Rum...
Jangan tanyakan rindu,
Juga syair-syair rancu,
Atau sajak-sajak lampu,
yang dihimpit selangkangan para pecandu,
Itu akan terlihat kelabu.
Rum...
Jangan harap kedatanganku,
Ambisi-ambisi yang dulu,
Cerita klise bapak dan ibu,
Itu akan terdengar sendu.
Kini biar aku saja yang bertanya,
Tentang pohon-pohon limau dan jambu.
Sudahkah mereka semua berbuah?
Serta botol-botol liar di kamarku,
Apa masih utuh?
Atau sudah pecah?
Masihkah ayunan berjengkit sendiri?
Di perlintasan hari.
Di depanmu.
Hingga ocehan para tetangga,
Membikin resah Kepala Desa,
Â
Tapi, ah sudahlah...
Tak perlu kubahas bahasamu itu.
Kini terpaksa kau musti kutata,
Supaya cepat laku dan memiliki harga.
Meski tanpa setabur pengecualian dan perbandingan,
Pantang belas kasih didamba.
Hati hilang berkali-kali sekian,
Dikau merdeka sejak kematian.
***
Cirebon, 06 Agustus 2019
Fingga Almatin