Mohon tunggu...
Fiksiana Community
Fiksiana Community Mohon Tunggu... Administrasi - Komunitas pecinta fiksi untuk belajar fiksi bersama dengan riang gembira

Komunitas Fiksiana adalah penyelenggara event menulis fiksi online yang diposting di Kompasiana. Group kami: https://www.facebook.com/groups/Fiksiana.Community/ |Fan Page: https://www.facebook.com/FiksianaCommunity/ |Instagram: @fiksiana_community (https://www.instagram.com/fiksiana_community/) |Twitter FC @Fiksiana1 (https://twitter.com/Fiksiana1)

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

[CerpenFC] Dialog di Luar Naskah

11 Februari 2016   13:20 Diperbarui: 11 Februari 2016   20:18 6
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Rudi mencengkeram erat kerah baju Ajo. Matanya menatap nyalang pada wajah teman sekaligus musuhnya yang mengernyit dengan mata terpejam. "Buka matamu, Pengecut!"

"Pengecut, ya?" Ajo mendengus, satu garis tipis tersungging di ujung bibirnya. Tangannya menepis kencang-kencang cengkeraman Rudi. "Kau pikir dengan tindakan yang kau lakukan terhadapku, jantan?"

Rudi terpana. Bagaimanapun juga, laki-laki temperamen itu pernah melewati banyak waktu bersama Ajo yang biasanya tak pernah berani menentangnya. Kedua tangannya mengepal erat, napasnya tak teratur, bukti bahwa amarahnya sudah memuncak di ubun-ubun.

Bug!

"Kamu memang pengecut, karena beraninya menusuk dari belakang. Kalau jantan hadapi aku dari depan!"

Ajo terhuyung beberapa langkah karena pukulan Rudie yang tiba-tiba. Untung saja ia masih bisa menata keseimbangan tubuhnya, kalau tidak arus sungai yang mengalir cukup deras di belakangnya bisa menelannya.

Suasana sesaat hening. Keduanya saling pandang, serupa dua petarung yang sedang saling mengukur kekuatan lawannya.

"Apa-apaan kalian ini?!"

Ani yang muncul bersama sosok lelaki berdasi, membuat kedua lelaki yang sama-sama sedang dilanda emosi itu tertegun. Bagaimana bisa perempuan yang sedang mereka perebutkan bisa tahu dan sampai di tepian Sungai Ciliwung ini?

Ani melangkah cepat ke arah keduanya. Sorot matanya menatap serius wajah mereka.

Plaakk! Plaakk!

Setelah memberi hadiah satu tamparan kepada Ajo dan Rudi, Ani segera menarik tangan Pical untuk meninggalkan tempat tersebut.

"Hmm... bentar Ani. Kamu yakin ingin meninggalkan mereka berdua di tempat sepi ini? Kalau keduanya kalap dan berkelahi lagi gimana?"

***

"Kenapa kamu diam saja? Apa kau mendadak amnesia? Apa tinjuku membuat kepalamu retak?" Rudi mulai sesumbar sambil meraba pipinya yang terasa panas oleh tangan perempuan idamannya.

"Ya, aku memang menyukai Ani! Kamu mau apa?!" Ajo tersenyum sinis, membusungkan dada.

Rudi bersiap, hendak kembali melayangkan bogem mentah ke wajah Ajo. Tetapi tangannya mendadak berhenti di udara oleh pekikan suara yang sangat dikenalnya.

"Ini urusan lelaki, Ani. Pergi saja kau, kembali ke kantormu bersama Pical!"
Berbekal ilmu silat yang pernah ia pelajari di ranah minang. Ajo diam-diam memasang kuda-kuda. Kepalan tangan Rudi ditepisnya, lalu dengan gerakan sedikit membungkuk, pukulan tangan kanannya menghantam perut Rudi dengan telak.

Bug!

"Dedemit alas purwo!" Rudi terhuyung sambil memegang perut. Kakinya melangkah tiga langkah ke belakang, memasang kuda-kuda kemudian berlari, kaki kanannya melayangkan tendangan.

Ani menjerit kecil. Perempuan berbadan mungil itu terjatuh. Rupa-rupanya Rudi tidak benar-benar memiliki ilmu bela diri. Tendangannya yang hanya meniru adegan film silat jadul malah meleset, mengenai kaki Ani.

Ani menolak uluran tangan Ajo dan Rudi yang berebut untuk membantunya bangun. Satu-satunya harapannya hanya Pical. Tetapi lelaki yang menjadi teman sekaligus bosnya tersebut malah berdiri bengong menatap adegan konyol yang terjadi. Ani nelangsa, berbalik memunggungi ketiga lelaki yang memandangnya iba. Dadanya buncah oleh perasaan kesal dan sesal.

"Kenapa kalian para lelaki sama saja? Atas nama cinta kalian berkelahi dan saling menyakiti. Tidak bisakah demi cinta kalian belajar meredam emosi! Kalian anggap apa perempuan seperti aku ini?"

"Sama saja dengan Rudi, kamu kuanggap sebagai perempuan yang pantas mati di tanganku, Ani...."

Suara Ajo yang lebih seperti diucapkan pada dirinya sendiri, terdengar seperti halilintar di telinga Ani, Rudi dan Pical. Wajah ketiganya pasi oleh ekspresi dingin yang ditunjukkan Ajo.

"Ajo?"

Tatapan ketiga orang yang sudah basah kuyup oleh guyuran hujan buatan beralih kepada Ajo. Ketiganya menunjukkan wajah heran dengan siratan pertanyaan yang sama "Maksud kamu apa bicara begitu, Jo?"

"CUT!"

Seorang sutradara berpenampilan nyentrik bertepuk tangan. "Bravo! Akting kalian luar biasa! One take, one shot."

Di ruang ganti perempuan, Ani menggigil. Ia masih terbayang ekspresi Ajo, lelaki yang pernah ia tolak pernyataan cintanya. Mereka sudah sering bermain di film yang sama dan baru untuk pertama kalinya lelaki yang dikenal sebagai sosok pendiam itu mengucapkan kalimat yang tidak tertulis dalam naskah mereka.

-----o0o-----

Ilustrasi dari laman FB Fiksiana Community.

Cerpen ini dirangkum oleh Arista Devi admin Fiksiana Community, cerpen ini ditulis oleh; Rudie Chakil, Ajo Gaara, Lumangge Ida, Dwi Purwanti, Dudung Kang, Tatus Praris, Relung Batas Hampa, Mustafa Kamal, Pical Efron, dan Arako.

 

TULISAN INI MERUPAKAN HASIL KEGIATAN #BELAJARMENULIS & #CERPENKEROYOKAN DARI WALL GROUP FB FIKSIANA COMMUNITY. COPASING HARUS SIIZIN ADMIN FIKSIANA COMMUNITY.

JOIN WITH US.

FC - Jakarta, 11 Februari 2016.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun