Mohon tunggu...
fiksiee
fiksiee Mohon Tunggu... Lainnya - Penggalan pengembaraan.

Sebuah fiksiee dari keturunan adam.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Rumah Tuhan, Dekat di Mata Jauh di Hati.

10 November 2022   21:53 Diperbarui: 25 November 2022   18:00 459
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Manusia merupakan makhluk sosial yang tak terlepas dari kontruksi sosial, sejatinya manusia merupakan hayawanun natiq yaitu hewan yang berakal budi. Ketika monyet yang berada dihutan rimba menggunakan instingnya untuk bertahan hidup, saling berebut hingga hukum rimba terbentuk, "siapa yang kuat ialah pemenangnya" begitulah istilahnya.

Terlepas dari pernyataan diatas manusia dituntut untuk beribadah sesuai dengan kapasitasnya. Dalam agama islam khususnya terdapat cara peribadatan yang telah diajarkan oleh tuhan melalui rosulnya. Sholat merupakan peribadatan yang diajarkan pertama kali setelah menginjak iman, dalam ajarannya umat manusia khususnya muslim dianjurkan dan diutamakan untuk melangsungkan peribadatan di rumah tuhan yaitu masjid.

 Melihat realitas disekitar, bangunan yang sering diistilahkan rumah tuhan tak berjauhan letaknya hampir di setiap desa terdapat rumah tuhan yang begitu megah, bahkan sejauh mata memandang terdapat pula rumah-rumah kecil yang disebut mushola. Namun kemegahan tersebut tak sebanding dengan kapasitas manusia sebagai hambanya. Rumah ini sering terlihat megah dari luar namun sunyi dari dalam.

Wahai manusia kemana engkau menuju disaat rumah ini memanggilmu?. Manusia telah buta dengan nikmat dunia, mereka tidak ingat bahwa nikmat tersebut hanya sesaat. Manusia terlalu disibukan dengan urusan dunia hingga rumah tuhan mulai sunyi dan bukan tujuan utama. Panggilnya hanya sekedar himbauan belaka walau terdengar telinga dan terlihat oleh mata, namun jiwanya entah pergi kemana.

Oh tuhan, ampunilah jiwa-jiwa yang kerap lupa dan berdosa, sungguh engkau telah memberi jalan untuk mengenal dan mencintaimu, hanya saja raga ini terlalu terlena dalam urusan dunia. Semoga jiwa dan raga lekas sadar bahwa dzatmu amatlah tegar dan besar melampaui ciptaannya yang sering tersasar. 

escritor : bramslimin

editora : kaf.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun