Dari mata turun ke hati,
Sebuah kalimat yang amat basi kudengar, bahkan sempat aku tak mempercayainya. Namun, sejak ia hadir kini aku percaya akan kekuatan sebuah tatapan yang bisa menjatuhkan, ya menjatuhkan asa. Lagu jazz dari mata turun kehati pun cukup mewakili kisah dilemaku dengan orang jawa pertama kalinya.
Oh ya, sebut saja nama ku Aghnia, nama siar yang diberikan pengurus radio kampusku sejak awal mendaftar menjadi anggotanya. Kisahku bermula sejak beberapa bulan yang lalu. Kala itu, aku masih seperti gadis lugu berdarah sunda yang belum mengerti permainan asa . Hingga Di saat rapat event perdana itu,aku mulai terjebak permainan asa dengan orang jawa sebut saja Arsyad nama siarnya. Ia juga rekan crew anggota radio kampusku. asa itu bermula saat kejadian sambutan pertama ia terpilih menjadi ketua pelaksana event training mc yang diselenggarakan radio kampusku, saat itu ia menatap cukup lama kearah mataku ketika menyampaikan sambutannya, aku yang berada dihadapannya tak kuasa berkutik dan berusaha untuk fokus menyimaknya. Namun, lambat laun hatiku memberontak, ada keganjalan dalam cara ia menyampaikan sambutan, mengapa tatapan arah matanya hanya tertuju padaku? apa karna posisiku yang kebetulan ada dihadapannya? Padahal dalam rapat itu, banyak sudut yang harusnya ia perhatikan juga, hingga pada akhirnya, akupun mengambil sebuah ballpoint dan menggerakkannya ke arah matanya, hingga ia mengikutinya dan beralih pandangan. Sungguh kejadian konyol yang pertama kali aku temui dalam sebuah rapat.
Dalam event-event organisasi sebelumnya, aku dan Arsyad memang sudah sering berinteraksi, mungkin karena posisiku sendiri sebagai bendahara, menjadi salah satu pemicu interaksi di antara kami. Hampir dalam sebulan yang lalu catatan panggilan Whats’app ku di penuhi oleh namanya. Sosok laki-laki jawa yang baik hati itu, kini mulai memikat asaku. Kejadian-kejadian konyolpun sempat menimpaku. Aku yang notabene nya sebagai alumni pesantrenpun tetap berusaha menjaga jarak dengan lawan jenis, salah satunya dengan tidak bersentuhan kulit. Namun sayang, karena kebiasaanku yang tergopoh-gopoh sempat bebrapa kali jemariku pernah menyentuh tangannya, sehingga membuat batal wudhunya. Betapa malunya aku, hingga aku tak sanggup lagi untuk berkata-kata, ketika ia mengucap “yah, wudhunya batal”. Kejadian serupa pun terjadi lagi pada orang yang sama, dan saat ada seseorang yang mau menghampirinya dan berkata “eh nanti batal ya syad wudhunya”, dan dengan datarnya ia berkata “wudhu ku udah di batalin aghnia”. Hingga akhirnya, disuatu rapat tanpa sengaja ia berada duduk disampingku, aku pun spontan berkata “syaad, kayaknya mendingan kamu jangan dekat aku deh duduknya, nanti batal wudhunya” dan dengan santainya ia menjawab “nggak papa, aku nggak punya wudhu kok, mau pegangan tah?” sebuah jawaban yang mencengangkan bagiku, serentak aku menjawab “ya nggak mau lah emangnya cewek apaan”. Arsyad memang sering membuatku gemas, namun dari tingkahnya yang menggemaskan itulah yang mengundang asa itu, juga. Jika aku sudah mulai gemas gaya tulisan what’sapp ku langsung berubah “syaaad” begitu pula dalam dunia nyata, aku selalu melakukan penekanan pada kata syaaad cukup lama.
Namun, sejak malam acara pengangkatan ia menjadi ketapel, jarak kita mulai menjauh, karena ia pun mulai super sibuk. Namun aku mulai merasakan asa yang aneh sejak tatapan itu. Mungkinkah ini.. entahlah saat itu aku selalu menyangkalnya. Akupun sempat mendengar pesan dosen PPBA ku hati-hati dengan siklus permainan asa, berawal dari mata hingga jalan berdua dan sebagainya. Entah bagaimana ceritanya akupun sempat pergi dengannya, padahal aku tidak berniat untuk pergi dengannya, hanya saja secara kebetulan ia yang mengantarkan ku ke tempat bank disaat aku sedang memproses berkas beasiswa. Di motor itu sempat aku berceloteh tentang sikapnya selama memimpin rapat, aku hanya berusaha memberi masukan agar ia bisa menjadi lebih baik. Rapat demi rapat terus kami jalani namun pesertanya pun semakin berkurang, aku pun ikut merasakan apa yang ia rasakan karena dibangku SLTA akupun pernah merasakan menjadi ketua. Ia selalu melakukan pengontrolan yang detail, melakukan dengan totalitas, hingga aku pun terkesan bagaimana bisa orang sebaik itu. Hingga ketika aku mendapat video motivasi, akupun langsung mengirimkannya. Berharap agar ia tetap termotivasi dan bersemangat kembali.
