Mohon tunggu...
Fina Rudati
Fina Rudati Mohon Tunggu... -

Mahasiswi Ilmu Komunikasi UIN Sunan Kalijaga. Sedang berusaha mendalami jurnalistik. Pecinta drama Korea.

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Secuil Kisah dari Santri, Gambaran Pesantren

16 September 2016   23:47 Diperbarui: 17 September 2016   09:27 174
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beberapa tahun terakhir, minat masyarakat untuk mendaftarkan anaknya di pesantren semakin meningkat. Hal ini didukung dengan beberapa pesantren yang mulai “memodernkan” ajarannya. Tidak lagi dengan metode salafi yang hanya mengaji al-quran dan kitab kuning, tapi juga mengadakan pendidikan formal di dalam pesantren. Bahkan beberapa sekolah di pesantren sudah bisa GO Internasional

Memang masih ada beberapa orang tua yang masih memandang sebelah mata terhadap pesantren. Bahkan beranggapan pesantren hanya untuk anak-anak yang nakal, tidak bisa diatur, bodoh, atau hanya sebagai cadangan jika tidak bisa masuk sekolah negeri. Jika sudah demikian, apa bedanya pesantren dengan “tempat pembuangan”?

Padahal di zaman seperti ini, dimana pergaulan semakin bebas dan tidak terkontrol, kehadiran pesantren bisa menjadi jalan keluar bagi orang tua yang tidak ingin anak-anaknya terjerumus dalam pergaulan bebas. Meski tidak ada jaminan bahwa anak-anak pesantren akan 100% aman dari segala hal yang bisa menyesatkan, setidaknya hal itu jauh lebih baik daripada membiarkannya bebas tanpa ada kontrol dari orang tua. Karena sekarang ini, masyarakat yang hidup di perkotaan memiliki jam kerja yang sangat tinggi seiring dengan harga kebutuhan pokok yang meningkat tajam. 

Mereka bisa berangkat dan pulang kerja saat gelap dan semakin sedikit komunikasi yang mereka miliki dengan anak-anaknya sendiri. Orang tua yang selalu sibuk akan membuat anak-anak (khususnya di usia remaja yang butuh perhatian khusus dari orang tua) memberontak. Bagus jika mereka memberontak dengan cara baik-baik, dengan mendiskusikannya bersama orang tua. Bagaimana jika sebaliknya? Biar bagaimanapun, mereka masih dalam proses menuju dewasa, jiwanya masih labil.

Beberapa hal yang ditakutkan masyarakat adalah bahwa lulusan pesantren hanya bisa menjadi ustad, kyai, atau berbagai profesi lain yang bersifat religius. Siapa bilang? Di zaman modern seperti ini, sudah banyak alumni pesantren yang menorehkan prestasinya hingga ke kancah internasiona. Contoh saja A. Fuadi. Penulis best seller Negeri 5 Menara yang sudah melanglang buana di berbagai negara di dunia. Mulanya beliau juga pesimis, sama seperti Anda mungkin (dan juga saya).

 Jadi apa setelah lulus dari pesantren nanti? Namun dengan tekadnya, A. Fuadi terus berusaha menggali bakatnya di bidang jurnalistik, hingga akhirnya bisa menjejakkan kakinya di Negeri Paman Sam, negeri impiannya. Dengan semangat berbagi, beliau lalu menuliskan kisah hidupnya sejak sebelum masuk hingga keluar dari pesantren. Salah satu bukunya, Negeri 5 Menara bahkan sudah diterjemahkan ke dalam bahasa asing dan menjadi bacaan populer di negeri seberang.

“Bagaimana jika lulus dari SMA di pesantren ingin melanjutkan kuliah? Bisakah?”

Tentu bisa. Beberapa pesantren bahkan sudah menyediakan jenjang pendidikan hingga universitas. Jika ingin keluar dari lingkungan pesantren, ingin mencoba tempat dan suasana baru, mungkin, paling gampang masuk di PTKIN. Peluangnya lebih besar. Bahkan jangan heran jika buku-buku yang digunakan di universitas nanti bisa sama dengan buku atau kitab yang digunakan di pesantren.

“Ah tapi saya ingin kuliah di UI, UGM, dan universitas keren lain.”

Jangan khawatir. Sudah beberapa tahun ini Kemenag RI menyediakan beasiswa khusus alumni pesantren untuk bisa kuliah di PTN bergengsi di Tanah Air dengan jurusan yang paling banyak diincar pula. Sebut saja Fakultas Kedokteran di UGM, UNAIR, dan masih banyak lagi (info lebih lanjut di sini).

See? Kemajuan pesantren sekarang sudah sangat pesat. hampir sama kualitasnya dengan non-pesantren. Bahkan anak-anak pesantren memiliki nilai plus yang mungkin tidak dimiliki anak-anak lain. Karena di pesantren tentu akan diajari bagaimana bersosialisasi dengan baik, mengasah bakat dan minat, dan banyak organisasi yang siap mengasah leadership skill Anda.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun