Mohon tunggu...
Fillnanda Yudha Prawira
Fillnanda Yudha Prawira Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Airlangga

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Birokrasi dan Keamanan Publik: Mengurai Fenomena Penembakan Mobil Rental di Indonesia

10 Januari 2025   08:43 Diperbarui: 10 Januari 2025   08:47 38
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: https://kaltengtoday.com/wp-content/uploads/2024/06/ilustrasi-penembakan.jpg

Awal tahun 2025 diwarnai dengan insiden tragis yang melibatkan penembakan terhadap seorang bos rental mobil di Rest Area KM 45 Tol Tangerang-Merak. Kasus ini melibatkan tiga anggota TNI AL dan empat warga sipil, yang diduga berkaitan dengan konflik bisnis. Kejadian ini tidak hanya menimbulkan duka mendalam bagi keluarga korban tetapi juga menjadi sorotan publik terkait lemahnya sistem pengawasan dalam birokrasi dan penegakan hukum di Indonesia. Seperti yang dilaporkan oleh Kompas (2025), insiden ini menunjukkan adanya potensi penyalahgunaan kekuasaan oleh aparat yang seharusnya bertugas melindungi masyarakat.

Fenomena ini bukanlah kejadian yang berdiri sendiri. Insiden serupa yang melibatkan aparat penegak hukum kerap terjadi di berbagai daerah. Dari penggelapan kendaraan hingga kekerasan fisik, pola yang terlihat mencerminkan adanya celah besar dalam sistem birokrasi. Masalah mendasar terletak pada lemahnya pengawasan, kurangnya transparansi, dan ketiadaan mekanisme akuntabilitas yang efektif. Akibatnya, tindakan pelanggaran oleh aparat sering kali berulang tanpa solusi yang jelas.

Kasus ini mengundang banyak pertanyaan: Mengapa pelanggaran oleh aparat terus terjadi? Bagaimana sistem birokrasi dapat mengizinkan pelanggaran yang melibatkan institusi militer atau aparat sipil terjadi berulang kali? Artikel ini bertujuan mengurai masalah birokrasi yang menjadi akar dari kasus seperti ini serta menawarkan solusi komprehensif untuk mencegahnya.

Problematika Birokrasi dan Implementasi di Lapangan

Salah satu masalah utama dalam birokrasi Indonesia adalah lemahnya pengawasan internal terhadap aparat penegak hukum. Dalam kasus penembakan bos rental mobil di Tangerang, pelaku yang merupakan anggota TNI AL diduga menyalahgunakan wewenangnya untuk menyelesaikan konflik pribadi. Masalah seperti ini mencerminkan adanya celah besar dalam pengelolaan wewenang aparat negara. Komnas HAM (2023) melaporkan bahwa sekitar 12% dari pelanggaran yang dilaporkan masyarakat terkait dengan penyalahgunaan kekuasaan oleh aparat. Kasus ini memperlihatkan bahwa lemahnya pengawasan internal sering kali memberikan peluang bagi aparat untuk bertindak di luar koridor hukum.

Lebih jauh lagi, birokrasi di Indonesia sering kali dibayangi oleh budaya impunitas, di mana aparat yang melakukan pelanggaran tidak mendapatkan sanksi yang tegas. Hal ini menciptakan efek domino yang memperkuat kecenderungan pelanggaran. Sebagai contoh, dalam kasus serupa pada 2022 di Jakarta, penggelapan kendaraan oleh oknum aparat juga melibatkan konflik kepentingan pribadi. Namun, meskipun kasus tersebut berhasil diungkap, sanksi yang diberikan kurang transparan dan tidak menciptakan efek jera. Akibatnya, masyarakat kehilangan kepercayaan terhadap institusi penegak hukum dan birokrasi sebagai pengelola keamanan publik.

Prosedur birokrasi yang kompleks dan lamban juga menjadi salah satu faktor utama. Dalam banyak kasus, pengawasan terhadap aparat sering kali hanya menjadi formalitas tanpa tindakan nyata. Hal ini disebabkan oleh kurangnya pemanfaatan teknologi dan sistem pengawasan yang terintegrasi. Sebagai contoh, dalam hal penggunaan senjata api oleh aparat, tidak ada mekanisme digital yang memantau siapa yang memegang dan menggunakan senjata tersebut. Ketidakjelasan dalam pengawasan ini membuat pelanggaran sulit untuk dideteksi sejak dini, seperti yang terlihat dalam kasus penembakan di Tangerang.

Masalah implementasi kebijakan di lapangan juga menjadi tantangan besar. Presiden Joko Widodo telah menekankan pentingnya reformasi birokrasi yang berorientasi pada pelayanan publik, tetapi pelaksanaan kebijakan tersebut sering kali tidak sesuai dengan yang diharapkan. Kebijakan pengawasan dan akuntabilitas yang telah dirancang dengan baik di tingkat pusat sering kali terhambat oleh resistensi di tingkat lokal. Aparat yang tidak merasa diawasi cenderung lebih mudah tergoda untuk menyalahgunakan wewenang mereka, seperti dalam kasus ini.

Selain itu, ketidaksesuaian antara norma birokrasi dan praktik lapangan menciptakan kesenjangan yang merugikan masyarakat. Dalam banyak kasus, birokrasi gagal menerapkan nilai-nilai transparansi dan keadilan yang dijanjikan. Studi oleh Indikator Politik Indonesia (2024) menunjukkan bahwa mayoritas masyarakat percaya bahwa pelanggaran aparat terjadi karena sistem pengawasan yang tidak efektif. Hal ini menjadi bukti nyata bahwa birokrasi membutuhkan reformasi yang lebih mendalam, termasuk dalam hal penguatan pengawasan internal, penerapan teknologi, dan pembentukan lembaga independen untuk meningkatkan akuntabilitas. Tanpa langkah-langkah ini, kasus serupa kemungkinan besar akan terus berulang di masa mendatang.

Dampak Sosial dan Budaya

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun