"Teman-temanhariinimatakuliahdiisidengandiskusimandiriya..". Begitu pesan dari dosen yang berhalangan hadir pada jam mata kuliah. Pernyataan dari pertanyaan daring atau luring tersebutmenjadianginsegar yang menambahjiwa-jiwa malas beranjak dan keluardari zona nyaman mahasiswa semakin terpupuk. Bagaimana tidak, diskusi mandiri yang hanya dijalankan sebagai formalitas pemenuhan tugas presentasi tak membuahkan hasil bagi tambahnya wawasan mahasiswa. Budaya demikian kini kian terpupuk ditambah kurang tegasnya fasilitator yang hanya meminta bukti foto sebagai syarat ketuntasan diskusi. Aighh... mahasiswa yang cerdas tentunya memilih foto berkali-kali dan dikirim setiap kali mata kuliah tanpa harus berdiskusi. Lantas apa sebabnya hal demikian dapat terjadi?
Menelisik masalah yang sudah lama dibicarakan di dunia perkuliahan, kurangnya literasi mahasiswa menjadi penyakit yang belum juga bisa terobati. Budaya literasi mahasiswa berupa membaca, berdiskusi dan menulis sudah beberapa tahun ini mengalami kemerosotan. Banyak mahasiwa yang balum mampu memahami makna belajar di dunia perkuliahan.Â
Mahasiswa sebagai kaum akademisi harusnya memiliki peranan sebagai pelaku yang mampu memahami seluk beluk ilmu pengetahuan dan mengaplikasikannya serta mampu menjadi pembaharu atas teori yang sudah tidak relevan digunakan sekarang. Gelar mahasiswa yang dibebani tanggung jawab sebagai Agent of Change, Agent of Control dan Agent Social Control tentunya tidak bisahanya didapat di dalam kelas saja. Belajar di dalam kelas setidaknya hanya memberikan pemahaman 25% hingga 30% dan selebihnya bias didapat melaui pengalaman membaca, berdiskusi dan berorganisasi. Lantas bagaimana mahasiswa yang hanya kuliah pulang kuliah pulang saja?
Mahasiswasulitmencaritemandiskusi, benarkah?
Pandemi covid-19 menyisakan kultur budaya yang masih sulit dihapuskan. Sistem daring yang diterapkan di dunia pendidikan menyisakan mental-mental siswa mageran dan lebih memilih duduk di rumah. Mereka masih suka dininabobokan dengan sistem-sistem yang seharusnya sudah tidak relevan digunakan pasca pandemi. Hal ini tentunya tidak terjadi pada seluruh pelajar atau khususnya mahasiswa. Mahasiswa yang tetap produktif di masa pendemi tetap meiliki semangat layaknya mahsiswa dahulu.Â
Alhasil beberapa mahasiswa yang sadar akan  ketimpangan ini kesulitan mencari teman berdiskusi dan mengembangkan literasi. Bahkan hobi membaca dan menulis dianggap kolot dan kurang bergengsi di kalanganmahasiswa. Banyak ruang diskusi digelar baik secara off line maupun online guna meningkatkan minat  mahasiswa dalam  berdiskusi. Namun jiwa pragmatis yang selalu ingin instan dan mengharap imbalan menjadi jargon kebanyakan mahasiswa yang juga menjadi masalah baru.Â
Mereka tidak berangkat diskusi karena tidak ada imbalan seftifikat atau materi lainnya yang dianggap menguntungkan. Mindset kebanyakan mahasiswa akan feed back dari ruang diskusi hanya terikat pada bukti materialis dan belum sampai kepada pemahaman bahwa feed back terbesar ialah ilmu yang mereka dapatkan.Â
Dari sini bias kita pahami bahwa mahasiswa saat ini belum selesai pada urusan mereka sendiri dan akan sangat sulit untuk mencapai gelar Agent Off Social Control terlebih Agent off Change. Mahasiswa yang mampu menjadi Agent of Change harus memiliki jiwa kritis diimbangi dengan knowlage yang mereka dapat dari membaca dan berdiskusi. Namun yang terjadi saat ini justru budaya membaca dianggap kolot kurang bergengsi.
Bertanya agar dianggap aktif dalam berdiskusi
Berdiskusi dengan presentasi menyampaikan makalah dengan tema yang didapat dari RPS menjadi hal yang lazim dilakukan oleh setiap mahasiswa. Hampir semua dosen menerapkan metode demikian dalam menjalankan pembelajaran di kelas. Penilaian tidak hanya ditujukan untuk pemakalah, tetapi juga respon dari audiens yang menggapi presentasi dari pemakalah. Mahasiswa yang banyak bertanya dan memberikan tanggapan dinilai mahasiswa aktif dan tentunya ada nilai tersendiri untuk mahasiswa demikian.Â
Fenomena yang terjadi, banyak mahasiswa yang bertanya mengenai sesuatu yang sudah tertera di makalah atau bahkan sesuatu yang sudah diketahuinya. Hal ini tidaklah pantas dikatakan aktif, tetapi justru menandakan ketidak mampuan dalam merespon suatu masalah dan mengembangkan pola pokir mereka.Â