjek sekaligus wajib pajak adalah orang pribadi atau badan yang melakukan pengambilan dan/atau pemanfaatan air tanah. Pajak Air Tanah dikenakan berdasarkan nilai perolehan air tanah dengan mempertimbangkan sebagian atau seluruh faktor berupa jenis sumber air, lokasi sumber air, tujuan pengambilan dan/atau pemanfaatan air, volume air yang diambil dan/atau dimanfaatkan, kualitas air, dan tingkat kerusakan lingkungan yang timbul oleh pengambilan dan/atau pemanfaatan air. Tentu saja pemerintah daerah memegang peranan penting dalam menentukan besarnya nilai perolehan air tanah dan tarif pajak melalui Peraturan Bupati/Walikota. Hal ini sejalan dengan masuknya Pajak Air Tanah dalam kategori jenis pajak kabupaten/kota.

Pemberlakuan Pajak Air Tanah oleh pemerintah daerah diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam menambah sumber pendapatan daerah, lebih tepatnya Pendapatan Asli Daerah. Menilik dari data Bapenda salah satu kabupaten/kota di Indonesia yaitu Kota Pasuruan, Pajak Air Tanah hanya menyumbang target pajak daerah pada tahun 2023 sebesar Rp158.000.000 dari keseluruhan target yaitu Rp50.765.000.000. Jumlah ini apabila dipersentasekan hanya sekitar 0,31% kontribusi Pajak Air Tanah bagi pajak daerah Kota Pasuruan. Dengan angka ini, Pajak Air Tanah menjadi pajak daerah dengan target terendah di antara delapan pajak daerah lainnya di Kota Pasuruan, tepat dibawah pajak hiburan. Kondisi ini sangat mungkin berbeda di setiap daerah, meskipun tidak seekstrim itu. Lantas, apakah kita bisa langsung berasumsi bahwa Pajak Air Tanah adalah pajak daerah yang layak disepelekan? Tentu saja tidak. Ada potensi pajak yang harus digali lebih lanjut.

Pajak Air Tanah dengan segelintir perda yang mengatur detail pengenaan pajak tersebut, pada praktiknya tidak semulus ekspektasi yang ditetapkan oleh pemerintah daerah saat mengesahkan perda terkait. Realitanya, terdapat banyak hambatan yang terjadi dalam implementasi Pajak Air Tanah berbagai daerah di Indonesia. Setidaknya inilah beberapa alasan Pajak Air Tanah perlu menjadi perhatian pemerintah:

  • Kurangnya pemahaman masyarakat terhadap Pajak Air Tanah: Pajak Air Tanah sebagai pajak daerah mungkin kurang hits apabila dibandingkan dengan pajak penghasilan (PPh) dan pajak pertambahan nilai (PPN) yang merupakan pajak pusat dan sering digaungkan di berbagai platform. Oleh sebab itu, tidak semua masyarakat menyadari bahwa pemanfaatan dan/atau pengambilan air tanah dikenakan pajak. Di lapangan, banyak ditemukan kasus sumur bodong yang digali begitu saja tanpa memperhatikan pengenaan pajak yang seharusnya dibayar kepada pemerintah daerah. Alasan ketidaktahuan ini bisa dikatakan kelalaian dari masyarakat sendiri, namun di sisi lain tak dapat dipungkiri pemerintah juga mengambil bagian atas kelalaian tersebut.
  • Kurangnya kepatuhan masyarakat dalam memenuhi kepatuhan perpajakan air tanah: Apabila alasan sebelumnya menggunakan pendekatan positive thinking, alasan yang ini merupakan pendekatan sebaliknya. Ketidaktahuan masyarakat terkait Pajak Air Tanah mungkin bisa 'dimaklumi' untuk wajib pajak orang pribadi yang memiliki keterbatasan akses dan pengetahuan. Lain halnya dengan badan berupa perusahaan. Cukup naif bagi suatu perusahaan untuk melakukan penggalian sumur di tempat-tempat tersembunyi untuk mencukupi kebutuhan operasional usahanya dan bersembunyi di balik dalih ketidaktahuan. Meskipun tidak menutup kemungkinan kenakalan juga dilakukan oleh orang pribadi dengan memanipulasi meteran air dan modus nakal lainnya.
  • Kurangnya tenaga otoritas pemerintah untuk memastikan penerapan Pajak Air Tanah berjalan dengan optimal: Semua pihak baik itu pribadi maupun badan membutuhkan air tanah. Jadi, bisa dibayangkan betapa banyaknya jumlah wajib pajak yang harus diawasi oleh pemerintah daerah. Fakta bahwa Pajak Air Tanah menggunakan sistem pemungutan official assessment memperkuat argumen bahwa beban kerja pemerintah daerah sangatlah berat dalam menghitung dan mengawasi Pajak Air Tanah yang terutang bagi tiap wajib pajak. Bukan hanya itu, pemerintah juga bertanggung jawab untuk menumbuhkan kesadaran dan pemahaman terhadap pentingnya Pajak Air Tanah. Sumber daya manusia yang mumpuni menjadi ujung tombak pemerintah dalam penerapan Pajak Air Tanah yang sesuai dan optimal.
  • Terancamnya keberlanjutan lingkungan hidup: Sumur bodong ini tak hanya memberikan dampak negatif bagi Pendapatan Asli Daerah, namun terutama pada tingkat kerusakan lingkungan. Kembali lagi pada salah satu fungsi pajak untuk mengatur (regulerend), Pajak Air Tanah sangat krusial sebagai tools pengendali untuk mengatasi dampak negatif pada lingkungan yang diakibatkan oleh penggalian sumur secara sembarangan. Kerusakan lingkungan yang dimaksud berupa penurunan kualitas air tanah yang bisa berdampak pada penurunan tanah. Hal inilah yang menjadi latar belakang penerapan pembatasan penggunaan air tanah untuk wilayah DKI Jakarta melalui Peraturan Gubernur Nomor 93 Tahun 2021 tentang Zona Bebas Air Tanah.

Pemerintah daerah tidak mungkin menutup mata terhadap permasalahan ini. Sosialisasi kepada masyarakat merupakan tindakan preventif yang harus dimaksimalkan pemerintah baik dari segi kuantitas maupun kualitas. Salah satu alasan Pajak Air Tanah dikategorikan sebagai pajak daerah adalah karena masing-masing daerah pasti lebih mengenal karakteristik lingkungan dan masyarakat yang menempati daerah tersebut. Oleh sebab itu, seharusnya penerapan Pajak Air Tanah bisa lebih berjalan dengan efektif dan efisien apabila pemerintah daerah yang menangani langsung. Adapun kuantitas SDM otoritas pemerintah harus mempertimbangkan analisis beban kerja yang berbeda-beda tiap daerah. SDM tersebut harus dibekali dengan ilmu dan pelatihan yang mumpuni agar dapat mengidentifikasi modus-modus kenakalan wajib pajak yang tidak mematuhi ketentuan perpajakan. Masyarakat harus menyadari bahwa Pajak Air Tanah bukanlah sebuah konsep mengada-ada yang dibuat untuk menyusahkan masyarakat. Air adalah kebutuhan pokok manusia, bukankah pengenaan pajak atas air sangat tidak manusiawi? Kenyataannya, yang tidak manusiawi adalah manusia yang mengambil manfaat dari alam secara serakah tanpa ada usaha untuk setidaknya mengobati alam. Badan konservasi yang dibentuk oleh pemerintah tidak bisa diharapkan sepenuhnya untuk menanggulangi seluruh dampak negatif pengambilan dan/atau pemanfaatan air tanah secara sembarangan.

Di atas segalanya, pemahaman atas urgensi isu air tanah harus dipahami dengan baik oleh seluruh komponen masyarakat. Karena apabila masyarakat lebih memilih pengabaian, fenomena air tanah seperti yang terjadi di DKI Jakarta bisa terjadi di daerah lain cepat atau lambat dan pastinya akan mempengaruhi kelangsungan hidup masyarakat Indonesia. Melalui Hari Air Sedunia 2023 yang mengusung tema perubahan, masyarakat dalam hal ini wajib pajak dan pemerintah didorong untuk mengambil peran dalam menggunakan dan mengelola air dengan baik bagi kelangsungan hidup manusia. Be The Change!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun