Catatan: Tulisan ini tidak sama sekali mengajak publik untuk berhenti percaya kepada yang Transenden (Tuhan). Yang dikritisi di sini adalah kebutuhan untuk percaya kepada Tuhan ataupun hal lain, seperti teori konspirasi yang hanya merupakan buah atau pelarian dari manusia yang tidak dapat menerima kerapuhannya. Bagi saya, percaya kepada Tuhan harus dibarengi dengan penerimaan bahwa diri kita rapuh; tanpa perlu melarikan diri dari kerapuhan itu, melainkan berdamai dengan kerapuhan itu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H