Masa kecilnya yang tak banyak bertingkah dan selalu menurut apa yang diperintahkan berubah setalah ia menempuh masa SMA, saat ia mulai jatuh cinta. Mulai dari sinilah bumbu baru telah ditambahkan sehingga membuat cerita ini  semakin bercita rasa. Diceritakan lika-liku kisah cinta yang berawal dari pertemuan di salah satu olimpiade. Awal yang masih malu—malu lalu berproses lebih jauh lagi hingga ia mulai mengajak sang pujaan hati ke rumah. Kisah ketika mati-matian mengejar cintanya yang hampir direbut orang lain karena terlalu lama membuat kekasihnya (sekarang istrinya), Cie Hui menunggu terlalu lama. Kisah ketika mereka hendak menikah, ketika istrinya hendak melahirkan anaknya yang bawel lahir hingga anak itu tumbuh besar.
Selanjutnya adalah Wibisana dan Ikanuri, saya sengaja membahas dua kakak beradik ini dalam satu pembahasan yang sama karena di cerita pun mereka selalu bersama dan memiliki banyak sekali persamaan. Wajah mereka berdua mirip sekali. Rambut. Matanya. Ekspresi wajah. Bahkan bekas luka kecil di dahi. Jadi sepertisepasang kembar kalau mereka berdiri berjajar. Padahal mereka sedikit pun tidak kembar, apalagi kembar identik.
Di cerita ini Wibisana dan Ikanuri digambarkan sebagai anak nakal yang malas sekolah, karenanya Mamak memberi julukan untuk mereka berdua, yaitu sigung. mereka juga kerap mencuri buah-buahan yang ditanam di lahan tetangga. Pernah sekali ketika mereka ketangkapan Kak Laisa sedang mencuri buah, mereka malah melawan dan mengatai Kak Laisa
"LIHAT! Kulit kau hitam. Tidak seperti kami, yang putih. Rambut kau gimbal, tidak seperti
kami, lurus. Kau tidak seperti kami, tidak seperti Dalimunte dan Yashinta. KAU BUKAN
KAKAK KAMI. Kau pendek! Pendek! Pendek!" (Hal. 107-108)
Sangat jelas sekali jika perkataan salah satu dari mereka itu dan ditimpali oleh yang satunya lagi itu sangat menyakiti hati Kak Laisa. Seiringnya berjalannya waktu, setelah  Kak Laisa melakukan jasa yang sanagat besar untuk mereka, mereka tak peduli lagi dengan benar atau tidaknya perkataan mereka di masa lalu itu, mereka sangat menyayangi Kak Laisa.
"Aku hanya takut. Takut terlambat tiba—"
"Kita tidak akan terlambat, Ikanuri.... Kau tahu, kenapa?"
Ikanuri menggeleng, pelan.
"Ka-re-na.... Karena Kak Laisa tidak pernah datang terlambat untuk kita. Tidak pernah. Kak Laisa tidak pernah sedetik pun datang terlambat dalam hidupnya untuk kita... Kak Laisa tidak pernah mengingkari janji-janjinya, demi kita adik-adiknya... Ya Allah...."
Itulah perbincangan mereka ketika hendak ingin pulang menjenguk kak Laisa, tampak sekali rasa rindu dan penyesalah dari kedua sigung itu.
Berbeda dengan Dalimunte yang tidak terlalu agresif dalam urusan cinta, mereka berdua adalah orang yang sangat romantis, tak heran jika masa muda mereka sangat berwarna. Menariknya lagi, mereka menyukai gadis yang memiliki ikatan bersaudara pula, jadi gadis pujaan mereka itu memiliki hubungan sepupu satu sama lain. Ketika mereka minikah pun mereka lakukan di hari yang sama, bahkan lairan anak mereka juga hanya berbeda hitungan hari. Sudah bisa dipastikan pula jika anak dari mereka akan mewarisi sifat mereka ketika kecil dan itu terbukti. Â Sungguh kakak beradik yang unik.
Sekarang Yashinta, si bungsu, anak yang memiliki jiwa ingin tahu sangat besar. Yash, begitulah biasanya dia dipanggil, adalah anak yang penurut, dia tak banyak menuntut bila ingin ini itu. Tapi pernah sekali dia memiliki keinginan yang sangat besar yaitu melihat berang-berang. Ia sangat penasaran setelah diceritakan oleh Kak Laisa yang telah melihat lebih dulu. Mulai dari situlah ketertarikan Yash dengan hewan-hewan dan alam sekitarnya makin besar. Sepulang dari melihat berang-berang itu juga Yash langsung menggambar berang-berang dengan alat tulis seadanya.
Yashinta tanpa perlu diperintah dua kali, membuka ikatan kantung plastik kecil. Sekejap terdiam memegang kotak berwarna itu. Seperti tidak percaya. Satu detik. Dua detik. Lantas berseru senang sekali.
"CRAYON 12 WARNA—"
Yashinta tertawa lebar. Ikanuri ikut tertawa. Mengusap jidatnya.
"TERIMAKASIH, KAK!" (Hal. 73)
Itulah kebahagiannya ketika diberikan hadiah crayon 12 warna oleh Ikanuri dan Wibisana. Sebenarnya Yash sudah lama meminta Mamak membelikannya, tapi mamak belum bisa mewujudkannya.
Si bungsu ini semakin besar dan mulailah ia bersekolah, untungnya ia mengikuti perangai Dali dibanding Ikanuri dan Wibisana. Yash menjadi anak yang pintar dan berprestasi di sekolahnya. Kecantikannya pula makin terpancar. Sesuai, karena sebenarnya Mamaknya adalah orang yang cantik. Seperti kakak-kakaknya yang lain juga, kisah cinta Yash diceritakan di sini. Bedanya Ketiga kakanya (Dalimunte, Wibisana dan Ikanuri) telah menikah dan memiliki anak. Namun di sini kisah kebersamaan Yash dengan Gougsky yang kerap memanggilnya Mrs. Headstone masih berlangsung hingga proses pernikahannya di akhir cerita.
Terakhir adalah Mamak Lainuri, ibu yang sangat galak pada anaknya. Entah sudah berapa kali mamak marah di cerita ini. Namun dibalik itu Mamak adalah orang yang sangat menyayangi anak-anaknya. Jadi para pembaca dapat menyimpulkan bahwa sifat Kak Laisa adalah cerminan yang sempurna dari Mamak. Oleh kerenanya, Mamak sangat mempercayai Kak Laisa.
Di masa mudanya, Mamak adalah gadis yang sangat cantik dan juga termasuk orang yang berada. Namun, Mamak dibutakan oleh cinta, ia hanya melirik rupa sang lelaki tanpa meneliti lebih dalam sifat aslinya. Benar saja, lelaki yang menjadi suami Mamak ternyata adalah orang yang kerap mabuk dan berjudi. Habislah sudah harta Mamak ditambah lagi ia kerap disiksa oleh sang suami. Parahnya, ketika mamak suda jatuh miskin, lelaki tak bertanggung jawab itu meninggalkan mamak tanpa kabar. Ditinggalkannya juga Kak Laisa yang masih kecil yang merupakan anak dari pernikahan pertamanya sebelum menikah dengan Mamak. Terungkaplah jika Kak Laisa bukan anak kandung Mamak. Berjalannya waktu Mamak menikah lagi dengan lelaki yang benar-benar menyayanginya dan Lahirlah putra-putri mereka yang lainnya.