Kebanyakan muslim mengira bahwa kehidupan setelah kelak dibangkitkan kembali, atau yang biasa dikenal dengan istilah 'akhirat', adalah surga atau neraka saja. Padahal perjalanan dari dunia ini menuju surga/neraka yang menjadi lokasi finish, sesungguhnya masihlah teramat jauh dan lama.
Dimulai dari proses tercerabutnya ruh dari cangkangnya, proses ditimang dalam buaian alam kubur, kemudian proses penyapihan melalui tiupan sangkakala, yang dilanjutkan lagi dengan perjalanan menuju padang mahsyar. Yang mana semua proses tersebut memiliki kadar waktunya sendiri-sendiri. Setelah sampai di Padang Mahsyar pun ternyata kita masih diharuskan pasrah menunggu dan diabaikan (kebanyakan riwayat merujuk waktu 50 ribu tahun untuk proses ini saja, atau baca di sini). Dilanjutkan dengan digelarnya sidang maha akbar untuk meminta pertanggungjawaban manusia atas umur, harta, dan perbuatan yang diperoleh/dilakukan selama persinggahannya di dunia. Memperhatikan dan menimbang bahwa proses ini dilakukan langsung oleh satu saja Hakim Yang Mahaadil dan Maha Berkuasa, sementara satu per satu dari seluruh jumlah umat manusia akan disidang secara mendetil dan dilakukan perhitungan yang seadil-adilnya, maka jangan dibayangkan proses ini akan berlangsung biasa-biasa saja. Namun inilah etape akhir yang paling menentukan; di sinilah diputuskannya waktu dan lokasi finish yang berbeda untuk masing-masing individu. Ada yang tidak perlu menunggu lama untuk dipanggil mengikuti persidangan yang singkat dan ringan lalu dipersilakan finish di surga. Ada yang tidak perlu menunggu lama untuk dipanggil guna mempertanggungjawabkan dunianya dengan sidang yang berat dan lama lalu dijerembabkan untuk melanjutkan sisa finishnya di dasar neraka. Ada yang harus menunggu lama untuk dipanggil bersidang lalu diadili dengan detil dan berat kemudian diberikan ampunan dan dipersilakan finish di surga. Dan ada pula yang setelah melalui proses yang berat dan melelahkan dan menyakitkan sejak dari awal migrasi dimulai, hanya untuk kemudian melanggengkan deritanya karena diputuskan untuk menyelesaikan finish sebagai penduduk yang merugi di dasar neraka.
Wahai, saudaraku.. waspadalah akan pesona dunia yang melenakan ini; hiburan sebanyak apapun akan selalu terasa kurang, ibadah sesingkat apapun akan selalu terasa terlalu lama, dan kebaikan sekecil apapun akan selalu terasa berat, kecuali bagi orang-orang yang menyadari bahwa dunia ini sejatinya adalah tempat persinggahan terakhir, untuk memperbanyak perbekalan sebelum migrasi akbar dimulai.
Selama ini mungkin kita hanya tertawa sambil lalu menepiskan konsekuensi dosa-dosa kecil, sementara kita sendiri belum sanggup untuk menghentikannya. Mungkin selama ini kita masih menganggap sepele amalan-amalan kecil, sementara mengerjakan amalan yang besar kita belum memiliki kemampuan. Memang ada banyak ulama yang menyatakan bahwa sesungguhnya manusia dimasukkan ke dalam surga bukan karena amalan-amalan yang dilakukannya--karena kebanyakan dari amalan tersebut seringkali tercemar oleh ujub dan riyaa'--melainkan semata karena rahmat dan ampunan Alloh untuk kita. Tapi itu bukan berarti lantas kita bisa meremehkan amalan-amalan kecil serta beranggapan melakukan keremeh-temehan itu hanya merupakan kesia-siaan belaka; toh masih ada waktu untuk bertobat, pikir kita. Bukankah kita sudah menyatakan diri kita beriman? Dan bahwasanya ampunan, pertolongan, dan rahmat Alloh amatlah luas? Bukankah itu semua sudah cukup?
Betul, pemahaman kita tidak bisa disalahkan, karena memang demikianlah adanya; bisa jadi itu semua telah cukup. Namun perhatikanlah saudaraku, akankah kita puas dengan semua ke-cukup-an itu saat mengharapkan pertolongan dari Sang Maha Penolong? Padahal kita telah paham bahwa sesungguhnya semua kemuliaan yang kita pahami tadi hanya bisa diklaim jika kita telah memenuhi syarat dan ketentuan yang diberlakukan oleh Sang Maha Pencipta. Dan kalaupun misalnya nanti Alloh berkenan memberikan dispensasi dengan mengijinkan kita finish di taman surga, maka itu hanya akan diberikan oleh-Nya pada akhir etape; saat sidang pertanggungjawaban kita telah rampung. Coba tanyakan diri sendiri, siapkah kita menghadapi sakitnya sakaratul maut yang dengan gemasnya datang merenggutkan ruh dari raga, sementara saat ini kita bisa merasakan sakitnya rambut yang tercerabut? Atau sudah cukup perkasakah kita menghadapi himpitan kubur, ketika akhirnya bumi diijinkan melampiaskan kebenciannya akibat kebejatan yang selama ini kita petantang-petentengkan saat berjalan di atasnya? Atau masih gagahkah kita saat harus tersaruk-saruk berjalan memenuhi panggilan menuju Padang Mahsyar sebagai orang yang dibangkitkan dalam keadaan buta dan tuli akibat keangkuhan kita saat dengan pongahnya mengabaikan nasihat dan ajakan melakukan kebaikan di dunia dahulu? Sudah sanggupkah kita menahankan panas dan kalutnya suasana Padang Mahsyar saat Sang Maha Raja berketetapan untuk mengabaikan seluruh hamba-Nya selama paling sedikit 50 ribu tahun dalam cekaman ketakutan dan kengerian akibat raungan dan gelegak Jahannam yang sudah tidak sabar untuk melumat kita? Atau sudah cukup tegarkah kita saat satu per satu keburukan diri, detil hingga sepersekian detiknya, dibeberkan di hadapan seluruh umat manusia yang dahulunya pernah memuja maupun membenci kita? Atau sudah siapkan kita setelah mengalami seluruh penderitaan dan pelecehan itu, dan harapan kita satu-satunya adalah ampunan dan rahmat-Nya yang teramat luas itu, namun kemudian Alloh ternyata menolak untuk memberikannya? Apa yang membuat diri kita begitu pongah dan cueknya, sehingga Alloh Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, dengan rahmat dan ampunan-Nya yang seluas langit dan bumi, sampai-sampai tidak berkenan memberikan belas-kasihan kepada kita?
Jangan, saudaraku.. jangaaan sampai dunia yang hanya bisa dinikmati paling lama 50 tahun lagi ini melenakan kita dan menjadikan kita seorang hamba yang tidak sanggup menanggung hasil perbuatannya sendiri. Jangan sampai hingar-bingarnya dunia ini mencegah kita dari melakukan amalan-amalan sepele itu; yang memang hanya level itulah yang masih sanggup untuk kita kerjakan. Setidaknya dari hal-hal yang remeh itu kita bisa sedikit menghimpun perbekalan migrasi yang sewaktu-waktu dan tak terduga-duga akan segera kita lakoni. Semoga perbuatan-perbuatan kecil itu dapat menemani, membela dan menjinakkan murka bumi saat kita tengah berbaring tak berdaya dalam dekapannya. Atau saat kita kelelahan dalam upaya diwajibkan mencapai Padang Mahsyar yang jaraknya tak terhingga. Atau di saat kekalutan dan keputusasaan melanda ketika kita harus menjalani masa penantian sidang. Dan semoga akhirnya amalan-amalan sepele tadi mampu mengundang belas-kasihan Sang Maha Rohman saat di atas mizan amalan-amalan itu nantinya harus tergilas oleh gunungan dosa-dosa kecil yang tidak pernah henti kita ulang. Setidaknya, karena menganggap remeh/ringan amalan-amalan tersebut akhirnya menjadikan kita mampu istiqomah menjalankannya, sehingga ada satuuu saja dari amalan-amalan tersebut yang benar-benar terbebas dari debu ujub dan riyaa'. Dan oleh karenanya, maka Alloh berkenan mencurahkan ampunan dan rahmat-Nya kepada kita.
Ingatlah, saudaraku.. bahwa bagaimanapun juga larangan Alloh itu jauh lebih sedikit dari apa-apa yang diperbolehkan-Nya. Dan perintah-perintah Alloh, kita hanya diminta mematuhinya sekuat yang kita mampu saja (dalam artian, jika telah dianugerahi kemampuan maka kita harus mengupayakannya semaksimal mungkin). Serta pahamilah bahwa jika kita tidak mau mencukupkan diri dengan rejeki Alloh yang halal, maka segala bentuk keharaman--sebesar dunia dan seluruh isinya--seberapa pun banyaknya tidak akan mampu memuaskan keinginan dan nafsu seorang anak manusia.
Artikel terkait: Apa makna 50 ribu tahun buatmu?