Sejak dulu, aku tak pernah mengharapkan balasan kasih dari seseorang yang aku kasihi, dan hal yang selalu paling aku takuti adalah ketika seseorang itu mempunyai asa yang sama. Karena aku tahu dalam agama kita itu adalah hal yang tidak dibenarkan.
Hingg pada suatu malam aku mendengar kabar burung, kabar yang disampaikan oleh teman dekatku sebut saja namanya emma, emma bercerita bahwa ia pernah mengatakan suka padaku. Namun, kata itu ia ungkapkan dalam permainan true or deer. Dan permainan itu sangat di rahasiakan katanya. Aku pun tidak terlalu yakin dengan kabar itu, antara senang dan takut asaku kala itu. Beberapa malam kemudian kamipun berlima sempat mengopi bersama disebuah trongkongan, ada sikap yang aneh memang jika dihubungkan dengan kabar burung itu, hanya saja aku memilih untuk tetap bersikap pura-pura tidak tahu.
Sejak malam itu, kegalauan muncul kembali. Haruskah aku membnunuh asa lagi atau tetap membiarkannya dengan berjuta ketidak pastian. Satu hal yang aku herankan disaat aku menjauh, justru alam mendekatkan kita. Seperti halnya disaat acara mukhayyam araby, beberapa minggu sebelumnya,aku sudah berusaha untuk tidak bertemu dengannya, namun, entah bagaimana caranya disaat pulang ia sudah bersama temanku dan akhirnya kita foto bersama. Ia juga sering muncul disaat aku mengerjakan tugas seni budayaku, dan ia sempat berceloteh “nyampah” sebuah kata yang menyebalkan, karena ia tidak merasakan prosesnya, namun ku tahu itu hanya sebuah gurauan.
Hari-hari terus berganti, hingga akhirnya asa itu semakin menjadi, aku pun mulai sering stalker akun dunia mayanya, hingga aku tercengangkan dengan foto mesranya dengan seorang bule di Amerika satu tahun yang lalu. Sempat aku illfeel padanya namun asa itu tetap mengganggu. Bahkan kekonyolan pun bertambah dengan kepolosanku yang mengirim sebuah lagu padanya yang berjudul teka-teki rasa.
Aku pun mulai menyadari di saat berkali-kali aku berusaha utuk membunuh asa ini, berkali-kali pula aku harus selalu terluka. Namun, Aku pun tetap memutuskan untuk memulai menghindar tatapannya, namun tetap saja aku belum bisa. Hingga pada suatu malam ia mengajak ku untuk shalat berjama’ah, namun aku menolaknya karena berhalangan, lalu entah mengapa ia harus menggelar sejadah untuk shalat tepat berada di sampingku, hingga aku tak kuasa untuk membencinya akibat foto bule itu. Usai shalat ia pun sempat berbincang-bincang denganku tentang soal matematika yang sedang ia perlukan, akupun menyimaknya, dan sebenarnyapun aku punya soal-soal itu namun harus dicari dulu dimana tempat foldernya. Aku tak menyangka bahwa soal itu memang untuk dirinya karena ia akan mengikuti SBMPTN.
Rasa galau menderaku, disaat aku ingin menjauh darinya, bertepatan dengan ia mengikuti tes itu. Mungkinkah ini cara Allah menjagaku? Begitu galaunya asaku, karena aku harus benar-benar terluka kembali, disaat mendengar kabar burunng ia suka padaku, namun ia juga tak pernah menampakkannya, dan parahnya ia akan pergi meninggalkanku juga. Sungguh aku benar-benar ingin marah pada diriku sendiri. Kenapa aku terjatuh pada tatapan itu?? Kenapa ia harus hadir menyapa jika akhirnya meninggalkan? Akupun meyakinkan diriku, bahwa aku adalah makhlukNYA, semua urusan akan kembali padaNYA, maka aku pun berusaha menjadi pecinta yang tulus, karena kasih tak harus selalu memiliki, namun berikanlah yang terbaik pada kasih.
Dihari menjelang ujiannya tiba, dipagi harinya, akupun langsung menyempatkan mencari berkas ujianku tahun lalu, ku kirimkan via line dan e-mail agar ia bisa belajar dengan maksimal. Karena ini hanya salah satu caraku dalam mengasihi, aku tak ingin menjadi penghalang mimpi seseorang yang aku kasihi. hingga di hari-hari menjelang pengumuman itu tiba, berulang kali aku menanyakan apakah kamu yakin dengan pilihanmu? aku hanya meyakinkan diriku untuk bersiap-siap untuk jarang melihatnya lagi. aku pun berusaha mensupportnya agar ia yakin dan optimis akan hasil tesnya. hingga akhirnya pengumman itu tiba dan ia dinyatakan lulus. entah itu sebuah kabar sedih atau bahagia, hanya do'a terbaikku untuknya semoga ia mendapatkan yang terbaik.
Detik ini, aku pun masih mempunyai asa yang sama, hanya saja aku tak kuasa lagi untuk membunuhnya, biarkan sang pencipta saja yang mencabutnya, dan menurunkannya lagi disaat yang tepat dan pada orang yang tepat.
Selamat menempuh hidup baru, selamat memperbaiki kualitas diri, terimakasih telah mengajariku untuk belajar mengasihi dengan tulus...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H