Mohon tunggu...
Finta yudiafarani
Finta yudiafarani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Budaya Sumbawa terkandung Unsur THK

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Adat Sumbawa Turen Tana, Kearifan Lokal yang Memiliki Makna Tersirat untuk Membangun Harmoni dengan Tuhan dan Manusia

1 November 2024   10:46 Diperbarui: 1 November 2024   11:03 94
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kearifal lokal yang mencermin suatu nilai-nilai yang mengajarkan untuk membangun harmoni dengan Tuhan dan sesama manusia dapat dilihat dalam adat turen tana yang dilakukan oleh suku Samawa yang mendiami pulau Sumbawa terletak di provinsi Nusa Tenggara barat. Upacara adat ini diperuntukkan untuk bayi sebagai siklus kelahiran, dilakukan pada anak yang berusia 7 hari. 

Turen tana secara harfiahnya adalah turun tanah yaitu tradisi menyentuhkan kaki sang bayi atau menginjakkan kakinya pada tanah untuk pertama kalinya. 

Upacara turen tana ini memiliki makna bahwa setiap manusia memiliki kesadaran bahwa ia berasal dari tanah dan akan kembali pada tanah. Tradisi ini melalui tahapan-tahapan yang dinaungi nilai-nilai islami yang syarat dengan makna.

Tanah yang digunakan untuk turen tana biasanya menggunakan tanah masjid memiliki makna dengan menggunakan tanah masjid dimaksudkan agar selalu melaksanakan sholat lima waktu dengan berjamaah dimasjid. 

Dalam tradisi ini sangat berkaitan erat dengan harmoni dengan tuhan dimana dalam tradisi tersebut mengharapkan keridhoan tuhan untuk memulai langkah pertama si bayi untuk menapaki kehidupan dan tidak lupa untuk melaksanakan sholat. Turen tanah biasanya dirangkaikan dengan adat guting bulu, guger pusat, dan lain-lainnya.

Selain pada usia 7 hari turen tana juga biasanya diadakan ketika anak berusia 3 bulan atau ketika si anak terjadi guger pusat (lepasnya tali pusar pada bayi). Si anak akan dibawa turun ketanah oleh ayah dan ibunya melalui tangga-tangga yang menjadi jalan naik ke rumah panggung. 

Ketika si anak sudah mencapai tanah kemudian si ibu meletakkan kaki si anak ke tanah masjid dan telur yang sudah disiapkan dalam nampan atau piring serta dibantu ibu untuk memecahkan telur tersebut setelah itu tokoh agama akan membalurkan kaki si anak dengan telur dan tanah yang sudah dipecahkan. 

Kemudian si anak dan orang tuanya akan dilemparkan sebuah jaring nelayan (jala) dan pipis logam (uang logam) sebagai simbol bahwa si anak sudah siap dibawa keluar serta si anak dan keluarganya diterima dikalangan masyarakat dan lingkungan sosialnya dengan gembira. Hal ini tercermin bahwasannya adat isitiadat ini membangun harmoni dengan manusia sebagai mahluk sosial yang akan selalu berdampingan dengan manusia lainya.

Selain tanah yang diambil dari masjid ada beberapa bagian dari pulau sumbawa juga mengatakan bahwa biasanya tanah yang diambil berasal dari 3 tanah yaitu tanah biasa (diambil dari angkang bale dalam harfiah depan rumah) yang memiliki makna bahwasan nya si anak akan selalu diberkahi ketika sianak akan melakukan kegiatan ladang atau lain sebagainya. 

Tanah masjid yang diambil dari debu-debu yang ada di dalam masjid dan memiliki makna agar si anak tetap melaksanakan sholat taat beribadah dan selalu ingat akan Tuhan. Tanah ketiga adalah tanah dari panggir laut yang memiliki makna mengharapkan anak selalu selamat ketika akan berlayar di lautan lepas atau ketika akan meninggalkan kampung halaman.

Dari rangkaian adat istiadat turen tanah tedapat banyak sekali makna tersirat baik itu  untuk membangun harmoni dengan tuhan maupun membangun harmoni dengan manusia. Hal ini mencerminkan bahwa hubungan baik dengan Tuhan tidak terlepas dengan hubungan baik yang dibangun dengan manusia lainnya. 

Maka prinsip dan makna-makna yang terkandung dalam adat istiadat turen tana ini dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari sebagai manusia yang berharap keridhoan Tuhan dan dapat membangun rasa harmoni dengan anggota masyarakat.

Sumber:

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun