Mohon tunggu...
Vinito Rahmat Febriano
Vinito Rahmat Febriano Mohon Tunggu... Jurnalis - Mahasiswa

Hamba sahaya bagi kemanusiaan.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Tanda Tanya di Balik Angka Kasus Covid-19 di Indonesia

16 Maret 2020   20:22 Diperbarui: 16 Maret 2020   20:27 330
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Per 16 Maret 2020 sore, jumlah pasien yang terinfeksi virus corona di Indonesia mencapai 134 orang. Sejak kasus pertama dilaporkan pada 2 Maret 2020 lalu, pasien Covid-19 meningkat sekitar 20 orang tiap hari pada minggu kedua.

Kita tidak menyangka jumlah kasus di Indonesia sudah mampu melampaui jumlah kasus di Thailand, negara yang pertama kali melaporkan adanya virus corona di luar Tiongkok. Sangat diterima oleh kita tindakan Presiden Joko Widodo yang menetapkan penyakit COVID-19 sebagai bencana nasional pada 15 Maret 2020 kemarin. 

Salah satu kasus yang cukup mengkhawatirkan adalah kasus kematian pasien COVID-19 di Cianjur, Jawa Barat. Seorang pasien asal Bekasi berusia 50 tahun meninggal dunia pada 3 Maret 2020.

Masalahnya, pasien baru diketahui positif terkena virus corona setelah 12 hari kemudian. Kabar ini dibenarkan langsung oleh Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil. Tampaknya peristiwa ini merupakan miskomunikasi, sebab juru bicara pemerintah untuk COVID-19, Achmad Yurianto, terburu-buru memberitahu media bahwa pasien tersebut "negatif virus corona", sementara hasil laboratorium belum dirilis saat itu.

kompas.com
kompas.com
Pada peta persebaran virus corona di Provinsi Jawa Barat berikut, kita dapat melihat ada sesuatu yang tidak biasa di Kabupaten Cianjur. Satu-satunya dot yang terlihat pada peta di Kabupaten Cianjur adalah kasus kematian pasien pada 3 Maret tersebut, sedangkan tidak ada laporan mengenai pasien suspek COVID-19. Hal ini juga terjadi di Bekasi, daerah asal pasien tersebut.

Sementara itu, wilayah lainnya menunjukkan kasus dan suspen ataupun hanya suspek. Mungkinkah sebenarnya ada lebih banyak kasus dan suspek di Jawa Barat atau bahkan di Indonesia yang luput dari pengawasan dan pemeriksaan medis? Ataukah ada banyak pasien yang memang tidak melapor dan memeriksakan diri?

Ada dua hal yang dapat kita perhatikan dari kasus kematian pasien COVID-19 di Cianjur tersebut. Pertama, kasus tersebut mencerminkan ketidaksiapan Indonesia dalam menghadapi kondisi darurat kesehatan seperti saat ini.

Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Biomedis dan Teknologi Dasar Kesehatan, Dr. dr. Vivi Setiawaty, M.Biomed, mengatakan bahwa pemeriksaan uji sampel virus corona dapat selesai dalam satu hari. Itu pun wilayah perkotaan yang fasilitasnya sudah cukup memadai. Sayangnya, tidak semua daerah, khususnya daerah di luar Jawa, memikiki fasilitas yang cukup, baik alat uji dan perawatan maupun tenaga medis.

Hal ini sudah diakui oleh pemerintah sendiri. Hasil uji COVID-19 di Cianjur pada kasus tersebut saja baru dirilis 12 hari setelah kematian pasien. Siapa yang tidak menduga bahwa masih ada pasien di luar sana yang tidak mampu dideteksi bahkan ditangani oleh tenaga medis kita?

Kedua, kita semakin melihat kenyataan di negara kita mengenai rendahnya kesadaran kesehatan masyarakat Indonesia. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mencantumkan nama Indonesia pada urutan ketiga daftar negara di dunia dengan sanitasi terburuk.

Belum lagi kebiasaan orang Indonesia yang lebih memilih membeli obat di warung dan beristirahat di rumah ketimbang memeriksakan diri ke dokter. Kebiasaan buruk ini yang melandasi kecurigaan akan adanya pasien COVID-19 di luar sana yang tidak memeriksakan diri ataupun luput dari pengawasan.

Tidak hanya itu, sebagian masyarakat Indonesia terlihat pelesiran di tengah imbauan pemerintah untuk menghentikan segala kegiatan di luar rumah yang tidak diperlukan. Masyarakat kita masih meremehkan virus corona karena persentase kematiannya hanya 3%, sementara Eropa kini tengah ambruk karena virus tersebut.

Di luar sana, masih banyak orang yang mengunjungi kafe, rumah makan, dan pusat perbelanjaan untuk nongkrong dan mengabaikan social distancing. Lebih buruk lagi, ada seorang pasien COVID-19 di Jakarta yang melarikan diri dari karantina dengan dibantu oleh keluarganya. Jika terus seperti ini, kita tidak tahu lagi mau seberapa besar lonjakan pasien yang terinfeksi virus corona di negeri ini.

Angka 134 bukan angka yang kecil. Namun, kita semua tidak tahu apakah angka tersebut benar-benar menyatakan jumlah penduduk Indonesia yang terinfeksi virus corona.

Kita yang awam tentang dunia medis tidak bisa melakukan apa-apa kecuali menjaga kebersihan dan tetap berada di dalam rumah demi memutus rantai penyebaran virus corona.

Selain itu, hal terpenting yaitu jangan ragu memeriksakan diri ke dokter apabila terkena penyakit, terlebih jika penyakit yang diderita dicurigai merupakan COVID-19. Jangan sampai kita menyesal karena meremehkan COVID-19 sebagaimana yang tengah terjadi di Italia sekarang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun