Mohon tunggu...
De Kils Difa
De Kils Difa Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penikmat

Berkarya Tiada BAtaS

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

[RTC] Harga Secuil Jasa

11 November 2021   07:04 Diperbarui: 11 November 2021   08:38 251
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Gambar : Rumah Pena Inspirasi Sahabat

Kutanyakan ulang, ternyata ia memiliki jawaban sama. Kutanya lagi. Sama jawabannya.

"Kenapa terserah saya Bang? Biasanya kan udah ada tarifnya."

Dia menggeleng, lalu berkata pelan: "Saya berniat menolong orang yang membutuhkan pertolongan Bang, ngga ada niat untuk di duitin, tapi kalau  ada yang mengasih yaa saya ambil. Makanya saya tak pasang tarif. Terserah mau kasih berapa, tak ngasih pun tak apa-apa." Ia mengembangkan senyum. Tulus.

Aneh buatku.

Kukeluarkan selembar uang sepuluh ribu lalu memberikan kepadanya, ia menerima, tapi dimasukan uang tersebut ke dalam kotak yang ada di atas meja cukurnya. Lalu ia membersihkan sisa-sisa potongan rambut yang berserakan di lantai. Aku pamit dan mengucapkan terima kasih. Ia mengangguk.

Sebenarnya ingin sekali aku mengobrol dengannya tentang konsep pembayaran yang ia terapkan seperti tadi. Tapi waktuku sedikit. Wahyu sudah menunggu di atas motor dengan senyum yang amat-amat kecut. Aku tertawa melihatnya. Dari sikapnya, jelas ia ingin buru-buru pulang.

Memang ini salahku, sebelumnya tidak ada agenda cukur rambut saat merencanakan pergi ke toko buku. Aku mengajak Wahyu untuk menemani. Tadinya ia tak mau. Tapi kurayu, "hanya ke toko buku aja", maka ia pun berangkat. Dan kenyataannya...?

Hehehehehehe... sorry Wahyu sayang...

Untuk menebus kesalahan, kuajak ia makan mie ayam di tempat favorit. Wajahnya masih tertekuk lucu. Aku menggoda sambil melucu untuk membuatnya tersenyum. Berhasil. Apalagi saat pesanan mie ayam kami datang, dengan sigap ia buru-buru mengambil saus dan sambal, lantas memakannya dengan lahap.

Aku tertawa melihat wajahnya yang kini berubah dari kecut bertekuk menjadi  merah merona karena kepedesan. Dasar Wahyu kalau makan sambal tak kira-kira ia meraupnya. Sekarang dia rasakan sendiri akibatnya.

Selesai sudah kami makan mie ayam. Aku membawa motor santai menyelusuri jalan raya menuju kampung. Tak begitu ramai, sehingga membuatku bisa bertolah-toleh menikmati jalan raya sambil pikiran terus berputar kepada kedua orang yang memiliki konsep sama dalam menjual jasa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun