Mohon tunggu...
De Kils Difa
De Kils Difa Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penikmat

Berkarya Tiada BAtaS

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Senyum untuk Ayah

1 Maret 2017   07:08 Diperbarui: 1 Maret 2017   07:16 581
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
zenguwintara.blogspot.com

Hening. Hanya hembusan angin sore menyapu debu lapangan. Sungguh menyegarkan diri di sore hari.

“Tapi itu dulu. Duluuuu sekali, saat kami masih seumuran sepertimu. Gara-garanya sepele, hanya karena adik bapak dibelikan sepeda baru, sementara bapak tidak. Kata orang tua, “pakainya gantian saja”. Jelas saja bapak menolak. Bapak marah saat itu juga, terutama pada adik bapak.”

Sang murid mulai tertarik dengan cerita sang guru. Ia mengangkat wajah dan mendengarkan sambil memandang wajah sang guru.

“Sampai pada adik bapak semakin parah dengan penyakitnya, baru bapak sadari bahwa tindakan bapak membencinya adalah salah. Bapak mulai menegurnya kembali. Bapak menemani dan menjaganya di kamar. Hingga akhirnya adik bapak sembuh kembali dan kami menjadi akur lagi”

Sang murid menghembuskan nafas. Senyum di wajahnya kembali menghilang. Berharap ending cerita sang guru akan tragis, ternyata malah anti klimaks. Tatapan sang murid kosong ke depan.

“Kau nak.. apa yang terjadi dengan dirimu dan bapakmu sampai kau tak berani untuk senyum padanya?”

“Sebenarnya tidak ada kejadian apa-apa antara saya dengan bapak saya” singkat jawab sang murid.

“Kamu tidak boleh begitu nak, itu bapak kamu. Biar bagaimanapun dia yang membesarkan kamu. Sekarang  Kamu harus datang kepadanya, cium telapak tangannya, minta maaf dan akui kamu tidak akan bersikap seperti itu lagi” saran sang guru

Sang murid tersenyum. Ia berdiri. Merentangkan kedua tangan dan menghirup udara dalam-dalam. Kemudian perlahan ia menghembuskannya.

“Saya baik-baik saja pak dengan bapak saja”

“Lah terus.. yang membuatmu jadi tidak bisa tersenyum pada bapakmu apa? Apa dong masalahnya???” tanya sang guru penasaran

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun