Cie Satrio dikejar balik.... hehehe
Paradigma dalam Film
Sobat, rupanya dalam film ini memiliki paradigma tersendiri, loh.
Paradigma merupakan cara pandang yang digunakan untuk mengkaji fenomena alam maupun sosial. Pada film ini, paradigma yang digunakan adalah paradigma si pembuat film alias film ini menggunakan cara pandang pembuat film.
Film Kapan Kawin merepresentasikan budaya masyarakat Indonesia bahwa pertanyaan "kapan kawin?" di tengah masyarakat menjadi hal yang biasa dan klise. Melajang pada usia-usia kepala dua menjadi yang urgent untuk ditangani.
Namun justru dari film ini, pernikahan dimunculkan dan ditegaskan sebagai hal yang memerlukan kematangan dalam berpikir dan mantab dalam memutuskan.Â
Dinda yang sudah berusia 33 tahun membuat kedua orang tuanya cemas hingga membuat mereka mendesak untuk segera menikah.
Desakan orang tua Dinda kemudian menjadi dorongan untuk membayar Satrio sebagai pasangan palsu. Hal lainnya adalah pada sisi Dinda sebagai sosok anak yang mau tidak mau untuk dapat mematuhi orang tuanya.
Bila direfleksikan kembali, Â di tengah masyarakat Indonesia, desakan sosial akan adanya pernikahan juga memicu adanya tindakan untuk menikah terburu-buru alias sebatas 'yang penting tidak melajang'
Ga ditanya orang tua ya ditanya tetangga ye kan... pusing deh dibuatnya haha
Selain itu, film ini memberitahukan bahwa cinta tak bisa disandiwarakan. Sekalipun kamu mampu, itu tak akan bertahan lama. Dalam film ini contohnya adalah kakak dari Dinda yang mengalami keretakan rumah tangga namun mampu bersandiwara dengan apik di hadapan orang lain terutama keluarganya. Hingga akhirnya keluarga mereka mengetahuinya.