Namun, apabila bercermin pada Peraturan Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (PKPU) No. 80 Tahun 2018, yang mengatur tentang pencalonan anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota Pasal 4 yang berbunyi "Setiap Partai Politik melakukan seleksi Bakal Calon anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota secara demokratis dan terbuka sesuai dengan AD dan ART, dan/atau peraturan internal masing-masing partai politik (KPU, 2018). Dalam penafsirannya, partai politik diberikan wewenang dalam mengatur secara internal atas metode pemilihan bakal calon anggota legislatif yang disesuaikan dengan aturan partai.
Cum adsunt testimonia rerum, quid opus est verbist, fakta yang berbicara, Caleg artis yang sering dijadikan manuver politik pada umumnya tidak melalui tahapan seleksi. Sebagai bukti nyata, pernyataan Aldi Taher yang secara terang-terangan dalam wawancaranya menjelaskan proses dirinya dapat menjadi caleg Perindo. Aldi taher mengaku telah menghubungi ketua umum Perindo melalui direct message instagram, yang dengan polosnya mengatakan ingin tergabung dalam partai Nasdem, yang merupakan partai pimpinan Surya Paloh, bukan Harry Tanoe. Tidak lama dari kejadian tersebut, Aldi bahkan mengungkapkan langsung menjadi Bacaleg Perindo di Pemilu 2024. Dalam analisis terhadap regulasi, hal terjadi dikarenakan adanya kekaburan normal yang tidak diatur dengan jelas dalam pasal yang secara tegas tentang mekanisme seleksi yang dilakukan oleh partai dalam standar makna atas bunyi 'peraturan internal masing-masing'
Sejalan dengan survei yang dilakukan oleh Strategic International Survey (CSIS 2022) menunjukkan dari setengah responden melakukan labeling DPR sebagai lembaga yang paling tidak dipercaya masyarakat, label ini pun bertolak belakang atas peran dan dan fungsi wakil rakyat. Pada dasarnya, sistem demokrasi yang dituangkan dalam pemilu akan mengembalikan pilihan terhadap masyarakat dalam final decision sebagai calon terpilih, tetapi masyarakat seakan dihadapkan dengan pilihan memilih yang buruk dari yang terburuk. Dilihat dalam status quo, lemahnya partisipasi, dan nafsu belaka partai politik dalam mendapatkan kursi parlemen menjadikan skema cetak biru merosotnya kualitas pemilu 2024.
Pada dasarnya demokrasi memang mengizinkan semua masyarakat dengan latar belakang apapun dalam sistem pencalonan. Namun, sistem pemilihan pada periode sebelumnya dengan pola yang sama, perlu dievaluasi dalam tahun pemilu berikutnya sebagai bentuk antisipasi atas semakin terpuruknya fungsi lembaga negara. Fakta dapat diketahui dari penilaian kinerja DPR RI selama masa sidang IV tahun 2022-2023 dinilai buruk dalam satu tahun hanya menuntaskan satu UU prioritas, dari 40 target RUU yang masuk ke dalam daftar prolegnas prioritas DPR tahun 2022. Jika dikaitkan lebih mendalam, analisis masalah parlemen menitikkan pada buruknya kualitas demokrasi yang dituangkan dalam pemilu. Publik menjadi agen yang paling dirugikan dalam cacatnya sistem yang diciptakan partai politik dalam mengusulkan caleg artis tanpa proses kaderisasi sehingga output dan kontribusi legislasi di parlemen disebut 'kurang memadai.'
Melihat lebih dalam terhadap praktek legislative drafting terdapat satu aspek wise/integrity law maker yang berpengaruh signifikan terhadap keberhasilan penegakan hukum, artinya hukum yang melindungi masyarakat haruslah dibuat oleh wakil yang bijaksana dan memahami fungsi hukum. Masyarakat telah diberikan 'cermin besar' saat terjadinya protes massa mengenai pengesahan UU Cipta Kerja yang telah diuji oleh Mahkamah konstitusi, dinilai cacat formil serta terbukti bertentangan dengan asas pembentukan undang-undang. Dari sederet bukti, lantas apa yang dapat diharapkan dari dewan hasil karbitan yang tidak mengerti tupoksi, tanpa kaderisasi, minim pengetahuan politik, hanya bermodalkan politik praktis lewat popularitas. Proyeksi pemilu 2024 yang akan diwarnai lebih banyak caleg artis, akan sama saja 'memaksa mati' fungsi negara demokrasi.
Untuk menjegal caleg karbitan, maka seharusnya dalam proses seleksi Calon Anggota Legislatif dilakukan fit and proper test dan uji wawasan aspirasi daerah sebagai syarat utama administratif dalam proses pencalonan. Keputusan Bersama Menteri Keuangan RI dan Gubernur BI No. 53 KMK 017/1999 menyebutkan definisi fit and proper test, merupakan proses evaluasi kompetensi dan integritas pejabat lingkungan Keuangan dan Bank Indonesia. Dalam skop pemerintahan memiliki acuan pada Undang-Undang No. 43 Tahun 1999 dalam pokok-pokok kepegawaian. Dalam sebutan legislative heavy, DPR memiliki wewenang dalam melakukan fit and proper test terhadap calon pejabat publik, setelah itu barulah presiden berhak untuk melantik calon pejabat yang bersangkutan. Namun, sebuah kejanggalan atas fakta yang 'menggelitik' ketika saat proses pencalonan Caleg tidak dihadapkan dengan fit and proper test, namun setelah terpilih di parlemen, dewan memiliki kewenangan dalam menguji calon pejabat lembaga lainnya. Sebagai contoh kasus, seorang hakim konstitusi dengan pengalaman puluhan tahun di bidang peradilan harus berhadapan dengan fit and proper test yang dilakukan oleh DPR yang sejatinya tidak teruji dalam segi kompetensi dan kapabilitas sebagai anggota dewan. Oleh karenanya dalam meningkatkan kualitas bukan sekadar kuantitas, calon anggota legislatif memerlukan metode uji kelayakan berbasis fit and proper test yang ditambah dengan uji wawasan aspirasi daerah sebagai syarat administratif yang harus dipenuhi oleh calon anggota legislatif.
Dalam mekanisme pengimplementasian gagasan baru dalam proses pemilu, sangat perlu diperkuat dengan dasar hukum sehingga ketentuan yang dimuat bersifat mengikat setiap partai politik dalam mengusulkan calon anggota legislatif dengan pertimbangan, mampu melewati proses fit and proper test dan wawasan aspirasi daerah. Gagasan ini pun perlu ditunjang dengan landasan yuridis, sehingga dengan adanya gagasan yang berpola untuk meningkatkan kualitas pemilu, selayaknya diperkokoh dalam ketentuan perundang-undangan dalam syarat pencalonan anggota legislatif dengan sosialisasi yang komprehensif sampai pada tahap pengujian dapat terbebas dari vested interest partai politik. Nama-nama yang terpampang dalam surat suara telah dipertanggungjawabkan terkait dengan kompetensi calon terpilih. Bagi partai yang mengusulkan calon yang sekadar tenar tanpa proses kaderisasi dan inkompeten, dengan fit and proper test mudah untuk mengetahui kelemahannya. Adapun uji wawasan aspirasi daerah menjadi solusi atas hilangnya esensi dari gelar 'perwakilan rakyat' dimana kemampuan calon anggota dewan dalam mengetahui permasalahan daerah pilihan dilengkapi dengan gagasan program prioritas daerah akan yang dimuat dalam uji
wawasan aspirasi diluar daripada masa kampanye, yang akan diujikan sebagai syarat untuk mengukur pemahaman tupoksi atas peran wakil rakyat sebagai pemegang mandat kekuasaan di parlemen .
Simpulan
Sistem pemilu proporsional terbuka yang telah ditetapkan Mahkamah Konstitusi, seakan memberi gerbang untuk partai dalam mencari vote getter yang mereka dapatkan dari deretan nama-nama artis tanpa proses pengkaderan sekalipun, dengan maksud mendongkrak perolehan suara dan kursi di parlemen. Popularitas dan memanfaatkan fanatisme penggemar artis menjadi hal yang 'sexy' bagi partai politik dalam menggaet kader partai untuk dicalonkan sebagai Calon Anggota Legislatif. Kemunculan fenomena Celebrity Politician, munculkan pragmatisme partai politik dalam memilih keputusan atas pertimbangan jangka pendek yang tidak substantif, menyingkirkan kepentingan ideologi dan nilai normatif partai politik yang hanya menitikkan pada konsepsi politik praktis dalam mencari calon dengan potensi kemenangan yang tinggi. Untuk menjegal caleg karbitan, maka seharusnya dalam proses seleksi Calon Anggota Legislatif dilakukan fit and proper test dan uji wawasan aspirasi daerah sebagai syarat utama administratif dalam proses pencalonan. Gagasan ini pun perlu ditunjang dengan landasan yuridis, sehingga dengan adanya gagasan yang berpola untuk meningkatkan kualitas pemilu, selayaknya diperkokoh dalam ketentuan perundang-undangan dalam syarat pencalonan anggota legislatif dengan sosialisasi yang komprehensif. Adapun uji wawasan aspirasi daerah menjadi solusi atas hilangnya esensi dari gelar 'perwakilan rakyat' dimana kemampuan calon anggota dewan dalam mengetahui permasalahan daerah pilihan yang dilengkapi dengan gagasan program prioritas daerah akan dimuat dalam uji wawasan aspirasi diluar daripada masa kampanye. Dengan demikian, kualitas caleg yang muncul dalam surat pemilu haruslah orang-orang yang kompeten dan berintegritas. Sehingga dari aspek yang telah dijelaskan, tampak jelas bahwa fit and proper test serta uji wawasan aspirasi daerah sangat diperlukan untuk tetap menjaga kualitas pemilu di Indonesia.
Referensi
BBC News. (2023, May 13). Pemilu 2024 bertabur caleg artis, pengamat: 'Kemampuan mereka nyanyi, main film, ngelawak, baik. Tapi kapasitas sebagai legislator kurang'. bbc.com. Retrieved June 29, 2023, from  https://www.bbc.com/indonesia/articles/c51lqn7ndllo
Faisal Assegaf. (2014, April 7). Kritik terhadap demokrasi. merdeka.com. Retrieved June 29, 2023, from https://www.merdeka.com/khas/kritik-terhadap-demokrasi-islam-dan-demokrasi-3.html
Ikhsan Darmawan. (n.d.). KETERLIBATAN SELEBRITI DALAM PEMILU  INDONESIA PASCA ORDE BARU Ikhsan Darmawan Departemen Ilmu Politik, FISIP, Universitas Indone. jurnal.unpad.ac.id. Retrieved June 29, 2023, from http://jurnal.unpad.ac.id/sosiohumaniora/article/download/8341/6615