- Pakaian seadanya
Marlina tidak memiliki cukup pakaian dan hanya mengenakan pakaian seadanya. Dirinya pun tidak menggunakan alas kaki untuk melindungi kakinya dari sengat matahari dan panasnya jalanan tanah Sumba. - Mumi jenazah suami Marlina
Ruang tengah rumah Marlina terdapat jasad suami Marlina yang dimumikan. Hal itu Ia lakukan karena Marlina kurang mampu untuk memakamkan sang suami. Sehingga disimpannya mumi tersebut di sudut ruang tamu rumahnya.
"Tatapan Marlina dan Cahaya Api"
Menurut Iriwanto (Sobur, 2016:128), film merupakan tampilan realitas yang diproyeksikan ke layar. Shoot/angel dan lighting dapat memposisikan pemain dan emosinya untuk beriringan dengan pesan di film. Eye level atau setara dengan mata penonton ditunjukkan oleh Marlina seolah meminta persetujuan penonton untuk menghabisi para perampok atau tidak.
Tatapannya yang semakin lama semakin mantab dialihkan dengan adegan dirinya mengambil buah tradisional yang mematikan, namanya buah Bintaro. Kemudian dibantailah seluruh bantit.
Dalam momen ini, saat Marlina berada di dapur, cahaya yang digunakan hanya berasal dari api tungku untuk memasak. Hal ini menunjukkan bahwa ada gejolak batin yang dimiliki Marlina.
 "Disasosiasi makna dapur dan kasur"
 Dapur dan kasur dalam kebudayaan Indonesia biasa diartikan sebagai kodrat wanita. Diasosiasi kemudian terjadi saat Marlina merencanakan pembunuhan di dapur dan memenggal kepala Markus di kasur.
"Marlina meruahkan bibir selepas membunuh"
Senyumannya mengafirmasi bahwa misinya telah berhasil. Namun, juga seolah memaparkan bahwa penonton turut andil dalam pembunuhan selepas tatapan tajamnya saat berpikir untuk menghabisi para perampok.
"Aksi membunuh perampok di depan mayat mumi suami Marlina"
Kehadiran mumi yang mengerikan mengungkap status Marlina yang berubah karena tidak ada lagi lelaki yang melindunginya. Hal ini menjadi simbol patriarki di mana Marlina merupakan kaum yang menolak kondisi sosial tersebut. terutama dalam hal dominasi para pria dalam hal fisik