Mohon tunggu...
Filzah Mithalina Nur Sabrina
Filzah Mithalina Nur Sabrina Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang

Just be Yourself

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Godfather of Broken Heart

22 November 2021   11:21 Diperbarui: 22 November 2021   12:13 376
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Judul Buku            : Didi Kempot "Sang Maestro Campursari"

Penulis                   : Weda S. Atmanegara

Penerbit                 : Brilliant - Yogyakarta

Tahun Terbit        : Cetakan Pertama, 2020

Tebal buku            : 189 halaman

Harga Buku          : Rp. 49.000

Peresensi              : Filzah Mithalina Nur Sabrina/ 201/ Farmasi E

Buku yang berjudul Didi Kempot "Sang Maestro Campursari" yang dituliskan Weda S. Atmanegara. Penulis ini mencoba mengenang dan merekam perjalanan Lord Didi sebagai seniman yang ia hormati atas dedikasi karya dan kerendahan hati yang beliau miliki untuk Indonesia, juga untuk orang-orang di sekitarnya. Meski tidak secara resmi tergabung dalam Sobat Ambyar, karya-karya sang maestro telah mewarnai masa kecil juga diakhiri hingga kemudian ia beranjak dewasa. Karya-karya beliau tidak akan luntur dihati para penggemarnya. Nah, di buku ini kita akan menelusuri perjuangan Lord Didi dalam memopulerkan lagu-lagu patah hati yang menemani para Sad Boy dan Sad Girl sebagai Sobat Ambyar.

Didi Kempot, Lord Didi atau The Godfather of Broken Heart memang banyak diketahui oleh banyak orang, tetapi kenalkah kita pada Didi Prasetyo? Iya, Didi Prasetyo adalah nama asli dari Didi Kempot yang mengawali kariernya sebagai musisi jalanan. Didi Kempot lahir dari keluarga seniman di Surakarta pada 31 Desember 1966. Tak heran jika Didi terjun ke dunia seni, kerabat terdekatnya juga berada di dunia yang sama. Ayahnya, Ranto Edi Gudel, adalah pemain ketoprak dari Jawa Tengah. Ibunya, Umiyati Siti Nurjanah adalah seorang penyanyi tradisional di Ngawi. Sedangkan kakaknya, Mamiek Prakoso, adalah seorang komedian yang menjadi terkenal berkat grup Srimulat.

Darah seni yang sudah mengalir dalam tubuhnya membentuk semangat dan keyakinan tersendiri untuk meneti karier. Ia memasuki dunia musik pada pertengahan 1980-an sebagai penyanyi jalanan, dari Yogyakarta hingga Jakarta. Dari situ, namanya yang semula Didi Prasetyo menjadi "Didi Kempot", singkatan dari Grup Penyanyi Trotorar. Alasan memilih campursari berawal dari rasa heran karena hanya sedikit anak muda yang tertarik dengan genre musik ini. Dengan membawakan lagu-lagu bertema patah hati ia berjuang keras hingga berhasil masuk ke dapur rekaman.

Lambat laun, Didi Kempot semakin terkenal di lapangan Campursari. Total, Didi Kempot menghasilkan puluhan album dan ratusan lagu. Meski begitu, ia sendiri terkadang lupa untuk menuliskannya di atas kertas. Namun, ia baru mencapai sukses besar sebagai penyanyi Campursari tahun lalu dan bahkan dengan penuh kasih disebut oleh anak muda sebagai Buddy Ambyar. Selain faktor kedekatan emosional, alasan mengapa Didi Kempot terkenal juga tak luput dari internet. Dengan adanya internet, lagu-lagu Didi Kempot yang sebelumnya dibatasi peredarannya kini lebih mudah diakses.

Di balik lagu-lagu sendu yang lahir dari tangannya, selalu tersimpan pesan untuk bangkit dari keterpurukan. Menyadarkan bahwa cinta bukan hanya memberikan kebahagiaan, melainkan juga kesedihan, lengkap dengan penderitaan. Tema patah hati membuatnya dekat dengan para Sobat Ambyar. Lagu-lagunya menjadi favorit, menjadi teman berjoget saat hati benar-benar patah, menuntun untuk bangkit saat diri begitu susah untuk memulai kembali.

Selain itu, kontribusi para influencer juga meningkatkan popularitas Didi Kempot di kalangan anak muda. Ghofar Hilman, misalnya, mengundang Didi Kempot sebagai tamu dalam acara #NGOBAM (Ngobrol Bersama Musisi) di akun YouTube miliknya. Video ini telah dilihat lebih dari 5 juta kali. Akun YouTube Ghofar Hilman sendiri memiliki 824.000 subscriber.

Lagu lain yang membuat namanya semakin terkenal adalah "Cidro" dari album debutnya yang tidak terlalu populer di Indonesia, namun menjadi pintu penghubung Didi dengan fans di luar negeri, khususnya dunia di Suriname dan Belanda. Lagu tersebut dibawakan oleh seorang turis Suriname asal Indonesia yang tinggal di Belanda. Setelah diputar di radio Amsterdam, lagu tersebut meledak dan menjadi populer di sana.

Kini siapa yang tak mengenal lagu "Cidro" atau "Layang Kangen"? Namun, tahukah jika lagu tersebut harus menempuh perjalanan panjang dan lama hingga harus ke luar negeri terlebih dahulu untuk bisa diterima masyarakat Indonesia? Februari lalu, Didi Kempot menerima Lifetime Achievement Award di Billboard Indonesia Music Awards 2020. Setelah 3 dekade menggubah musik dan menulis ratusan lagu di Jawa, karya Didi Kempot semakin populer di kalangan anak muda selama dua tahun terakhir.  Ia juga telah dikait-kaitkan oleh banyak pihak untuk menjadi Art Ambassador atau E-Commerce Ambassador. 

Dalam menghadapi pembatasan sosial akibat pandemi virus corona (COVID19), Didi Kempot menggelar konser "Tresno Ambyar" awal tahun ini. Didi Kempot juga berpartisipasi dalam konser amal di rumahnya untuk membantu mereka yang terkena dampak COVID19 pada April 2020. Maret lalu, ia juga menggelar konser #dirumahaja untuk menghibur mereka yang tinggal di rumah selama pandemi sekaligus berdonasi. Namun, pada 5 Mei 2020 Didi Kempot menghembuskan nafas terakhirnya. Kematiannya meninggalkan banyak karya di hati pendengarnya. Pergi tanpa isyarat, pergi tanpa pesan, begitulah kiranya yang membuat baanyak orang terpukul begitu mendengar kabar kepergiannya. Ambyar sak ambyar ambyare...ambyar pas lagi sayang-sayange... Demikianlah senggakan para Sobat Ambyar saat kehilangan Lord Didi. Selamat tinggal Didi Kempot!

Buku ini disajikan dengan judul dan sampul yang sangat menarik, sehingga dapat membuat pembaca merasa tertarik. Bahasanya yang mudah dipahami dan tidak bertele-tele membuat pembaca semakin senang dengan buku ini. Font penulisannya pun terlihat rapi. Cocok sekali untuk kalangan remaja karena kisah inspiratifnya yang dapat dicontoh di zaman sekarang. Didalam buku ini sangat sulit sekali ditemukan kekuarangan.

Biodata Presensi

Nama                                                                                      : Filzah Mithalina Nur Sabrina

Tempat, Tanggal Lahir                                                   : Malang, 10 Agustus 2003

Alamat                                                                                    : Sukun, Kota Malang

Studi                                                                                        : Universitas Muhammadiyah Malang Prodi Farmasi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun