Mohon tunggu...
Fina Thorpe-Willett
Fina Thorpe-Willett Mohon Tunggu... ibu rumah tangga -

Sekarang berpuas hati hanya menjadi istri dan ibu dari 3 bos yang masih balita. Tapi gak lupa dengan hobi lama, eksplorasi dan menulis. Intip rangkumannya di kompasiana dan www.travelwithfina.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Final Piala AFF 2010: Perjuangan Bagi Semua

29 Desember 2010   17:40 Diperbarui: 26 Juni 2015   10:14 336
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_82429" align="aligncenter" width="300" caption="hati kita untuk timnas Indonesia (photo by www.sugeng.web.id)"][/caption] Indonesia menang. Tidak hanya timnas-nya yang berhasil memenangkan jutaan hati rakyat Indonesia, namun puluhan ribu rakyat yang berhasil masuk ke stadion GBK sesungguhnya juga pemenang. Perjuangan rakyat menonton mulai terasa berat sejak proses pembelian tiket final yang simpang siur. Bahkan libur Natal yang seharusnya damai sedikit tercemar oleh insiden prosedur penjualan tiket yang bahkan menelan korban. Banyak orang di sekitar saya yang kesulitan tidak hanya untuk mendapatkan tiket tetapi juga untuk mendapatkan cuti dari tempat mereka bekerja karena malam final terjadi di tengah minggu. Saya sendiri termasuk yang merasa beruntung karena final leg-2 ini berlangsung saat saya mudik dan juga berhasil memperoleh tiket nonton tribun. Tiket termurah yang dijual panitia. Kami (sekitar 10 orang) membeli tiket lewat teman yang sangat dipercaya, karena pada beberapa pertandingan sebelumnya sang teman ini jua yang mensuplai tiket tanpa ada masalah. Apa daya, setelah berjuang mencari parkir dan menembus lautan manusia di GBK, hingga berhasil berada di pintu masuk setelah antri panjang mengular, ternyata tiket kami dinyatakan PALSU (!) oleh panitia. Siaaaalll.. kami digiring keluar antrian oleh beberapa petugas. Perjuangan tidak berhenti di situ. Saya dan rombongan tetap mengusahakan masuk. Karena ternyata kami tidak sendirian yang memegang tiket serupa. Di antrian yang sama juga terdapat rombongan dengan tiket 'palsu' namun berhasil masuk. Jadilah rombongan saya mengantri kembali dan kali ini terdapat perbaikan, sebagian dari kami masuk. Saya dan 4 lainnya tertahan kembali. Sisa rombongan mencari gerbang lain setelah janjian bertemu di salah satu sektor. Rupanya di gerbang lain, petugas bahkan sama sekali tidak melihat tiket dan langsung menyobek (tidak pakai scanner) dan membolehkan kami (dan banyak lainnya) masuk. Berlarilah saya dan 4 teman ke tribun menuju sektor yang dijanjikan. Apa daya, sektor tersebut sudah penuh. Masuk pun tak bisa. Bersama ratusan penonton lainnya saya mengitari tribun mencari sektor yang belum padat namun tidak ada. Sementara jam sudah menunjukkan pukul 5.30! Sesungguhnya ada beberapa sektor yang sengaja dikosongkan dengan alasan RI 1 berada tepat di bawah tribun itu. Sektor-sektor itu dijaga ketat oleh paspampres dan polisi. Namun tidak ada pilihan tempat lainnya. [caption id="attachment_82430" align="aligncenter" width="432" caption="tetap bahagia walaupun dijadikan rakyat jelata oleh panitia "]

12936453041553767425
12936453041553767425
[/caption] Rupanya kembali lagi saya harus berjuang masuk. Setelah negosiasi alot, demonstrasi kecil beserta koor 'buka pintunya!' selama 30 menit ditambah sedikit aksi dorong-mendorong dan mengumpat, kami berhasil mendapatkan tempat duduk strategis, dengan pemandangan lepas tepat di tengah lapangan, beda tipislah dengan BeYe. Selesai? belum dong. Karena dipastikan jumlah tiket (ditambah tiket palsu) melebihi kapasitas, posisi duduk di tribun istimewa ini juga tidak biasa. Jadilah selama lebih dari 2 jam jika duduk harus rela dalam posisi tidak lazim dan pastinya rapat. Bagusnya (kayak gini masih cari sisi baiknya!) kita jadi lebih akrab sesama penonton. Berbagi snack, teriakan, cacian sesekali, koor indah saat menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya, kesedihan dan perayaan kemenangan yang terasa begitu berbeda. Rakyat biasa tidak mudah untuk ikut merayakan kegembiraan dan memberikan dukungan kepada Timnas. Keberadaan RI 1 tidak menjadi penyemangat tapi justru penghalang. Panitia yang matre juga mengurangi kelancaran penyelenggaraan pertandingan. Kami harus berjuang. Namun kami tidak putus asa. Karena timnas yang kami dukung juga penuh semangat juang. Kecewa gagal penalti dan tertinggal 0-1 dari lawan tidak menjadi alasan untuk menyerah kalah. Saya bangga berteriak INDONESIA di tengah GBK malam ini. Saya bangga dengan sportivitas penonton yang saling menjaga kehormatan bangsa. Memang benar, sepakbola adalah pemersatu. Setidaknya malam ini semua penonton bersatu menyuarakan kata hati. Perjuangan kita belum berhenti teman. Biarlah malam ini jadi pelajaran. Buat saya, kamu dan Nurdin Halid (jika dia punya telinga dan hati, harusnya dia tahu harus berbuat apa besok). Mari tidur. Mimpi timnas di piala dunia... siapa takut?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun