Mohon tunggu...
Fina Thorpe-Willett
Fina Thorpe-Willett Mohon Tunggu... ibu rumah tangga -

Sekarang berpuas hati hanya menjadi istri dan ibu dari 3 bos yang masih balita. Tapi gak lupa dengan hobi lama, eksplorasi dan menulis. Intip rangkumannya di kompasiana dan www.travelwithfina.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Tanah Airku Paling Indonesia

11 Mei 2011   15:05 Diperbarui: 26 Juni 2015   05:50 640
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Terima kasih saya yang tak terhingga kepada Ibu Soed. Beliau telah merangkum dengan indah semua rasa dalam hati dalam lagu melankolis berjudul "Tanah Airku". Dengan aransemen seperti apapun, liriknya yang sederhana namun kaya makna selalu mampu membuat saya terdiam. Diam karena rindu, karena bangga, karena sedih, karena bahagia, karena berjuta perasaan tumpah dalam kata-kata dan melodinya.

Saya mengenal lagu ini pertama kali semasa masih duduk di Sekolah Dasar. Banyak sekali lagu perjuangan maupun lagu anak-anak yang saya pelajari. Salah satu buku kumpulan lagu yang menjadi favorit saya adalah buku bersampul biru sederhana berisi notasi dan lirik lagu-lagu ciptakan Ibu Soed. Dari "Burung Kutilang", "Menanam Jagung" hingga lagu "Tanah Airku" ini terangkum di dalamnya. Saya ingat, meskipun masih begitu belia, saya bisa tercenung saat menyanyikan lagu ini. Entah kenapa, bisa jadi karena simponinya yang begitu menyenangkan di telinga.

Terima kasih juga kepada maskapai penerbangan nasional Garuda Indonesia yang pernah menjadikan lagu ini sebagai bagian dari iklan mereka dan ditayangkan berulang-ulang di berbagai TV nasional. Seorang anak laki-laki dengan sempurna menyanyikan lagu ini dengan visual keindahan Indonesia. Begitu syahdu. Itulah kali pertama saya sadar nyawa lagu ini bagi saya.

Hingga hari ini, masih belum ada lagu perjuangan maupun lagu lain yang mampu menggantikan posisi istimewa lagu ini di hati saya. Apalagi sejak beberapa tahun terakhir saya adalah perantau. Juga bahwa saya menikah dengan suami berkewarganegaraan asing, tinggal di negeri orang, memiliki 3 orang putri lucu dengan tampilan yang tidak coklat seperti saya, sungguh mudah membuat saya terlena dan terharu setiap mendengar bait-bait lagu ini.

Saya mungkin saja begitu (bahkan terlalu) Indonesia. Bahasa pertama bagi anak-anak kami harus bahasa Indonesia. Makanan utama yang ada di dapur kami adalah masakan Indonesia. Koleksi baju resmi suami lebih banyak batik. Saat Harmony Day di sekolahnya, saya pakaikan baju kebaya. Pulang kampung bagi kami adalah ke Indonesia. Saat timnas bertanding, suamipun ikut menonton lewat streaming dan saya mengibarkan merah putih. Setiap pembicaraan tentang travelling dengan teman non-Indonesia, saya akan 'menjual' wisata negeri. Pekerjaan sampingan saya adalah guru bahasa Indonesia untuk penutur asing. Keragaman budaya, indahnya negeri, masyarakat yang unik, itulah yang saya bagi kepada dunia saya di sini. Saya sadar bahwa saya sesungguhnya 'perwakilan' negeri tanpa jabatan. Semua atribut saya, termasuk sebagai orang Indonesia yang sangat kuat menjaga paspor hijau ini, berpotensi memberi pesan dan citra kepada orang lain. Di negeri lain. Baik maupun buruk.

Namun apa daya, saya tak mampu berbicara dan menjawab pertanyaan dari siapapun seputar pemerintahan, politik, anggota dewan, korupsi, kelicikan pejabat, kesenjangan ekonomi, hukum lemah, TKI, dan masih amat sangat panjang daftar ini, daftar yang sangat kompleks dan tidak seindah pantai Wakatobi.  Bagian inilah yang mampu membuat saya terdiam sedih, menangis bahkan marah saat bait lagu kesukaan saya terdengar. Karena tahu adanya segelintir manusia kejam tanpa nurani yang mampu merusak indahnya khayal pulang ke rumah bernama Indonesia.

Tanah airku Indonesia adalah surga dunia. Berkah dan cobaan dari sang Pencipta. Namun negara Indonesia yang penuh luka dan selalu teraniaya oleh warganya sendiri, semakin jauh dari hati ini.

Tanah airku Indonesia, aku rindu.

----

Tanah airku tidak kulupakan, 'kan terkenang selama hidupku

Biarpun saya pergi jauh, tidak 'kan hilang dari kalbu

Tanahku yang kucintai, Engkau kuhargai

Walaupun banyak negeri kujalani, dan mahsyur permai dikata orang

Tetapi kampung dan rumahku, di sanalah ku rasa senang

Tanahku tak kulupakan, Engkau kubanggakan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun