Mohon tunggu...
fiksiee
fiksiee Mohon Tunggu... Lainnya - Penggalan pengembaraan.

Sebuah fiksiee dari keturunan adam.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kapitalis yang Laris dan Buruh yang Kumuh

17 Februari 2023   15:14 Diperbarui: 17 Februari 2023   15:20 163
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Buruh meupakan sebuah pekerjaan yang mungkin sangat mudah untuk dicari, tidak membutuhkan pendidikan tinggi untuk menjalani pekerjaan tersebut, hanya keuletan saja yang menjadi tolak ukur para bos kapitalis untuk menilai setiap pekerjanya. 

Terdapat pula system kerja rodi yang menjadikan pekerja seperti budak, tak kenal waktu dan kondisi setiap pekerja diharuskan untuk tetap bekerja sesuai dengan keinginannya. Lebih mirisnya lagi setiap pekerja tidak diperbolehkan berekspresi mereka dipekerjakan sama tanpa ada pembeda, para pekerja ini seperti robot yang patuh bukan sebagai manusia yang tangguh.

Aku adalah aku, aku disini sama seperti mereka para pekerja buruh yang lusuh, lelah bukan karena lillah. Aku bekerja di warung grosir milik pamanku sendiri, awal mula bekerja disana adalah ingin mempunyai penghasilan sendiri dengan alasan biaya kuliah, dan dibalik alasan tersebut aku juga ingin menemani kakek dan nenek yang kebetulan rumahnya bersampingan dengan warung grosir tersebut.

Pamanku merupakan sosok pedagang yang bisa dibilang sukses, beliau memiliki sebidang tanah yang luas dan 2 toko grosir yang serba ada, kebetulan beliau bermukim di sebuah kampung yang jauh dari perkotaan, sehingga warung grosir beliau menjadi sebuah tempat untuk mengabulkan kebutuhan masyarakat. 

Walaupun bisa dibilang toko grosir dikampung tersebut tidaklah sedikit, akan tetapi warung pamanku adalah warung termashur karena harganya yang masyarakat sekitar bilang paling murah.

Toko grosir pusat adalah tempat berkerjaku, disana adalah sebuah tempat yang hampir setiap masyarakat sekitar harapkan, karena tidak setiap masyarakat dapat bekerja disana, hanya orang-orang yang pamanku pilih saja yang dapat bekerja, karena pamanku memiliki standarisasi untuk mempekerjakan seseorang, rata-rata yang beliau pekerjakan adalah orang-orang yang putus sekolah sebagai pekerja cadangan karena pekerja utamanya hanya 2 orang dan itupun sudah berkeluarga.

Kerap orang mengatakan bahwa ekspetasi selalu diluar realita, begitu pula dengan aku yang terlalu berkhayal bahwa bekerja di warung grosir milik paman tidak akan terlalu melelahkan, tidak akan terlalu disuruh-suruh, atau mungkin memiliki sebuah privilege yang membedakan aku dengan para pekerja yang lain, yah begitulah sosok aku yang bisa dikatakan egois sama seperti para kapitalis pada saat itu. 

Namun ternyata semua hanya akal egoisku saja, aku sama seperti mereka bekerja tak kenal waktu bahkan aku sendiri dimanfaatkan oleh sosok pamanku yang sekaligus bossku untuk bekerja lebih melebihi batas waktu para pekerja lain. 

Dalam grosir pamanku terdapat 4 orang pekerja, 3 orang pria dan seorang wanita, semua dipekerjakan sama hanya upah yang membedakan. Mereka bertiga mendapatkan upah 50-70 ribu perharinya sedangkan aku hanya diberi upah 25 ribu itupun apabila aku kerja hingga magrib disaat jam lima pekerja yang lain pulang.

Pamanku pernah berkata "gaji besar menentukan seseorang yang ulet dan multitalen". awal mulanya aku menerima pernyataan beliau, karena pada awal bekerja aku memang tidak mementingkan soal gaji dan aku pun mengerti para pekerja yang bekerja disini, mereka berusaha menghidupi keluarganya dengan pekerjaan ini. Namun ternyata tidak begitu, dunia peeburuhan ini keras, niat awal membantu malah jadi pembantu. 

Setelah lama menjadi buruh aku pun mulai tersadar ternyata pernyataan pamanku tak selamanya benar, karena setelah lama menjadi buruh aku sudah menguasai hampir setiap pekerjaan buruh yang lain dan aku rasa aku bekerja melebihi batas waktu pekerja yang lain, apakah yang demikian belum termasuk keuletan dan multitalent?. Hingga bibiku sendiri pun merasa tak tega melihat diriku pada saat itu.

Perlahan awal niat membantuku redup berganti menjadi ambisi akan sebuah gaji, berhari-hari terus berganti dengan rasa lelah yang tak kunjung berhenti, apakah para pekerja merasakan hal yang sama denganku ini?. Aku merasa bukan diriku sendiri entah mengapa niat baik ini mati melihat paman mempekerjakan dan menggajiku tak sama dengan yang lain sehingga aku iri.

Orang lain merasa iri karena aku masih merupakan saudara, menurut mereka pekerjaanku ringan dan santai, namun pada nyatanya tidak justru akulah yang diperlakukan berbeda. 

Pekerjaanku sama kasarnya dengan buruh yang lain dan waktu kerjaku melebihi batas waktu kerja yang lain. Lantas dimana bentuk hal yang harus mereka irikan? Justru merekalah yang harusnya bersyukur karena tak jadi aku yang dipekerjakan hampir tiap waktu.

Keadilan dan kemaslahat buruh merupakan aspek yang harus dilihat oleh setiap kapitalis, keselarasan pula sama, aku merupakan sosok buruh yang merasakan ketidakadilan sama seperti yang lain yang membedakan hanya aku berpendidikan yang harus memberantas nilai buruk tersebut. sosialisme merupakan sebuah bentuk idiologi yang harus mereka ketahui bahwa buruh juga manusia bukan sosok robot yang dapat diperlakukan semena-mena.

Pembagian gaji merata adalah bentuk tujuan sosialisme, tidak kapitalis saja yang merasakan buah manisnya saja tapi buruh juga harus merasakan manis tersebut dibalik lelahnya bekerja. 

Hasil tidak membohongi usaha dan bukan sebaliknya, wajar apabila buruh lelah dengan ketentuan mendapatkan hasil yang melimpah. Membantu sesama adalah kewajiban manusia, namun membantu juga bukan berarti memperalat dan membebani orang lain, bijaklah dalam mengasihani dan adillah dalam memberi niscaya kemaslahatan akan menghampiri.

Manusia sejatinya sama tidak dibedakan dengan kasta, tapi ilmu membantah hal itu, bisa saja aku dikala itu terus terbelenggu. Karena setiap manusia membutuhkan uang untuk bertahan begitu pula aku yang terus bekerja untuk seupah bayaran. #Bramslimin.

escritor : bramslimin

editora : kaf

Gracias.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun