Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender atau juga bisa disebut dengan LGBT. Apakah orientasi seksual tersebut masih termasuk ham?
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) sudah selayaknya diperbaharui, Karena Hukum itu harus tumbuh sesuai dengan perkembangan kehidupan sosial masyarakat dan juga teknologi Saat ini. Berbagai permasalahan baru pasti akan bermunculan, sehingga Untuk mengatasi dan memegang kontrol permasalahan yang menyangkut kepentingan banyak orang, rancangan undang-undang yang baru banyak diajukan, salah satunya juga di negara Indonesia. Dan Pelaksanaan pembaharuan hukum tersebut menjadi satu kesatuan dalam politik hukum. Hal ini didasarkan bahwa hakikat politik hukum berhubungan erat dengan latar belakang dan pentingnya diadakan politik hukum atau pembaharuan hukum itu sendiri. Menurut Satjipto Raharjo dalam tulisannya yang berjudul “Pembangunan Hukum Yang Diarahkan Kepada Tujuan Nasional” bahwa tidak dijumpai perbedaan antara fungsi hukum sebelum dan sesudah kemerdekaan. Perbedaannya terletak pada keputusan politik yang diambil pada kedua masa tersebut. Apabila keputusan politik yang diambil setelah kemerdekaan 17 Agustus 1945 adalah mengutamakan kemakmuran rakyat yang sebesar-besarnya, maka keputusan demikian harus dirumuskan dalam kaidah-kaidah hukum, dan struktur hukumnya pun harus menyediakan kemungkinan untuk melakukan hal tersebut.
Namun di beberapa tahun terakhir atau lebih tepatnya Pada pertengahan bulan September 2019, para mahasiswa dari berbagai universitas kembali melakukan demonstrasi di beberapa kota di Indonesia. Hal itu itu terjadi setelah adanya rencana pengesahan beberapa rancangan UU. Salah satunya Rancangan Undang-undang hukum Pidana ( RUU KUHP). Para mahasiswa mengkritisi bahwa dalam RUU KUHP terdapat beberapa pasal “kontroversial” dan meminta DPR untuk mengkaji ulang. RUU KUHP merupakan rancangan UU yang disusun dengan tujuan untuk memperbaharui atau “meng-update” KUHP. Ada beberapa isu krusial rancangan RUU KUHP yang sampai pada saat ini masih di perdebatkan, salah satunya pasal yang menyangkut tentang LGBT.
“RKUHP harus didasari dengan ruh keagamaan”, ucap Mahmud MD selaku menteri koordinator bidang politik, hukum, dan keamanan. Sedangkan prespektif agama-agama yang ada di Indonesia bahwa kalau agama Hindu, Budha, dan Konghucu tidak terlalu keras dalam melarang homoseksual dan LGBT. Sedangkan agama Kristen dan Islam sangat keras melarangnya bahkan dianggap sebagai kejahatan dan dosa serta dikutuk oleh Tuhan dan seharusnya di hukum dengan hukuman mati. Apalagi masyarakat Indonesia mayoritas beragama Islam, sehingga banyak masyarakat yang menolak dan menilai bahwa itu perbuatan keji. Seperti contoh ayat dan dalil dibawah ini yang menurut hukum Islam.
DI dalam Al Qur’an terdapat sejumlah ayat yang menerangkan tentang siapa “kaum yang berbuat kerusakan”, dan salah satunya adalah kaum nabi Luth.
Seperti firman Allah;
ولوطا اذقا ل لقومه اتا تكون الفا حشة ما سبقكم بها من احدمن العالمين
“Dan (kami juga telah mengutus nabi) Luth ( kepada kaumnya), (ingatlah) tatkala dia berkata pada mereka, ‘ mengapa kalian mengerjakan perbuatan yang sangat hina itu, yang belum pernah dilakukan oleh seorang pun (didunia ini) sebelum kalian?’” (QS. Al- a’raf/7:80).
Dan kamu nabi Luth yang menyukai sesama jenis, Allah berfirman;
إِنَّكُمْ لَتَأْتُونَ ٱلرِّجَالَ شَهْوَةً مِّن دُونِ ٱلنِّسَآءِ ۚ بَلْ أَنتُمْ قَوْمٌ مُّسْرِفُونَ
“Sesungguhnya kalian mendatangi lelaki untuk melepas nafsu kalian (kepada mereka), bukan kepada wanita, malah kalian ini adalah kaum yang melampaui batas “, (QS. Al-a-raf/7:81).
Jika dalam sejumlah hadist, inilah antara perbuatan”kaum yang berbuat kerusakan itu”. Pertama, “ Allah melaknat siapa saja berbuat seperti perbuatan kaum nabi luth, Allah akan melaknat siapa saja yang berbuat seperti perbuatan kaum nabi Luth, beliau sampaikan sampai tiga kali” (HR. Ahmad). Imam Tirmidzi menuliskan hadist nabi Saw, “Barang siapa yang kalian dapati melakukan perbuatan kaum nabi Luth, maka bunuhlah pelaku nya dan pasangannya “. Jadi pantas saja nabi Luth berdo’a, “ya tuhan ku tolonglah aku (dengan menimpa azab) atas kaum yang berbuat kusakan itu”. (QS. Al -ankabut/29:30). Adapun majlis ulama (MUI) telah mengharamkan aktifitas LGBT, melalui fatwa nomor 57 2014 tentang lesbian, gay, sidomi dan pencabulan.
Namun, koordinator jaringan kerja Prolegnas pro-perempuan, Ratna Batara Munti, menyebut pasal 495 dalam RKUHP soal LGBT akan semakin menyudutkan dan menstigmatisasi kelompok tersebut. Pasal tersebut menyebutkan bahwa pasal cabul sesama jenis bisa dihukum penjara maksimal 9 tahun untuk anak-anak dan tambahan sepertiga untuk dewasa. “Setiap orang harusnya dipidana karena perbuatannya, bukan karena perbedaan kondisinya atau seksualitasnya”. Kata Ratna dijakarta, Kamis, 25 Januari 2018.
Dan juga menurut wide, penyebutan secara spesifik “sama jenisnya” dalam pasal tentang pencabulan di RKUHP merupakan bentuk diskriminasi terhadap kelompok minoritas seksual yang semakin rentan untuk dikriminalisasi orientasi seksual dan identitas gendernya. “Sebenarnya mau itu sama jenis atau beda jenis, apabila ada pemaksaan itu sudah pidana dan itu memang sudah dituliskan dalam KUHP sebelumnya. Jadi sebetulnya, tidak perlu ada penegasan berkaitan jenis kelamin yang melakukan dengan pencabulan”, Ungkap wide.
Apalagi sepanjang 2018 saja, terdapat 253 orang yang menjadi korban stigma, diskriminasi berbasis orientasi seksual, identitas dan ekspresi gender diluar norma biner heteronormatif, menurut hasil riset, LBH menurut masyarakat pada 2019 silam. Korban terbanyak menyasar secara general kelompok LGBT yaitu 23 orang, disusul oleh kelompok transgender sebanyak 11 orang, arus pelangi adalah organisasi orang-orang yang berfokus, sekelompok lesbian sebanyak 5 orang dan gay 3 orang . Pada tahun 2019, arus pelangi -yang berfokus pada pemenuhan hak-hak orang lgbt- meliris laporan ‘catatan kelam: 12 tahun Persekusi LGBT di Indonesia’ dimana sebanya 1.850 individu LGBTIQ mengalami Persekusi, dengan mayoritas korbannya adalah kelompok transpuan.
Banyak juga orang yang berpendapat bahwa, tidak boleh ada undang-undang yang memidanakan LGBT, kecuali memang dia melanggar hukum atau norma-norma yang sudah diatur dalam undang-undang, dan kalau tidak melanggar hukum maka jangan dipidanakan. Karena itu melanggar hak orang untuk hidup, dan itu juga di atur dalam undang-undang dasar 1945 pasal 27, dan juga yang ditakutkan adalah diskriminasi semakin parah.
Namun kata-kata tersebut seolah dibantah oleh arsul sani, selaku anggota komisi lll DPR yang membidangi hak asasi manusia dan keamanan . Menegaskan tidak ada aturan LGBT dapat dipidana dalam RKUHP, “yang disebut dengan pasal pidana LGBT sebetulnya tidak pas istilahnya, yang pas itu adalah pasal perbuatan cabul yang dilakukan sesama jenis”, kata arsul sani kepada wartawan di kompleks parlemen, Jakarta, Senin (23/05).
Mungkin saat ini pasal tentang LGBT sangat kontroversial karena mengarah diskriminasi, namun kita juga sedikit melupakan bahwasanya pelecehan sesama jenis juga banyak di masyarakat dalam kehidupan sehari-hari atau di dunia Maya, mereka para korban memang banyak yang tidak melaporkan dengan alasan malu, takut ataupun merasa bahwa hal tersebut adalah aib, apalagi masih banyak juga individu-individu golongan lgbt yang masih berlindung dengan kata, “ kita sesama gender, jadi gak akan nafsu”. Padahal kejahatan pelecehan banyak caranya, mulai dari terang-terangan ataupun dengan niat modus. Sehingga harapan kedepannya, para korban pelecehan agar lebih berani untuk speak up kepada pihak yang berwajib.
Pemerintah juga sudah mengesahkan pasal tersebut (LGBT), dengan isu yang telah beredar bahwa pada bulan juli mendatang RUU KUHP akan disahkan.
Terimakasih dan maaf( ◜‿◝ )♡
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H