Mohon tunggu...
findraw
findraw Mohon Tunggu... Administrasi - Indescripable

Indescripable

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Seorang PNS dan Kartu BPJS

4 Oktober 2015   08:11 Diperbarui: 4 Oktober 2015   13:59 2301
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ketika bapak muda itu akhirnya memutuskan saya bukan orang yang beresiko tinggi, maka dia mulai menguraikan bahwa sesungguhnya dia bukannya tidak mau menggunakan BPJS-Kesehatannya; setidaknya belum. Dia masih menunggu. Kalaupun sekarang dia menundanya, itu karena dia bersyukur masih diberi kemampuan untuk melunasi biaya persalinan yang harus dia bayar. Dan seperti yang telah saya duga sebelumnya, sambil memohon maaf dia mengatakan bahwa dalam keyakinannya sebagai seorang muslim, dia percaya bahwa kita semua akan dimintai pertanggungjawaban atas seluruh bagian dunia yang kita ambil. Maka berpijak dari keyakinan tersebut, dia berpendapat bahwa jika dengan kurang dari separo penghasilannya sebagai PNS saja dia masih mampu membayar biaya persalinan itu, mengapa kini dia harus meminta lebih? Dengan suara sedikit tergetar dia menyitir ayat Quran dari surat Ar-Rahman yang artinya: "Maka nikmat mana lagi dari Tuhanmu yang engkau dustakan?". Maka begitulah, dengan dua landasan pertimbangan tersebut maka dia memutuskan untuk tidak mengambil bagian lebih dari dunia yang ditawarkan kepadanya saat itu.

Sambil tersenyum (getir?) dia pun menambahkan bahwa bukan berarti kemudian dia tidak akan menggunakan BPJS-Kesehatannya. Dia hanya memutuskan untuk menunda memanfaatkannya selama dia masih bisa memenuhi kebutuhan kesehatannya dari jatah rejekinya. Lalu dia menyitir pemberitaan media tentang persaksian beberapa selebritis tenar yang merasa sangat terbantu dengan keberadaan BPJS-Kesehatan saat mereka harus melakukan terapi/perawatan untuk mengobati sakitnya. Dari situ dia berfikir, jika sosok selebritis, yang notabene akrab dengan kelimpahan dunia beserta kemilaunya, ternyata masih bisa mengalami ujian sakit sehingga memaksanya untuk memanfaatkan layanan BPJS-Kesehatan, bagaimana pula dengan dirinya, yang hanya seorang PNS biasa, akan dengan pongahnya mengatakan tidak butuh BPJS? Sambil beristighfar dan memuji asma Alloh, dia hanya bisa berdoa agar dihindarkan dari keadaan yang memaksanya untuk membutuhkan layanan BPJS-Kesehatan.

"Tapi, Pak, kita kan tidak bisa mengontrol apa yang akan terjadi pada kita kelak?" kilah saya, yang langsung menyesali kelancangan ini demi melihat senyum kikuknya. Saya tahu jawaban atas kilahan ini pun sebenarnya tidak ingin diungkapkannya. Namun untunglah, mungkin dengan pertimbangan bahwa dia telanjur menjelaskan sepanjang dan selebar ini maka nanggung jika tidak dituntaskan sekalian, maka dia meneruskan penjelasannya.

Dan ikhtiar yang bisa dilakukannya saat ini atas doanya itu adalah dia berusaha untuk meningkatkan porsi sedekahnya. Sepanjang pengetahuannya sebagai seorang muslim, penjagaan yang utama adalah penjagaan Alloh dan bahwa sedekah itu akan mampu meringankan atau bahkan menolak musibah. Maka melalui sedekah sebagai preminya, dia berharap agar dirinya digolongkan sebagai peserta dalam program asuransi elit yang penjamin tertingginya adalah Tuhan seru sekalian alam langsung.

Maka begitulah, mungkin James Redfield ada benarnya juga. Kebetulan yang terjadi antara dia dengan saya hari itu, ternyata bukan sebuah kebetulan belaka: saya telah mendapatkan sesuatu darinya. Sejak hari itu dia telah menjadi sebuah inspirasi, seorang guru bagi saya. Maka demi membebaskan diri dari beban moral akibat membiarkan sebuah ilmu pudar, tersia-sia di tangan saya, semoga di kompasiana ini inspirasi itu dapat terkristalisasi dan memberi bermanfaat bagi kita semua.

NB: Saya belum sempat berkenalan maupun mengorek informasi lebih lanjut tentang bapak muda itu karena tak lama kemudian ada telepon dari keluarga yang memberitahu bahwa saya sudah ditunggu untuk angkut-angkut barang karena proses check-out telah beres. Dan sejak saat itu saya belum pernah berjumpa dengan inspirator tersebut.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun